Sebagaimana kita tau, produksi barang dan jasa lazimnya dilakukan di tempat-tempat kerja seperti pabrik. Namun, dalam perkembangannya, pekerja tidak lagi harus datang ke pabrik. Ia bisa saja datang ke tempat kerja untuk mengambil bahan baku ataupun bahan baku dikirim perusahaan ke rumahnya dan proses produksi dilakukan di rumahnya.
Kadangkala, sistem kerja ini juga diorganisir, dilakukan secara bersama-sama di sebuah rumah yang telah menyediakan peralatan kerja dan bahan baku. Seperti apapun sistem kerjanya, para pekerja rumahan ini sesungguhnya merupakan pekerja yang menghasilkan produk atau jasa yang ditetapkan pemberi kerja, dan atas kerjanya berhak menerima upah. Lalu bagaimana perlindungan bagi mereka? Simak penjelasan lengkapnya
Apa yang dimaksud dengan pekerja rumahan?
Pengertian pekerja rumahan dapat mengacu pada Konvensi ILO 177 tahun 1996 tentang Kerja Rumahan. Di konvensi tersebut, kerja rumahan adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang di dalam rumahnya atau di tempat lain pilihanya, selain tempat pemberi kerja untuk mendapatkan upah, yang menghasilkan suatu produk atau jasa, sebagaimana yang ditetapkan oleh pemberi kerja, terlepas dari siapa yang menyediakan peralatan, bahan atau input lain yang digunakan.
Apakah pekerja rumahan sama dengan pekerja rumah tangga?
Tidak, pekerja rumahan berbeda dengan pekerja rumah tangga. Pekerja rumahan mengerjakan pekerjaan yang diberikan oleh pemberi kerja hanya saja tempatnya adalah rumah pekerja sendiri atau tempat lain yang yang bukan tempat pemberi kerja. Sedangkan pekerja rumah tangga bekerja di rumah tempat pemberi kerjanya tinggal dan mengurus pekerjaan domestik, seperti memasak, mencuci, menyapu, dan seterusnya.
Apakah pekerja rumahan sama dengan pekerja mandiri/wiraswasta?
Tidak, pekerja rumahan berbeda dengan pekerja mandiri atau wiraswasta. Pekerja rumahan terikat kontrak hubungan kerja atau perjanjian penyelesaian pekerjaan dengan pihak lain untuk membantu proses produksi sebuah industri. Ia menerima pekerjaan langsung dari perusahaan atau perantara atau subkontraktor, menyerahkan hasil produksi, dan dibayar sesuai yang dihasilkan. Pekerja tidak bertanggung jawab atau mengetahui pemasaran atau distribusi barang hasil produksinya.
Sedangkan pekerja mandiri tidak terikat kontrak dengan pemberi kerja manapun. Ia menjalankan produksinya sejak awal secara mandiri seperti: mengatur bahan baku dan alat-alat kerja, menanggung semua biaya produksi dan menanggung risiko atas produksi dan penjualan dari barang yang dihasilkannya. Ia menerima pendapatan dari hasil penjualan produk dan bertanggung jawab atas kerugian ekonomi bila produknya gagal di pasaran. Mereka ini umumnya berhubungan langsung dengan pasar dan membeli sendiri bahan bakunya. Mereka menghadapi persaingan langsung dari perusahaan-perusahaan besar.
Apakah pekerja rumahan sama dengan pekerja pabrik?
Tabel dibawah menunjukkan perbedaan antara pekerja rumahan, pekerja mandiri, pekerja rumah tangga, dan pekerja pabrik.
Karakteristik |
Pekerja rumahan |
Pekerja mandiri |
Pekerja rumah tangga |
Pekerja pabrik |
Tempat kerja |
Rumah pekerja sendiri atau rumah lain selain tempat kerja pemberi kerja. |
Rumah pekerja sendiri atau tempat lain yang disediakan pekerja sendiri |
Rumah pemberi kerja |
Pabrik |
Pemberi Kerja |
Perantara dan pemberi kerja/perusahaan |
Diri sendiri |
pemberi kerja perseorangan |
pemberi kerja/ Perusahaan |
Pengupahan |
Berdasarkan hasil produksi (biasanya per potong) |
Dari penjualan barang/jasa |
Berdasarkan jam kerja/kesepakatan dengan pemberi kerja |
Berdasarkan hasil produksi (biasanya per potong) |
Sarana produksi |
Disediakan sendiri, atau disediakan oleh pemberi kerja/perusahaan |
Disediakan sendiri |
Disediakan oleh pemberi kerja |
Disediakan oleh pemberi kerja/perusahaan |
Pengawasan |
Dilakukan oleh perantara atau secara tidak langsung oleh pemberi kerja |
Mandiri |
Pengawasan langsung |
Pengawasan langsung |
Berdasarkan tabel seperti di atas, pekerja rumahan sesungguhnya memiliki karakteristik yang mirip dengan pekerja pabrik, hanya saja dibedakan oleh lokasi tempat kerja dan sejumlah kelemahan pada pengawasan dan perlindungan kerja bagi pekerja rumahan. Pekerja rumahan sering disebut dengan istilah “buruh tanpa pabrik” padahal mereka adalah bagian dari proses produksi sebuah produk tertentu bahkan dapat saja produk dari sebuah perusahaan multinasional.
