Cuti Tahunan Berbayar
Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan cuti tahunan yang dibayar penuh kepada semua pekerja setelah melewati 1 (satu) tahun masa kerja. Pekerja berhak mendapatkan cuti tahunan minimal 12 (dua belas) hari kerja per tahun (jika pekerja telah bekerja terus menerus). Upah penuh diberikan kepada pekerja yang menggunakan haknya untuk mengambil masa istirahat tahunan.
Selain cuti tahunan, UU ketenagakerjaan yang lama mengenal cuti panjang atau cuti sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan yang diberikan kepada pekerja setelah masa kerja 6 (enam) tahun secara terus menerus bekerja pada perusahaan yang sama. Namun melalui UU Cipta Kerja 6/2023, aturan ini dihapus.
Meski hilang dari aturan normatif namun pelaksanaan ketentuan cuti tahunan dan cuti panjang dapat ditetapkan secara khusus di suatu perusahaan. Peraturan Pemerintah No.35/2021 menyebutkan bahwa perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang dan pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Sumber : §79 & 84 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 6/2023); Peraturan Pemerintah Tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, alih daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP No. 35/2021)
Upah di Hari Libur
Hari libur nasional ditentukan dengan keputusan bersama tahunan. Keputusan bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia menetapkan jumlah dan tanggal hari libur nasional dan cuti bersama. Tanggal liburan ini dapat bervariasi dari tahun ke tahun.
Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 855 Tahun 2023, Nomor 3 Tahun 2023 dan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024, terdapat 17 hari libur nasional seperti dibawah ini :
Tahun Baru Masehi (1 Januari); Isra Mi'raj (8 Februari); Tahun Baru Imlek (10 Februari); Hari Raya Nyepi (11 Maret); Wafatnya Isa Al Masih (29 Maret); Hari Paskah (31 Maret); Hari Raya Idul Fitri (10 – 11 April); Hari Buruh Internasional (1 Mei); Hari Kenaikan Isa Al Masih (9 Mei); Hari Waisak Buddha (23 Mei); Hari Pancasila (1 Juni); Hari Raya Idul Adha (17 Juni); Tahun Baru Islam 1 Muharam (7 Juli); Hari Kemerdekaan (17 Agustus); Maulid Nabi Muhammad (16 September); Hari Natal (25 Desember).
Hari libur Muslim tergantung pada penampakan bulan (kalender lunar) dan dengan demikian dapat berubah.
Apabila hari libur nasional jatuh pada akhir pekan, maka tidak dipindahkan ke hari kerja terdekat. Pemerintah mengumumkan hari libur tambahan tertentu, atau juga dikenal sebagai cuti bersama, untuk memperpanjang hari libur yang jatuh pada akhir pekan.
Cuti bersama tidak wajib. Namun, kantor pemerintah memberlakukan cuti bersama sebagai kewajiban dan akibatnya mengurangi hak cuti tahunan pekerja. Namun, sebagian besar perusahaan sektor swasta tidak mengikuti aturan ini. Undang-undang ketenagakerjaan Indonesia tidak memberlakukan atau mengakui cuti bersama di swasta. Mengambil cuti bersama harus bersifat sukarela.
Pengusaha wajib membayar Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang disebut “TUNJANGAN HARI RAYA/THR” (Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal, Hari Waisak) kepada pekerjanya setahun sekali, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 6/2016. Besarnya THR tergantung masa kerja pekerja. apabila pekerja telah bekerja lebih dari 1 (satu) tahun, maka pekerja tersebut mendapatkan THR sebesar 1 bulan gaji. Namun, apabila pekerja tersebut telah bekerja kurang dari 1 (satu) tahun, besarnya THR dihitung secara prorata.
Contoh:
Pak A telah bekerja selama 6 bulan, dan gaji/bulannya adalah Rp. 5.000.000, maka perhitungan THR adalah: 6/12 x Rp. 5.000.000 = Rp 2.500.000,-. Tetapi apabila Pak A sudah bekerja lebih dari 1 tahun, besaran THRnya adalah Rp 5.000.000,- (gaji 1 bulan).
Pada masa pandemi Covid-19, Pemerintah sempat menerbitkan peraturan yang memperbolehkan perusahaan untuk menunda pembayaran THR dengan menunjukkan bukti kerugian. Namun aturan ini telah dihapus, bahkan berlaku kembali sanksi hukum bagi pengusaha yang terlambat membayar THR kepada pekerja sesuai dengan Permenaker No. 6/2016 dan PP 51/2023 yakni berupa denda sebesar 5% (lima persen) dari total THR yang harus dibayar. Pengenaan denda ini bukan berarti menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk tetap membayar THR kepada pekerja. Pengusaha yang tidak membayar THR keagamaan kepada pekerja dalam waktu yang ditentukan, juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa, teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.
Sumber : §85 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 6/2023); Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 855 Tahun 2023, Nomor 3 Tahun 2023 dan Nomor 4 Tahun 2023, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (Permenaker No. 6/2016), Peraturan Pemerintah Tentang Pengupahan (PP No. 51/2023).
Istirahat di akhir pekan
Pekerja berhak atas istirahat mingguan 1 (satu) hari setelah 6 (enam) hari kerja dalam seminggu atau 2 (dua) hari setelah 5 (lima) hari kerja dalam seminggu. Istirahat selama sedikitnya setengah jam antara jam kerja setelah bekerja selama 4 (empat) jam berturut-turut juga telah diatur oleh Undang-ndang ketenagakerjaan dan waktu istirahat itu tidak termasuk jam kerja. Pihak pengusaha juga harus memberikan kesempatan kepada pekerja untuk beribadah pada jam kerja sesuai dengan agamanya masing-masing.
Sumber : §79(2) & 80 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 6/2023); Peraturan Pemerintah Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP No. 35/2021).