Apa yang dimaksud dengan Jaminan Kecelakaan Kerja?
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (PP 44/2015), Jaminan Kecelakaan Kerja atau JKK adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
Pada prinsipnya jaminan ini melindungi agar pekerja yang tidak mampu bekerja akibat kecelakaan kerja, menjadi disabilitas, atau mengalami sakit akibat kerja tetap dijamin kehidupannya dan memperoleh hak-haknya sebagai pekerja seperti sebelum terjadi kecelakaan kerja atau mengalami sakit akibat kerja.
Apa saja lingkup kecelakaan kerja?
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja, misalnya pekerja di pabrik tekstil didiagnosa mengalami peradangan akut pada saluran pernafasan, akibat menghirup debu serat kapas dalam kadar yang tinggi dan dalam waktu yang lama.
Siapa saja yang dapat menjadi peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja?
Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas PP 44/2015 mengatur, peserta program JKK terdiri dari:
- Peserta penerima upah yang bekerja pada penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Peserta penerima upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain penyelenggara negara, meliputi:
a. Pekerja pada perusahaan
b. Pekerja pada orang perseorangan, dan
c. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan. - Peserta bukan penerima upah, meliputi:
a. Pemberi Kerja
b. Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri, dan
c. Pekerja bukan penerima upah selain pekerja di luar hubungan kerja/mandiri
Siapa yang menjadi penyelanggara program Jaminan Kecelakaan Kerja?
Bagi peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, pimpinan dan anggota lembaga negara nonstruktural (seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPK, OJK, dsb.), serta peserta bukan penerima upah, program JKK diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan bagi pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara yang berstatus calon pegawai negeri sipil, pegawai negeri sipil, pegawai pemerintah dengan perjajian kerja, prajurit
TNI, anggota Polri, pejabat negara, prajurit siswa TNI, dan peserta didik Polri diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri (pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas PP 44/2015)
Apakah perusahaan wajib mendaftarkan pekerja dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja?
Ya. Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta dalam program JKK pada BPJS Ketenagakerjaan. Termasuk perusahaan skala usaha besar, menengah, kecil dan mikro yang bergerak dibidang usaha jasa konstruksi yang mempekerjakan pekerja harian lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu (pasal 53 PP 44/2015).
Apa saja manfaat yang bisa didapat oleh peserta penerima upah dari Jaminan Kecelakaan Kerja?
Manfaat program JKK menjadi semakin baik karena adanya perubahan peningkatan manfaat sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor. 82 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (PP 82/2019). Manfaat yang diberikan, antara lain:
1. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan sesuai kebutuhan medis yang meliputi:
a. Pemeriksaan dasar dan penunjang
b. Perawatan tingkat pertama dan lanjutan
c. Rawat inap kelas I Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Pemerintah Daerah, atau Rumah Sakit swasta yang setara
d. Perawatan intensif
e. Penunjang diagnosti
f. Penanganan, termasuk komorbiditas dan komplikasi yang berhubungan dengan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
g. Pelayanan khusus
h. Alat kesehatan dan implant
i. Jasa dokter/medis
j. Operasi
k. Pelayanan darah
l. Rehabilitasi medik
m. Perawatan di rumah (homecare) diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Diberikan kepada peserta yang tidak memungkinkan melanjutkan pengobatan ke rumah sakit karena keterbatasan fisik dan/atau kondisi geografis
2) Diberikan berdasarkan rekomendasi dokter
3) Dilaksanakan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan
4) Diberikan maksimal 1 (satu) tahun dengan batasan biaya paling banyak sebesar Rp. 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
n. Pemeriksaan diagnostik dalam penyelesaian kasus penyakit akibat kerja.
