Keselamatan dan Kesehatan Kerja

This page was last updated on: 2024-08-16

Perlindungan dari majikan

Sesuai dengan UU Ketenagakerjaan tahun 2003, setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (UU Keselamatan Kerja) mengatur tentang prinsip-prinsip dasar yang berkaitan dengan pelaksanaan keselamatan kerja. Tindakan harus diambil untuk mencegah kecelakaan dan ledakan; untuk mengurangi kemungkinan kebakaran dan untuk memadamkan api; dan setiap tindakan lain yang disebutkan sehubungan dengan tempat kerja. Undang-undang tersebut juga memiliki ketentuan terkait pintu keluar kebakaran; pertolongan pertama jika terjadi cedera, perlindungan dari polutan seperti gas, kebisingan, dll; perlindungan dari penyakit akibat kerja; dan penyediaan alat pelindung diri bagi pekerja.

Semua kecelakaan harus dilaporkan kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Ketenagakerjaan. UU Keselamatan Kerja mencantumkan daftar industri yang memerlukan pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja. Pemeriksaan kesehatan tahunan juga harus dilakukan.

Pihak pengusaha yang mempekerjakan 100 (serratus) atau lebih pekerja yang terlibat dalam pekerjaan/kegiatan berisiko tinggi, maka harus menetapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang sesuai dengan persyaratan hukum. Perwakilan pekerja harus menyetujui sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja; yang juga harus dijelaskan kepada semua pekerja, pemasok, dan pelanggan. Kementerian Ketenagakerjaan harus mengawasi penerapan sistem tersebut, serta mengevaluasi dan menilai sistem tersebut secara berkala.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 7 Tahun 1964 tentang Persyaratan Kesehatan dan Kebersihan, serta Penerangan di Tempat Kerja, menetapkan persyaratan tertentu di tempat kerja yang sesuai. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah kebakaran, kecelakaan, keracunan, infeksi penyakit akibat kerja, penyebaran debu, gas, uap, dan bau yang tidak sedap. Kementerian Ketenagakerjaan telah mengeluarkan peraturan baru melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan  Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja yang mencabut peraturan tahun 1964 di atas. Peraturan tersebut memberikan pedoman baru untuk nilai ambang batas kimia dan fisik, dan juga memberikan pedoman kualitas udara dalam ruangan untuk menciptakan tempat kerja yang layak.

Bangunan harus menyediakan penerangan yang cukup, pengatur suhu, dan ventilasi; kebersihan, penyimpanan, dan pembuangan limbah secara berkala; bangunan harus dibangun dengan baik dan terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar; pengecatan dinding dan langit-langit secara berkala setidaknya setiap 5 (lima) tahun sekali; WC terpisah untuk pria dan wanita (satu WC untuk setiap 15 karyawan); pengaturan higienis untuk kebutuhan personel; minuman dan makanan; penginapan personel (jika ada); stasiun kerja dan pengaturan tempat duduk; dan penerangan darurat pada malam hari di tempat kerja.

Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur faktor psikologi yang meliputi faktor yang mempengaruhi aktivitas pekerja, faktor yang diakibatkan oleh hubungan antar personal di tempat kerja, dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha dapat berakhir apabila pengusaha memerintahkan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang membahayakan nyawa, keselamatan, kesehatan dan atau moral pekerja, yang tidak diberitahukan atau diberitahukan kepada pekerja. pada saat perjanjian kerja dibuat.

Sumber: §86 & 154A (g.6) Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 6/2023)

Perlindungan gratis

Tidak ada ketentuan khusus dalam undang-undang tentang penyediaan sandang, namun UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pemberi kerja berkewajiban untuk menyediakan dan menyelenggarakan skema kesehatan dan keselamatan. Namun Undang-Undang Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970 memiliki ketentuan tentang peralatan perlindungan diri dan mengharuskan pengusaha untuk menyediakan peralatan tersebut secara gratis kepada pekerja dan pelatihan yang diperlukan tentang penggunaan peralatan tersebut. Pekerja juga berkewajiban untuk memenuhi dan mematuhi semua persyaratan kesehatan dan keselamatan serta menggunakan alat pelindung diri yang disediakan oleh pemberi kerja. Pekerja dapat mengajukan keberatan dan berhenti bekerja apabila peralatan pelindung yang diperlukan tidak disediakan.

Sumber : §86(2) Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 6/2023); §9, 12 & 14 of Undang-Undang Keselamatan Kerja (UU No. 1/ 1970)

Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja

Setiap bentuk usaha harus memiliki sistem kesehatan dan keselamatan untuk diintegrasikan ke dalam sistem manajemen perusahaan. Merupakan tanggung jawab pemberi kerja untuk memberikan instruksi, pelatihan dan pengawasan yang diperlukan untuk memastikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya.

Sumber : §87(1) Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No.13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6/2023).

Sistem pengawasan tenaga kerja

Pengaturan mengenai Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan:

  • Undang-Undang Pengawasan Ketenagakerjaan (UU No. 3/1951).
  • Undang-Undang Keselamatan Kerja (UU No. 1/1970).
  • Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No.13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6/2023).
  • Peraturan Presiden Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan (Peraturan Presiden No. 21/2010).
  • Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan (Permenaker No. 33 Tahun 2016).

Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh pengawas ketenagakerjaan pemerintah yang ditetapkan oleh Menteri atau pejabat pemerintah lainnya yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Menteri, yang memiliki kompetensi dan independensi untuk menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.

Undang-undang tersebut mensyaratkan adanya unit pengawasan ketenagakerjaan tersendiri di instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di tingkat Pusat dan Provinsi, yang bertugas untuk menyampaikan laporan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri terkait.

Pengawas Ketenagakerjaan, dalam menjalankan tugasnya, harus merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya perlu atau layak untuk dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan wewenangnya.

Dalam menerima pengaduan dari pekerja, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari pengawas ketenagakerjaan harus membuat nota/laporan pemeriksaan, dan memberikan nota pemeriksaan tersebut kepada pengusaha dan pekerja.

Pengawas ketenagakerjaan juga dapat berkoordinasi dengan Penyidik ​​Polri dalam hal penerbitan berita acara/nota pemeriksaan.

Pengusaha tidak dapat memberhentikan pekerja yang melaporkan kepada pihak yang berwenang tentang kejahatan yang dilakukan oleh pengusaha.

Sumber : §01, 153(1.h), 176-181 Undang-Undang Ketenagakerjaan (UU No.13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UU No. 6/2023); Undang-Undang Pengawasan Ketenagakerjaan (UU No. 3/1951);  Undang-Undang Keselamatan Kerja (UU No. 1/1970; Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU No. 23/2014); Peraturan Presiden Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan (PerPres No. 21/2010); Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Tata Cara Pengawasan Ketenagakerjaan (Permenaker No. 33 Tahun 2016) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Perubahan atas Nomor 33 Tahun 2016 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan (Permenaker No. 1/2020).

Peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja

 
Loading...