Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan

Dunia kerja di Indonesia masih belum ramah terhadap pekerja perempuan. Data dari Never Okay Project tahun 2022 menyebut sebanyak 70,93% responden pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.


Berkaca dari persoalan tersebut, pemerintah menyediakan aturan mengenai Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan atau RP3 dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (Permen PPPA) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di Tempat Kerja.

RP3 bertujuan untuk melindungi pekerja perempuan dari kekerasan di tempat kerja dan memastikan hak-hak dasar pekerja perempuan terpenuhi. Simak tanya-jawab berikut untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan.

 

Apa yang dimaksud dengan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan?

Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) adalah tempat, ruang, sarana, dan fasilitas yang disediakan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak terhadap pekerja perempuan di tempat kerja untuk dapat mewujudkan upaya-upaya perlindungan pekerja perempuan di tempat mereka bekerja. Dalam pelaksanaannya, RP3 menyediakan tiga jenis pelayanan terhadap perempuan: pencegahan kekerasan terhadap pekerja perempuan, penerimaan pengaduan dan tindak lanjut, serta pendampingan.

 

Mengapa Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan Diperlukan?

Meskipun Indonesia sudah mengundangkan sejumlah instrumen internasional dan nasional terkait penghapusan diskriminasi, kekerasan seksual, dan perlindungan perempuan di tempat kerja, praktik di lapangan menunjukkan pekerja perempuan masih banyak mengalami pelanggaran norma kerja, diskriminasi dalam upah, promosi jabatan, dan kesempatan pelatihan/peningkatan kapasitas. Pekerja perempuan juga kerap diberitakan mengalami kekerasan seksual baik non fisik maupun fisik. Pelanggaran hak maternitas dan K3 pekerja perempuan seperti belum dipenuhinya hak cuti haid dan melahirkan/keguguran, memberi tugas lembur bagi perempuan hamil, dsb.

Kondisi seperti di atas diperkuat oleh data KemenPPPA yang disajikan dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA). Dari 2020 hingga Oktober 2022, SIMFONI PPA mengungkapkan sebanyak 23.582 kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dengan 23.947 korban. Sebanyak 500 orang merupakan perempuan korban kekerasan di tempat kerja. 

 

Siapa penerima manfaat layanan RP3?

Penerima manfaat layanan RP3 yaitu pekerja secara umum dan pekerja perempuan sebagai salah satu kelompok yang rentan mengalami kekerasan berbasis gender, pihak perusahaan, dan pihak terkait lainnya seperti pengelola kawasan tempat kerja dan pemerintah daerah setempat. Oleh karena dampak besar yang ditimbulkan dari tindak kekerasan, antara lain, dampak bagi korban/pekerja:

  1. Mengalami sakit secara fisik dan mempengaruhi performa kerja
  2. Mengalami stres, gangguan tidur, depresi, sampai dengan ekspresi trauma
  3. Produktivitas dan performa kerja menurun
  4. Merasa terkurung dalam tempat kerja
  5. Mempengaruhi interaksi sesama rekan kerja

Selain berdampak bagi korban, kekerasan di tempat kerja dapat pula berdampak pada perusahaan, seperti:

  1. Meningkatnya pembiayaan rekrutmen, orientasi dan pelatihan bagi pekerja akibat dari pekerja yang berhenti
  2. Menurunnya solidaritas antar tim kerja dan hubungan interpersonal sehingga mempengaruhi performa kerja
  3. Menurunnya produktivitas karena tempat kerja tidak nyaman, aman, dan ramah
  4. Citra perusahaan menjadi buruk sehingga kehilangan kepercayaan publik dan masyarakat

 

Siapakah petugas layanan RP3?

Petugas Layanan RP3 adalah sumber daya manusia yang bertugas memberikan layanan di RP3 yaitu koordinator pencegahan beserta tim, koordinator penerimaan pengaduan dan tindak lanjut beserta tim, serta koordinator pendampingan beserta tim. 

Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2020 lebih detail menyebut tim yang dimaksud dapat ditunjuk oleh pihak perusahaan misalnya serikat pekerja, juga dapat dibantu oleh pihak lain dalam bentuk kerjasama, seperti profesional (psikolog, dokter, atau psikiatri), pekerja sosial, tokoh agama, atau pekerja dari lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kriteria standar untuk melakukan kerja-kerja layanan di RP3. Petugas layanan RP3 juga dapat melibatkan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan (Pengawas Ketenagakerjaan).

 

Adakah panduan yang harus diikuti oleh petugas layanan RP3?

Ada. Seorang petugas layanan RP3 memiliki tugas penting dalam pelaksanaan dan implementasi RP3. Dalam menjalankan tugasnya, mereka wajib mengikuti panduan nilai dan perilaku berikut ini.