2. Santunan berupa uang meliputi:
- Penggantian biaya transportasi dengan rincian:
1) Transportasi darat, sungai atau danau maksimal sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah);
2) Transportasi laut maksimal sebesar Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah);
3) Transportasi udara maksimal sebesar Rp. 10.000.000,00; dan
4) Jika menggunakan lebih dari 1 (satu) angkutan maka berhak atas biaya paling banyak dari masing-masing angkutan yang digunakan. - Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) dengan rincian sebagai berikut:
1) 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari upah
2) 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari upah
3) 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari upah. - Santunan Cacat, meliputi:
1) Cacat sebagian anatomis sebesar % sesuai tabel cacat x 80 x upah sebulan
2) Cacat sebagian fungsi sebesar % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel cacat x 80 x upah sebulan
3) Cacat total tetap sebesar 70% x 80 x upah sebulan. - Santunan kematian sebesar 60% x 80 x upah sebulan, paling sedikit sebesar santunan kematian JKM.
- Biaya pemakaman sebesar Rp. 10.000.000,00.
- Santunan berkala diberikan jika peserta mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja dan dibayarkan sekaligus sebesar Rp. 12.000.000 (dua belas juta rupiah).
- Rehabilitasi berupa alat bantu (orthose) dan/atau alat ganti (prothese) bagi peserta yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat Kecelakaan Kerja untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta biaya rehabilitas medik.
- Penggantian biaya gigi tiruan maksimal Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
- Penggantian alat bantu dengar maksimal Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
- Penggantian biaya kacamata maksimal Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
- Beasiswa untuk paling banyak 2 (dua) orang anak peserta dan diberikan jika peserta mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Diberikan berkala setiap tahun sesuai dengan tingkat pendidikan anak dengan rincian sebagai berikut:
a) Pendidikan TK sebesar Rp. 1.500.000,00/orang/tahun, maksimal 2 (dua) tahun;
b) Pendidikan SD/sederajat sebesar Rp. 1.500.000,00/orang/tahun, maksimal 6 (enam) tahun;
c) Pendidikan SMP/sederajat sebesar Rp. 2.000.000,00/orang/tahun, maksimal 3 (tiga) tahun;
d) Pendidikan SMA/sederajat sebesar Rp. 3.000.000,00/orang/tahun, maksimal 3 (tiga) tahun;
e) Pendidikan tinggi maksimal Strata 1 (S1) atau pelatihan sebesar Rp. 12.000.000,00/orang/tahun, maksimal 5 (lima) tahun.
2) Pengajuan klaim beasiswa dilakukan setiap tahun.
3) Bagi anak dari peserta yang belum memasuki usia sekolah sampai dengan sekolah di tingkat dasar pada saat peserta meninggal dunia atau mengalami cacat total tetap, beasiswa diberikan pada saat anak memasuki usia sekolah.
4) Beasiswa berakhir pada saat anak peserta mencapai usia 23 (dua puluh tiga) tahun atau menikah atau bekerja.
3. Program Kembali Kerja (Return To Work)
Program Return To Work (RTW) merupakan pemberian manfaat program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) secara menyeluruh, mulai dari pelayanan Kesehatan, rehabilitasi dan pelatihan kerja agar peserta dapat bekerja Kembali dan diberikan dengan ketentuan:
- Diberikan bagi peserta yang mengalami kecacatan akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja.
- Pemberi Kerja tertib membayar iuran.
- Ada rekomendasi dari Dokter Penasehat bahwa peserta perlu difasilitasi dalam Program Kembali Kerja (Return To Work)
- Pemberi Kerja dan Peserta bersedia menandatangani surat persetujuan mengikuti Program Kembali Kerja.
Bagaimana ketentuan pendaftaran, besarnya iuran, serta tata cara pembayaran iuran bagi peserta (Penerima Upah, Bukan Penerima Upah, dan Pekerja Migran Indonesia) Jaminan Kecelakaan Kerja?