Kondisi kerja tanpa kejelasan yang demikian kerap dimanfaatkan oleh rantai pasok global yang terus menuntut percepatan laju produksi dan efisiensi. Bagi bisnis, penggunaan pekerja rumahan dapat menjadi metode efektif dan efisien untuk menghemat biaya produksi. Perusahaan tidak perlu menyediakan tempat kerja yang layak dan berstandar K3, jaminan sosial, berbagai macam cuti, kompensasi dan pesangon, mengurus keluh kesah pekerja, atau berhadapan langsung dengan pekerja/serikat pekerja.
Berapa jumlah total pekerja rumahan di dunia dan di Indonesia?
Pekerja rumahan selalu menjadi bagian penting dalam ekonomi di Asia Tenggara. Bagaimanapun juga, pada tahun-tahun terakhir ini akibat dari krisis keuangan menyebabkan terjadinya pertumbuhan sektor informal terutama kerja rumahan. Artinya, kerja rumahan telah menjadi alternatif katup pengaman ketika krisis ekonomi melanda.
Menurut perkiraan ILO, lebih dari 10 – 25% pekerja dari lapangan kerja non pertanian di negara berkembang adalah pekerja rumahan sementara rasio ini adalah sekitar 4 - 11% untuk negara maju.
Di Indonesia, pekerja rumahan belum diakui oleh negara, sehingga belum ada catatan resmi mengenai jumlah pekerja rumahan Indonesia. Berdasarkan catatan TURC, pekerja rumahan tersebar di tujuh provinsi dari 24 kabupaten/kota Indonesia dengan kisaran jumlah sebesar 3.000 hingga 5.000.
Apakah pekerja rumahan mempunyai hubungan kerja?
Ya. Pekerja rumahan memiliki hubungan kerja dengan pemberi kerjanya. Hubungan kerja yang dimaksud dapat berupa perjanjian kerja ataupun perjanjian penyelesaian suatu pekerjaan. Pemberi kerjanya pun beragam bisa pemberi kerja yang adalah perusahaan langsung atau perantara. Seperti apapun hubungan kerjanya, pekerjaan yang dilakukan pekerja rumahan memenuhi unsur pekerjaan, upah, dan perintah yang secara tegas oleh UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja sebagai hubungan kerja.
Adakah ada aturan undang-uudang yang melindungi pekerja rumahan?
Hingga kini, belum ada aturan perundang-undangan yang khusus mengatur mengenai pekerja rumahan di Indonesia. Sebagaimana pembahasan di atas, perlindungan bagi pekerja rumahan seharusnya mengacu pada aturan ketenagakerjaan yang ada.
Meski demikian ada instrumen internasional yakni Konvensi No.177 tahun 1996 dan Rekomendasi No. 184 tahun 1996 mengenai Kerja Rumahan, yang sayangnya Indonesia sampai saat ini belum juga meratifikasi Konvensi ini.
Di dalamnya memberi pengertian pada kerja rumahan, menetapkan standar kerja yang mempertimbangkan ciri khas dari pekerja rumahan, dan sejumlah perlindungan khusus, antara lain:
- Hak pekerja rumahan untuk mendirikan / bergabungan dengan organisasi atas pilihan mereka sendiri dan untuk berpartisipasi dalam organisasi tersebut.
- Perlindungan terhadap diskrimininasi dalam pekerjaan dan jabatan
- Perlindungan di lapangan untuk kesehatan keselamatan kerja
- Pemberian gaji
- Penetapan undang-undang untuk perlindungan jaminan social
- Akses untuk mendapatkan training
- Umur minimum untuk masuk bekerja, dan
- Perlindungan kehamilan
Bagaimana kondisi kerja pekerja rumahan di Indonesia?