  1. Komitmen terhadap kepentingan dan kesejahteraan pekerja perempuan
  2. Menghormati dan mempromosikan hak pekerja perempuan untuk menentukan nasib sendiri
  3. Melayani berdasarkan pada persetujuan yang sah (informed consent)
  4. Menerima dan melayani tiap individu sebagaimana adanya
  5. Memiliki kompetensi yang tepat
  6. Memiliki kesadaran budaya dan keragaman sosial
  7. Menghindari konflik kepentingan
  8. Menghormati hak privasi dan tidak meminta informasi pribadi kecuali demi alasan profesional
  9. Pemberian akses laporan atau menjelaskan isi laporan kepada pekerja perempuan
  10. Tidak terlibat dalam aktivitas atau komunikasi seksual yang tidak pantas meski atas dasar suka sama suka
  11. Dilarang melakukan kontak fisik dengan pekerja perempuan yang dapat merugikan secara psikologis
  12. Mengedepankan komunikasi yang berempati dan tidak merendahkan
  13. Dilarang meminta bayaran pribadi atau imbalan lain
  14. Mengambil langkah wajar untuk melindungi kepentingan pekerja perempuan yang harus diwakili dalam pengambilan keputusan
  15. Merujuk pekerja perempuan ke petugas profesional bila diperlukan
  16. Menghentikan layanan bila tidak lagi diperlukan

 

Bagaimana langkah penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di perusahaan?

Ada sejumlah langkah-langkah utama dalam penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan di perusahaan.

  1. Pemetaan kebutuhan RP3 dengan menemukan angka, laporan, dan kasus kekerasan terhadap pekerja perempuan
  2. Membuat komitmen kesepakatan antara instansi pemerintah dan perusahaan dalam bentuk nota kesepahaman, perjanjian kerja bersama, atau bentuk lainnya.
  3. Penyediaan tempat, ruang, sarana, atau fasilitas yang disediakan perusahaan di dalamnya terdapat pelayanan korban, nomor kontak, petugas penerima aduan, formulir laporan, dan mekanisme rujukan
  4. Berkoordinasi dengan organisasi perangkat daerah yang membidangi urusan pemberdayaan perempuan bersama seluruh pemangku kepentingan dalam bentuk pertemuan berkala, focus group discussion (FGD), dan sinergi program dan kebijakan perlindungan terhadap pekerja perempuan
  5. Memilih petugas RP3 yang berasal dari pihak perusahaan, serikat pekerja, dan UPTD PPA.

 

Bagaimana tahap dan jenis kegiatan layanan pencegahan RP3?

Layanan pencegahan RP3 merupakan segala upaya untuk menghilangkan atau mengurangi faktor yang menyebabkan terjadi kekerasan, diskriminasi, dan pelanggaran terhadap pekerja. Upaya yang dilakukan yakni dengan berbagai strategi komunikasi, informasi, dan edukasi serta advokasi kebijakan mengenai pemenuhan hak-hak pekerja, terutama pekerja perempuan serta perusahaan, pengelola kawasan industri, dan pemerintah daerah.

Dalam penerapannya, kegiatan layanan pencegahan terdiri dari lima tahapan, yaitu:

1. Asesmen situasi dan pemetaan kasus

Tahapan ini dilakukan untuk mengungkap kasus kekerasan yang terjadi, pelaku, jenis kekerasan, besaran dan tingkatan kasusnya. Selain itu, pemetaan materi yang diperlukan dalam kegiatan pencegahan dan pihak mana yang menjadi sasaran utama kegiatan pencegahan

2. Penyusunan strategi pencegahan

Setelah pemetaan kasus kekerasan, RP3 merancang strategi pencegahan yang sesuai dengan kondisi yang terjad. Di tahap ini, pelibatan pekerja perempuan dan serikat pekerja menjadi penting. 

3. Penyusunan materi/kegiatan pencegahan

Strategi pada kelanjutannya akan diterapkan dalam kegiatan atau materi pencegahan yang tepat sasaran. Kegiatan yang disarankan dalam Permen PPPA No. 1 Tahun 2023, antara lain:

  1. Sosialisasi pencegahan kekerasan
  2. Menyelenggarakan training of trainer (TOT) untuk pionir, pelatih di perusahaan.
  3. Menyusun media atau materi edukasi dan informasi
  4. Menyelenggarakan diskusi kelompok pekerja terutama pekerja perempuan untuk membentuk lingkar aman (safe circle) di tempat kerja, dan
  5. Menyelenggarakan pertemuan koordinasi RP3 antara perusahaan, pemerintah daerah, dan serikat pekerja. 

4. Pelaksanaan kegiatan pencegahan

RP3 melaksanakan kegiatan pencegahan yang telah disusun sesuai rencana kegiatan. 

5. Pemantauan dan evaluasi kegiatan pencegahan

Setelah kegiatan terlaksana, RP3 memantau dan mengevaluasi kegiatan tersebut untuk mengetahui efektifitas dan dampaknya bagi sasaran pencegahan

 

Bagaimana tahap dan prosedur layanan penerimaan pengaduan dan tindak lanjut RP3?