Ketentuan pendaftaran, besarnya iuran, serta tata cara pembayaran iuran bagi peserta penerima upah, bukan penerima upah, dan pekerja migran Indonesia, berbeda-beda. Perbedaannya dapat dilihat dalam tabel berikut:
Keterangan |
Penerima Upah |
Bukan Penerima Upah |
Pekerja Migran Indonesia |
Bentuk Manfaat |
Manfaat yang diterima oleh peserta adalah pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan) sesuai kebutuhan medis, santunan berupa uang dan Program Kembali Bekerja (Return to work). |
Manfaat yang diterima oleh peserta adalah pelayanan kesehatan (perawatan dan pengobatan) sesuai kebutuhan medis, dan santunan berupa uang. |
Manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan Kesehatan yang diberikan pada saat peserta Pekerja Migran Indonesia (PMI) mengalami kecelakaan pada saat sebelum bekerja, selama bekerja dan setelah bekerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya. |
Pihak yang Melakukan Pendaftaran |
Perusahaan |
Dapat dilakukan secara perorangan atau melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh peserta |
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) atau PMI yang bersangkutan |
Pihak yang Melakukan Pelaporan adanya Perubahan Data |
Perusahaan |
Dapat dilakukan secara perorangan atau melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh peserta |
Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) atau PMI yang bersangkutan |
Besar Iuran |
Dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok tingkat risiko lingkungan kerja: Kelompok I (tingkat resiko sangat rendah) 0,10% x upah kerja sebulan Kelompok II (tingkat resiko rendah) 0,40% x upah kerja sebulan Kelompok III (tingkat resiko sedang) 0,75% x upah kerja sebulan Kelompok IV (tingkat resiko tinggi)1,13% x upah kerja sebulan Kelompok V (tingkat resiko sangat tinggi) 1,60% x upah kerja sebulan. |
Besar iuran disesuaikan dengan penghasilan peserta masing-masing, dengan perhitungan iuran antara yang paling rendah sebesar Rp. 10.000 hingga yang paling tinggi sebesar Rp. 207.000/bulan |
Calon pekerja migran (CPMI) melalui perusahaan, membayar Rp. 370.000 sebelum berangkat ke negara tujuan, untuk 31 bulan perlindungan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. CPMI Perseorangan sebesar Rp. 332.500 dibayar sekaligus sebelum berangkat. |
Upah yang dijadikan dasar menghitung iuran |
Upah sebulan, yaitu terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap Untuk upah harian, upah sebulan dihitung dari upah sehari dikalikan 25 Untuk upah borongan dihitung dari upah rata-rata 3 bulan atau 12 bulan terakhir |
- |
- |
Cara Pembayaran Iuran |
Dibayarkan oleh perusahaan paling lambat tanggal 15 bulan Bila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. |
Dibayarkan oleh peserta yang bersangkutan atau melalui wadah, atau kelompok tertentu yang dibentuk oleh peserta, paling lambat tanggal 15 bulan Bila tanggal tersebut jatuh pada hari libur, iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. |
Pembayaran iuran program JKK dibayarkan sebelum keberangkatan ke negara tujuan. |
Terlambat Mengiur |
Perusahaan dikenakan denda sebesar 2% dari iuran yang harus dibayarkan |
Tidak ada denda namun ada manfaat JKK yang tidak dapat diberikan |
Tidak ada denda namun ada manfaat JKK yang tidak dapat diberikan |
Kapan kecelakaan kerja harus dilaporkan/diklaim kepada pihak BPJS Ketenagakerjaan? Aapakah ada masa kadaluarsa?
Ada. Pasal 26 PP 82/2019 mengatur hak untuk menuntut manfaat JKK akan gugur atau hilang apabila telah melewati waktu 5 (lima) tahun sejak kecelakaan kerja terjadi atau sejak penyakit akibat kerja didiagnosis. Sebelumnya melalui PP 44/2015 dibatasi hanya 2 (dua) tahun. Aturan 5 tahun dianggap lebih melindungi mengingat dampak penyakit akibat kerja yang biasanya baru diketahui atau dirasakan dalam jangka panjang.