Tidak adanya payung hukum khusus yang melindungi pekerja rumah tangga membuat mereka berada dalam kondisi rentan. Penelitian dari ILO Mampu (2015) mengungkap hasil survei bahwa 47% responden pekerja rumahan bekerja di bawah perjanjian lisan dan 53% menyatakan tidak memiliki perjanjian kerja. Mengenai jam kerja, 32,6 % responden mengaku bekerja lebih dari 48 jam/hari. Dan dari segi penghasilan, responden mengatakan hanya mendapatkan upah sebesar Rp.377.331 hingga Rp.1.200.000 per bulan.
Mereka dapat ditemukan di berbagai sektor dan industri seperti pengolahan makanan, tekstil, pakaian jadi, kulit, kayu, dan lain-lain. Penelitian dari TURC (2023) mengungkapkan perempuan pekerja rumahan menghadapi kondisi rentan yang berlapis khususnya risiko kesehatan karena sakit dan kelelahan. Perempuan pekerja rumahan tidak memiliki pemisahan antara tempat kerja dan tempat tinggal, antara pekerjaan produksi dan pekerjaan domesti, seperti pengasuhan anak. Akibatnya, mereka terpaksa bekerja tanpa adanya jam istirahat yang berkualitas.
Mengapa kita tidak banyak mengetahui mengenai pekerja rumahan?
Belum adanya pengakuan tegas pekerja rumahan sebagai pekerja, khususnya dalam aturan perundang-undangan, membuat jenis pekerjaan ini tidak banyak dikenalnya. Para pekerja rumahan pun seringkali tidak menyadari statusnya sebagai pekerja. Mereka kerap menyebut diri sebagai "ibu rumah tangga" atau "menganggur." Sebab masih dapat tinggal di rumah sambil mengurus pekerjaan rumah tangga dan anak, sebagian masih dapat mengikuti kegiatan sosial seperti pengajian, melayat tetangga, arisan, dsb.
Kondisi ini yang kemudian mengakibatkan kegiatan ekonomi ini tidak dikenali dan jumlah pekerja rumahan tidak dapat terdata dengan baik dalam statistik negara ketika sensus penduduk.
Apa saja berbagai bentuk kerja rumahan?
Berbagai bentuk kerja rumahan yang ada saat ini melibatkan industri padat karya dan kegiatan panduan, melibatkan rendahnya tingkat keterampilan serta gaji dan menuntut kerja fisik yang relatif berat.
Berbagai bentuk rumahan kegiatan meliputi:
Bentuk-Bentuk Kerja Rumahan |
|
Industri Produksi/Pabrik |
Menjahit, mengemas, mengupas, menenun |
Produksi artisan |
Pembuatan bola, pembuatan sepatu, membordir, jahitan untuk sack |
Layanan personal |
Penata rias, penata sepatu, mencuci |
Apakah ada wadah serikat pekerja khusus untuk pekera rumahan?
Ada. Pada 2017 lalu, perempuan pekerja rumahan di Kabupaten Bantul membentuk Federasi Serikat Pekerja Perempuan Rumahan. Pembentukan federasi ini telah didahului oleh pembentukan lima serikat perempuan pekerja rumah yang telah terdaftar di Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bantul. Salah satu serikat pekerja rumahan tersebut adaah SPPR Kreatif Bunda.
SPPR Kreatif Bunda tercatat secara resmi sebagai organisasi SP/SB di Disnakertrans Kab. Bantul dengan nomor pencatatan 98/SPbr.3L/1/2017. Dengan bergabung pada SPPR, pekerja mendapatkan peningkatan kapasitas kepemimpinan, keterampilan berbicara di depan publik, dan dan mengelola organisasi. Di tingkat desa, SPPR Kreatif Bunda berhasil mendorong terbitnya SK Lurah Desa Nomor 20 tahun 2018 yang mengakui lembaganya sebagai lembaga desa, yang berhak atas pembinaan dan hibah dari pemerintah di tingkat dusun dan desa.
Baca juga:
8 Alaasan Harus Bergabung dengan Serikat Pekerja
5 Tips Membangun Solidaritas di Tempat Kerja
RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak
RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
Gaji dan Hukum bagi Pekerja Rumah Tangga
Sumber:
Konvensi Kerja Rumahan, 1966 (No. 177)
Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)
Hak-hak Dasar Pekerja Rumahan - ILO Mampu
Pekerja Rumahan di Indonesia - Hasil dari Penelitian Pemetaan Pekerja Rumahan di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten - ILO Mampu (2015)
Perempuan pekerja rumahan di Bantul bentuk Federasi Serikat Pekerja
Perempuan Pekerja Rumahan: Advokasi untuk Menuntut Perlindungan Hak Pekerja dan Meruntuhkan Norma Lokal