BAB I: UMUM
Pasal 1: Pihak yang Mengadakan Kesepakatan/Perjanjian
PT. Wongso Pawiro yang berkedudukan di Pematang Siantar dalam hal ini selanjutnya disebut Pihak Perusahaan.
Dengan
Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK - SP - RTMM- FSPSI), Pengurus Komisariat - Makanan, Minuman, Pariwisata, Hotel dan Tembakau - Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (PK - KAMIPARHO - SBSI), dan Serikat Pekerja Ikatan Persaudaraan Dan Tolong Menolong (SP - IPTM) yang masing masing telah berdiri secara syah di PT. Wongso Pawiro Pematang Siantar, yang dalam hal ini mewakili anggotanya masing-masing, selanjutnya disebut sebagai Serikat Pekerja/Buruh.
Pasal 2: Istilah-istilah
1.Perusahaan: ialah PT. Wongso Pawiro, Pematang Siantar.
2.Pengusaha: ialah Pimpinan Perusahaan PT. Wongso Pawiro atau unsur manajemen yang mewakilinya dan yang bertindak atas nama pimpinan Perusahaan.
3.Serikat Pekerja: ialah PUK-SP-RTMM-SPSI PT. WP Pematang Siantar, Buruh PK-KAMIPARHO SBSI PT.WP Pematang Siantar, dan SP-IPTM PT. WP Pematang Siantar
4.Pekerja/Karyawan: ialah semua Pekerja yang berdasarkan syarat-syarat tertentu diterima bekerja di Perusahaan.
Pekerja wanita yang telah diterima bekerja di Perusahaan dianggap/dipandang sebagai berstatus tidak nikah/single, kecuali yang sudah janda dan anaknya menjadi tanggungan, atau yang suaminya tidak dapat mencari nafkah karena cacat fisik dan mental.
5.Istri: ialah istri pertama yang syah menurut undang-undang dan telah didaftarkan oleh pekerja di Perusahaan. Apabila istri pertama tersebut meninggal dunia atau bercerai secara syah menurut undang-undang, maka istri berikutnya yang syah menurut undang-undang dan telah didaftarkan di Perusahaan dianggap sebagai istri pertama.
6.Suami: ialah Suami pekerja yang syah menurut undang-undang dan telah didaftarkan oleh pekerja di Perusahaan. Apabila suami meningal dunia atau bercerai secara syah menurut undang-undang, maka suami berikutnya yang syah menurut undang-undang dan telah didaftarkan pekerja di Perusahaan dianggap sebagai suami.
7.Anak: ialah anak pekerja sendiri yang syah menurut undang-undang, yang berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun, belum berpenghasilan sendiri dan belum pernah menikah dan masih menjadi tanggungan pekerja dengan jumlah maksimum 3 orang.
8.Ahli waris: ialah Istri atau Suami atau Anak atau orang lain yang ditunjuk oleh pekerja yang bersangkutan untuk menerima hak Warisan berupa pembayaran akibat pekerja tersebut meninggal dunia dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
9.Keluarga: ialah suami atau istri dan anak-anak pekerja yang terdaftar di Perusahaan.
10.Hari Kerja: ialah hari-hari kerja biasa yang ditentukan bagi Pekerja selama 6 (enam) hari dalam seminggu, kecuali hari tersebut ditentukan Pemerintah sebagai hari libur resmi.
11.Jam Kerja: ialah dimana pekerja ditetapkan harus berada ditempat kerja dan melaksanakan pekerjaan.
12.Kerja Lembur: ialah pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) seminggu, bekerja pada hari istirahat minguan atau bekerja pada hari Iibur resmi yang pelaksanaannya sesuai dengan prosedur yang berlaku di Perusahaan.
13.Hari Libur: ialah hari libur resmi yang ditetapkan oleh pemerintah atau ditetapkan Perusahaan, di mana pekerja dibebaskan dari kewajiban bekerja.
14.Tempat Kerja: ialah tempat di mana pekerja ditempatkan/ditugaskan di lingkungan Perusahaan.
15.Perawatan: ialah penyembuhan penyakit yang memerlukan rawat inap di rumah sakit.
16.Pengobatan: Penyembuhan penyakit yang memerlukan rawat inap di rumah sakit.