Apakah manfaat program JKK harus menunggu penetapan peristiwa sebagai kecelakaan kerja?
Tidak. Melalui ketentuan baru PP 49/2023 diatur pemberian manfaat JKK pada dugaan kecelakaan kerja, mengingat seringkali diagnosa kecelakaan kerja khususnya yang berupa penyakit akibat kerja membutuhkan pemeriksaan mendalam dan dalam waktu yang cukup lama. Atau artinya manfaat program JKK tidak harus menunggu kesimpulan atau penetapan status sebagai kecelakaan kerja. Dalam hal dugaan Kecelakaan Kerja telah disimpulkan atau ditetapkan merupakan kecelakaan kerja, semua biaya pelayanan kesehatan menjadi manfaat JKK namun bila disimpulkan atau ditetapkan bukan merupakan kecelakaan kerja, semua biaya pelayanan kesehatan ditanggung oleh peserta, BPJS Kesehatan, atau penyelenggara jaminan lainnya misal asuransi kesehatan swasta (pasal 25A dan 26E PP 49/2023).
Bagaimana tata cara pengajuan Jaminan Kecelakaan Kerja?
Apabila terjadi kecelakaan kerja pengusaha wajib melakukan hal-hal berikut:
- Mengisi form BPJS Ketenagakerjaan 3 (laporan kecelakaan tahap I) dan mengirimkan kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 Jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.
- Setelah tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal dunia oleh dokter yang merawat, pengusaha wajib mengisi form 3a (laporan kecelakaan tahap II) dan dikirim kepada BPJS Ketenagakerjaan tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak tenaga kerja dinyatakan sembuh/meninggal. Selanjutnya BPJS Ketenagakerjaan akan menghitung dan membayar santunan dan ganti rugi kecelakaan kerja yang menjadi hak tenaga kerja/ahli waris.
- Form BPJS Ketenagakerjaan 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan pembayaran jaminan disertai bukti-bukti:
a. Fotokopi kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan
b. Surat keterangan dokter yang merawat dalam bentuk form BPJS Ketenagakerjaan 3b atau 3c
c. Kwitansi biaya pengobatan dan perawatan serta kwitansi pengangkutan
Bagaimana apabila perusahaan tidak mendaftarkan pekerja dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja? Apa yang dapat dilakukan oleh pekerja?
Dalam hal perusahaan tidak mendaftarkan pekerja dalam program JKK, pekerja dapat melaporkan perusahaan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Selanjutnya BPJS Ketenagakerjaan akan melakukan pengawasan dan perusahaan akan dikenakan kewajiban membayar kekurangan pembayaran sesuai manfaat JKK. Selain itu perusahaan juga dapat dikenai sanksi administratif, berupa:
- Teguran tertulis
- Denda, dan/atau
- Tidak mendapat pelayanan publik tertentu, meliputi
a. Pelayanan perizinan terkait usaha
b. Izin yang diperlukan dalam mengikuti tender proyek
c. Izin mempekerjakan tenaga kerja asing
d. Izin perusahaan penyedia jasa pekerja atau buruh, atau
e. Izin mendirikan bangunan
Sanksi administratif tersebut di atas, juga dikenakan pada perusahaan yang tidak melaporkan perubahan data pekerjanya (bila ada), terjadi kekurangan pembayaran iuran JKK karena perusahaan melaporkan upah tidak sesuai dengan upah yang diterima pekerja, tidak membayarkan iuran JKK sama sekali, atau tidak melaporkan terjadinya kecelakaan kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan (pasal 59 PP 44/2015)
Baca Juga
BPJS Kesehatan - Keanggotaan dan Pendaftaran
BPJS Kesehatan - Iuran dan Layanan
Sumber
Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
Peraturan Pemerintah Nomor. 82 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun
Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua
Peraturan Pemerintah No. 49 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian