Pada tanggal 30 Desember 2022, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Sebagian teman-teman pekerja mungkin kebingungan, mengapa setelah ada Undang-undang Cipta Kerja yang mengubah banyak aturan ketenagakerjaan di Indonesia kemudian muncul lagi Perpu Cipta Kerja.
Padahal, pada 25 November 2021, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan UU Cipta Kerja sebagai inkonstitusional bersyarat. Itu artinya pembentukannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan, atau hingga 25 November 2023.
Ingin tau mengenai Perpu Cipta Kerja dan kedudukannya terhadap UU Cipta Kerja? Berikut pembahasannya.
Apa itu Perpu atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang?
Pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur dalam sebuah Undang-undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3). Di dalamnya, menyebutkan beberapa jenis aturan perundang-undangan yang berlaku, serta mengatur tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan sebuah aturan hingga dapat disahkan.
UU P3 mengenal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sebagai Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang P3).
Berbeda dengan Undang-undang yang dibahas dan dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Presiden, Perpu adalah produk hukum yang dapat dibentuk sepihak oleh Presiden. DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Perpu (pasal 52 UU P3). Artinya tanpa proses legislasi di DPR, Perpu sudah berlaku sejak Pemerintah menetapkannya dan mendapat persetujuan DPR.
Namun agar tak disalahgunakan, UU P3 memberi persyaratan adanya ‘hal ihwal kegentingan yang memaksa’ hingga sebuah Perpu dianggap sah untuk diterbitkan.
Apakah yang dimaksud dengan 'kegentingan yang memaksa' di Perpu Cipta Kerja?
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VII/2009 memuat tiga syarat atau kondisi agar disebut sebagai ‘kegentingan yang memaksa‘, yakni:
- Kebutuhan mendesak penyelesaian masalah hukum secara cepat.
- Peraturan perundang-undangan yang dibutuhkan belum ada atau belum memadai, dan
- Kekosongan hukum yang terjadi tidak dapat diatasi dengan prosedur pembuatan Undang-undang yang pada umumnya membutuhkan waktu yang lama.
Dalam pertimbangan atau alasan yang menggambarkan ’kegentingan yang memaksa‘ dari Perpu Cipta Kerja, Pemerintah menyebutkan perlunya Perpu guna merespon kebutuhan mendesak untuk mengantisipasi kondisi ekonomi dan geopolitik global.
Pemerintah juga menganggap penting menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebut UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, mengingat putusan ini telah membawa dampak kekosongan hukum hingga sepatutnya diterbitkan aturan untuk mengisi kekosongan hukum dan menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Apakah Perpu Cipta Kerja mengubah Undang-Undang Cipta Kerja?
Hampir seluruh aturan dalam Perpu Cipta Kerja mengadopsi aturan yang berlaku di UU Cipta Kerja. Misalnya ruang lingkup yang diatur oleh Perpu Cipta Kerja sama dengan UU Cipta Kerja, termasuk di dalamnya ruang lingkup Ketenagakerjaan.
Demikian pula tujuan dibalik pembentukan Perpu Cipta Kerja sama persis dengan UU Cipta Kerja. Namun demikian, terdapat hal penting yang diubah oleh Perpu Cipta Kerja.
Pada pasal mengenai upah minimum, Perpu menambahkan pasal 88F yang menegaskan “Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan Upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2).”
Aturan demikian belum pernah ada baik dalam UU Cipta Kerja maupun peraturan turunannya mengenai Pengupahan yakni Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021.
Artinya melalui Perpu Cipta Kerja yang proses pembentukannya tertutup dan makin sulit mendapat partisipasi publik/buruh, Pemerintah dapat saja mengubah aturan ketenagakerjaan bahkan yang paling krusial sekalipun yakni mengenai pengupahan.
Apakah UU Cipta Kerja masih berlaku setelah terbitnya Perpu Cipta Kerja?
Ya. Pada BAB XV Pasal 184 Perpu Cipta Kerja menyebut semua peraturan pelaksana dari UU Cipta Kerja masih berlaku selama tidak bertentangan dengan Perpu Cipta Kerja.
Selain itu, UU P3 menegaskan bahwa hierarki Perpu berada dibawah UU, yang artinya kekuatan hukum UU lebih tinggi daripada Perpu. Dalam hal Perpu bertentangan dengan UU, maka yang berlaku adalah UU.
Bagaimana sikap serikat pekerja terhadap Perpu Cipta Kerja?
Serikat Pekerja/Serikat buruh memberikan beragam tanggapan terkait Perpu Cipta Kerja. Sebagian besar dari gerakan buruh melakukan penolakan. Gelombang penolakan pun sudah terjadi sejak UU Cipta Kerja dibahas dan ditetapkan.
Demikian pula review terhadap UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi-pun diinisiasi sebagian besar oleh gerakan buruh. Oleh karenanya ketika dinyatakan inkonstitusional bersyarat, putusan ini disambut baik dan dianggap sebagai kemenangan bagi kaum buruh.
Sayangnya meski telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, UU Cipta Kerja dan aturan turunannya tetap berlaku dan beberapa aturan di dalamnya telah menjadi dasar hukum memperburuk kondisi kerja buruh.
Serikat Pekerja/Serikat Buruh berharap pembuat Undang-undang mengindahkan amanat putusan Mahkamah Konstitusi untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna.
Faktanya Pemerintah justru menjawab harapan ini dengan menguatkan Cipta Kerja menggunakan jenis peraturan perundang-undangan yang pembahasannya tertutup, tanpa partisipasi publik. Hal ini terlihat dari pembahasan dan persetujuan Perpu oleh DPR yang hanya berlangsung 47 hari.
Banyak pihak menyebut, Perpu ini juga melanggar amanat dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan Negara untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan strategis. Selain itu, ia melarang Negara untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru terkait UU Cipta Kerja selama 2 tahun sejak dianggap inkonstitusional bersyarat.
Berbagai alasan inilah yang melatarbelakangi sikap pimpinan sejumlah Serikat Pekerja/Serikat Buruh menolak isi maupun proses pembentukan Perpu Cipta Kerja dan melakukan uji formil dan juga uji materiil terhadap Perpu Cipta Kerja.
Baca juga:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Sumber:
https://pshk.or.id/blog-id/perbaikan-uu-cipta-kerja-setelah-revisi-uu-ppp/
https://www.kompas.id/baca/opini/2023/03/09/nasib-perppu-cipta-kerja