Layanan penerimaan pengaduan dan tindak lanjut merupakan fungsi penerimaan laporan atas kasus pekerja terutama pekerja perempuan baik langsung maupun tidak langsung yang diterima oleh RP3 yang diberikan pada tahap awal dari keseluruhan komponen layanan kepada perempuan dan anak. Layanan ini juga untuk memenuhi hak dan pekerja perempuan dengan cara penyediaan, rujukan, dan pelimpahan kasus, melalui kerja sama, advokasi, dan memabngun jejaring dengann penyelenggara layanan perlindungan perempuan lainnya. 

Tahap dan prosedur layanan penerimaan pengaduan, yaitu:

  1. Penerimaan pengaduan
    Ada dua cara penerimaan pengaduan, yaitu pelapor datang langsung ke layanan RP3 dan pelapor melaporkan melalui saluran komunikasi (telepon, whatsapp, saluran siaga, surat cetak, atau surat elektronik), dilaporkan ke pihak lain selain pekerja, penjangkauan korban, rujukan dari penyelenggara layanan lain, dan pelimpahan dari penyelenggara layanan lain.
  2. Identifikasi kasus
    Identifikasi kasus adalah upaya mengenali kasus pekerja terutama pekerja perempuan yang meliputi:
  1. Mengumpulkan identitas kasus, yaitu nama, umur, pekerjaan, status pernikahan, alamat rumah, kontak korban, dan data relevan lainnya
  2. Melakukan identifikasi kelompok kasus, yaitu kasus kekerasan berbasis gender dan kasus perselisihan hubungan industrial. 
  3. Identifikasi risiko kasus untuk menentukan prioritas risiko kasus dari rendah, sedang, hingga tinggi.
  4. Asesmen masalah dan kebutuhan biopsikososial untuk menggali masalah dan kebutuhan pekerja terutama pekerja perempuan dari aspek fisik, psikis, sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya untuk intervensi layanan tindak lanjut secara komprehensif
  5. Rekomendasi tindak lanjut dilakukan setelah hasil asesmen sebelumnya. RP3 menyiapkan admisitrasi yang diperlukan berupa laporan kasus dan buktinya. 

Adapun tahap dan prosedur layanan tindak lanjut, yaitu:

  1. Pelaksanaan tencana tindak lanjut kasus
    Jika termasuk kasus kekerasan berbasis gender, maka petugas RP3 akan merujuk ke UPTD PPA berserta jaringan penyelenggara lainnya. Namun, apabila termasuk kasus perselisihan hubungan industrial, maka petugas RP3 melimpahkan kepada petugas perselisihan hubungan industrial dengan mengikuti 5 jenis penyelesaian masalah menurut UU No. 2 Tahun 2004.
  2. Hasil putusan masalah
    Untuk kasus kekerasan berbasis gender atau kekerasan berbasis gender terkait penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menimpa pekerja terutama pekerja perempuan, maka RP3 memantau hingga putusan masalah dihasilkan.
  3. Terminasi kasus
    Petugas layanan RP3 memberikan formulir terminasi untuk ditandatangani korban sebagai pernyataan bahwa hak dan kebutuhan korban telah terpenuhi dan kasus dapat diakhiri.

 

Bagaimana prosedur dan kegiatan layanan pendampingan RP3?

Layanan pendampingan RP3 menganut konsep layanan Victim-Centred Approach (atau layanan yang berpusat kepada korban). Konsep ini menjunjung kepentingan terbaik bagi korban pada apapun layanan yang diberikan. Hal ini bertujuan agar layanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan korban dan atas persetujuannya. Konsep ini juga dianggap paling memberdayakan korban tanpa menimbulkan ketergantungan korban pada pemberi layanan.  Adapun prosedur layanan pendampingan tersebut antara lain:

  1. Layanan pendampingan dilakukan beriringan dengan layanan penerimaan pengaduan dan layanan tindak lanjut
  2. Layanan pendampingan diberikan kepada keseluruhan komponen layanan tindak lanjut, yaitu layanan kesehatan, bantuan dan penegakan hukum, mediasi, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial serta terminasi.
  3. Memberikan dukungan psikososial awal, seperti perawatan praktis, menilai kebutuhan dan perhatian yang diperlukan, membantu mengakses layanan, melakukan advokasi, mendengarkan cerita keluhan, dan membantu pekerja terutama pekerja perempuan untuk merasa tenang dan nyaman serta melindungi dari keterpaparan lebih lanjut
  4. Memahami mekanisme dan prosedur seluruh layanan
  5. Menghormati kewenangan masing-masing pihak dalam berkoordinasi dengan penyelenggara layanan perlindungan perempuan dan anak lainnya
  6. Bertanggung jawab dari awal hingga terminasi kasus

 

Baca juga:

Hak Pekerja Perempuan

FAQ Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual di Tempat Kerja

Kekerasan Berbasis Gender di Dunia Kerja



Sumber:

Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2023

Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2020

SIMFONI-PPA 

Laporan Survei Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja Indonesia Tahun 2022 dari Never Okay Project

 
Loading...