17.Penyelenggara Program Jamsostek: PT Jamsostek dan PT Askes
Pasal 3: Maksud Dan Tujuan Diadakannya KKB
1.Mewujudkan dan memelihara hubungan kerja yang lebih harmonis dan mantap dengan mengatur kepastian hak dan kewajiban masing-masing Pihak, termasuk syarat-syarat kerja, hubungan kerja dan hubungan industrial. Dengan demikian ketenangan kerja dan ketenangan Perusahaan lebih terjamin untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kerja serta peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya.
2.Meningkatkan pengertian dan kesadaran bersama, bahwa pengaturan hak dan kewajiban yang berlaku di Perusahaan bukan semata-mata kehendak sama pihak, tetapi merupakan hasil kesepakatan. Oleh karena itu, ketentuan yang telah disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama/Kesepakatan Kerja Bersama ini menjadi ketentuan yang berlaku umum dan harus dipatuhi oleh semua pihak termasuk para pekerja tanpa memandang keanggotaan Serikat Pekerja/Buruh.
Pasal 4: Luasnya Kesepakatan
1.Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh menyetujui bahwa PKB/KKB ini terbatas pada hal-hal yang bersifat umum dan berlaku umum seperti tercantum dalam PKB/KKB ini. Oleh karena ini, Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh tetap mempunyai hak-hak lain yang diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang yang berlaku.
2.Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh sama-sama menyetujui bahwa PKB/KKB ini berlaku dan diberlakukan kepada pengusaha dan semua pekerja tetap (yang telah lewat masa percobaan), kecuali pekerja yang hubungan kerjanya diatur secara khusus dalam perjanjian tersendiri.
Pasal 5: Kewajiban Pengusaha Dan Serikat Pekerja/Buruh
1.Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh berkewajiban untuk memberitahukan dan menjelaskan isi dari PKB/KKB ini kepada pekerja dalam berbagi kesempatan.
2.Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh berkewajiban untuk mentaati isi PKB/KKB ini dan dapat mengingatkan pihak yang melanggar atau tidak mengindahkannya. Selaniutnya Serikat Pekerja/Buruh berkewajiban menertibkan anggotanya agar selalu mematuhi isi PKB/KKB ini.
3.Dalam menjalankan kewajiban masing-masing, Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh harus bertindak secara adil dan bijaksana dengan berpedoman isi PKB/KKB ini serta peraturan Perundangan yang berlaku.
Pasal 6: Pengakuan Hak Pengusaha Dan Serikat Pekerja/Buruh
1.Serikat Pekerja/Buruh mengakui, bahwa Pengusaha mempunyai hak dan wewenang penuh untuk mengatur dan mengelola jalannya Perusahaan termasuk pengaturan para pekerja sesuai kebutuhan Perusahaan.
2.Pengusaha mengakui bahwa Serikat Pekerja/Buruh adalah wadah para pekerja yang syah, dalam perusahaan. Dengan demikian akan mewakili seluruh anggotanya baik secara perorangan maupun secara kolektif dalam masalah Ketenagakerjaan atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan Hubungan Kerja, syarat-syarat kerja dan perselisihan.
3.Serikat Pekerja/Buruh wajib membantu pimpinan Perusahaan, atau wakilnya dalam membina, mengatur dan menertibkan para pekerja agar tidak melanggar ketentuan dalam PKB/KKB ini.
4.Dalam hal menjalankan tugasnya masing-masing, Serikat Pekerja/Buruh dan Pengusaha menghindarkan tindakan-tindakan campur tangan/intervensi yang dapat merugikan pihak lain.
Pasal 7: Pertemuan Pengusaha Dengan Serikat Pekerja/Buruh
1.Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh sepakat untuk mengadakan pertemuan berkala guna membahas/memusyawarahkan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan keharmonisan hubungan kerja sesuai dengan kebutuhannya, minimal sekali dalam dua bulan.
2.Pertemuan tersebut sifatnya adalah konsultasi atau tukar informasi untuk menyatukan langkah dan persepsi.
3.Untuk kelancaran pertemuan/musyawarah tersebut Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh masing-masing dapat menunjuk Wakilnya untuk mengikuti pertemuan dimaksud dan selalu berupaya untuk menghasilkan suatu mufakat yang adil dan bijaksana dengan memedomani isi Perjanjian Kerja Bersama ini secara keseluruhan.
Pasal 8: Keanggotaan Serikat Pekerja/Buruh
1.Keanggotaan Serikat Pekerja/Buruh adalah sukarela dan terbuka bagi setiap pekerja di lingkungan Perusahaan.
2.Para Pekerja yang mengikat perjanjian kerja khusus dapat menjadi angota Serikat Pekerja/Buruh.
3.Pekerja yang menduduki jabatan tertentu dan/atau yang tugas atau fungsinya menimbulkan pertentangan kepentingan antara perusahaan, tidak boleh menjadi pengurus Serikat Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Pasal 9: Bantuan Dan Fasilitas Bagi Serikat Pekerja/Buruh
1.Pengusaha memberikan ijin kepada sebanyak-banyaknya 2 (dua) orang Pengurus Serikat Pekerja/Buruh untuk mengurus pelaksanaan tugas Serikat Pekerja/Buruh 2 (dua) hari dalam sebulan.
Untuk pelaksanaannya Serikat Pekerja bermusyawarah dengan Pengusaha sebelumnya agar jangan sampai terjadi hambatan dalam pekerjaan sehari-hari.
2.Dalam hal menghadiri konferensi/kongres, Pengusaha memberikan ijin sebanyak-banyaknya untuk 2 (dua) orang Pengurus Serikat Pekerja/Buruh untuk meninggalkan pekerjaan dengan pemberian upah saja (Upah Pokok + Tunjangan Tetap) sesuai dengan kebutuhannya paling lama untuk 6 (enam) hari dalam setahun.
Untuk pelaksanaannya harus lebih dahulu meminta ijin dari pengusaha dengan menyertakan bukti kepesertaan menghadiri konferensi/kongres dimaksud 7 (tujuh) hari sebelumnya.
Pengusaha sejauh mungkin meminjamkan ruangan yang memadai untuk digunakan menjadi Kantor Serikat Pekerja/Buruh berikut Papan Pengumuman.
3.Pengusaha sejauh mungkin meminjamkan ruangan yang memadai untuk digunakan menjadi Kantor Serikat Pekerja/Buruh berikut Papan Pengumuman.
4.Penempelan buletin, Pengumuman, Surat Edaran dan sejenisnya bagi kepentingan Serikat Pekerja/Buruh dan Anggotanya hanya boleh dilakukan di papan pengumuman yang disediakan untuk Serikat Pekerja/Buruh.
Isi pengumuman, buletin, Pengumuman, surat edaran dimaksud sepenuhnya menjadi tanggung jawab Serikat Pekerja/Buruh.
5.Dengan seijin Pengusaha, Serikat Pekerja/Buruh dapat menggunakan ruangan/tempat untuk rapat anggota beserta kelengkapannya berupa meja dan kursi yang tersedia di Perusahaan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan tertulis kepada Pengusaha 7 (tujuh) hari sebelumnya dengan mencantumkan penanggung-jawab pertemuan beserta pertemuan.
Dalam hal ijin dari berwajib diperlukan, Serikat Pekerja/Buruh harus melengkapinya terlebih dahulu. Ijin pemakaian ruangan tersebut diberikan Pengusaha secara tertulis.
6.Pengurus Serikat Pekerja/Buruh tetap mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti pekerja-pekerja lainnya dalam hal yang berhubungan dengan kedudukannya sebagai pekerja di perusahaan.
7.Bantuan dan fasilitas seperti tersebut pada butir (1 s/d 5) diatas hanya berlaku bagi Serikat Pekerja/Buruh yang telah berdiri secara syah di perusahaan pada saat KKB ini ditandatangani.
BAB II: HUBUNGAN KERJA
Pasal 10: Penerimaan, Pemindahan, dan Pengangkatan
Untuk kepentingan jalannya Perusahaan, Serikat Pekerja/Buruh mengakui sepenuhnya hak pengusaha dalam penerimaan pekerja baru, penentuan dan pekerjaan, pengangkatan dan pemindahan pekerja.
Pasal 11: Penerimaan Pekerja Baru
1.Pengusaha berhak sepenuhnya unulk memilih calon pekerja yang akan diseleksi menjadi pekerja di perusahaan berikut persyaratan untuk itu.
2.Pekerja yang telah lulus seleksi diterima menjadi Pekerja tetap di Perusahaan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan. Dalam masa percobaan, Pengusaha berhak sepenuhnya memutuskan hubungan kerja tanpa syarat, tanpa memberikan ganti rugi dalam bentuk apapun kecuali gaji pekerja yang masih tersisa.
3.Pekerja yang telah lulus masa percobaan diangkat menjadi pekerja tetap di Perusahaan sesuai dengan statusnya setelah lebih dahulu menandatangani Pernyataan untuk menerima dan mematuhi ketentuan dalam KKB Serta ketentuan lainnya yang berlaku di Perusahaan. Masa Percobaan tersebut dihitung sebagai masa kerja.
4.Pekerja harus menyediakan data pribadi yang benar yang diperlukan oleh Pengusaha pada saat masuk kerja atau setiap saat diminta dan dibutuhkan Perusahaan termasuk setiap ada perubahan status dan alamat pekerja.
Pasal 12: Pemindahan
1.Pengusaha berhak untuk memindahkan/memutasikan pekerja ke pekerjaan lainnya di bawah naungan Perusahaan yang berbadan hukum sama, sesuai dengan kebutuhan dan kelancaran proses produksi Perusahaan tanpa mengurangi haknya.
2.Dalam hal mutasi, pengusaha akan selalu mempertimbangkan kemampuan dan kecakapan pekerja serta jenjang karir yang bersangkutan.
3.Pekerja yang mendapat perintah pindah/mutasi menyerahkan pekerjaannya kepada penggantinya atau kepada atasannya langsung melaksanakan tugas yang baru sesuai dengan waktu yang ditentukan Pengusaha.
4.Pekerja yang menolak perintah mutasi yang sama badan hukumnya di bawah naungan perusahaan yang berbadan hukum sama, dianggap melawan perintah kerja yang layak dari pengusaha dan dapat diberikan Surat Peringatan. Bila setelah diberikan Surat Peringatan yang bersangkutan tetap tidak bersedia melaksanakan perintah mutasi, pengusaha dapat memberhentikan sementara (menskorsing) yang bersangkutan untuk kemudian di-PHK dengan mengikuti prosedur perundangan yang berlaku.
Pasal 13: Pengangkatan Dan Perubahannya
1.Serikat Pekerja/Buruh mengakui bahwa pengangkatan jabatan/tugas/fungsi seorang pekerja sepenuhnya menjadi wewenang pengusaha yang tidak boleh diganggu gugat.
2.Pengangkatan jabatan/tugas/fungsi didasarkan pada penilaian pengusaha yang meliputi sikap, loyalitas, prestasi kerja, disipilin dan keterampilan pekerja.
3.Jabatan/tugas/fungsi seorang pekerja dapat diturunkan atau dicabut apabila pekerja yang bersangkutan menunjukkan prestasi kerja yang terus menerus menurun, atau pekerja tersebut berperilaku yang tercela dan tidak terpuji, dengan memberitahukannya lebih dahulu kepada yang bersangkutan.
4.Jabatan/tugas/fungsi dapat juga dicabut atau dihapuskan bila karena kebijaksanaan pengusaha, jabatan/tugas/fungsi tersebut dihapus atau dihilangkan.
BAB III: HARI KERJA, JAM KERJA DAN LEMBUR
Pasal 14: Hari Kerja
1.Dengan memperhatikan Peraturan perundangan yang berlaku, hari kerja biasa di Perusahaan adalah hari Senin sampai dengan dengan Sabtu.
2.Pengusaha dapat mengajukan perubahan hari kerja sesuai dengan keperluan perusahaan dengan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku setelah lebih dahulu memusyawarahkannya dengan Serikat Pekerja/Buruh.
Pasal 15: Jam Kerja
Dengan memperhatikan peraturan perundangan yang berlaku, jam kerja di Perusahaan adalah 7 (tujuh) jam sehari dan atau 40 (empat puluh) jam seminggu.
Jam kerja di Perusahaan terdiri dari jam kerja Non Shift dan kerja Shift, dengan rincian sebagai berikut:
2.1.Non Shift;
- Senin s/d jumat: 08.00-17.00 WIB
(waktu istirahat pukul 12.00-14.00 WIB)
- Sabtu: 08.00-13.00 WIB
2.2.Shift;
- Shift I: 01.00- 14.30 WIB
- Shift II: 14.30-22.00 WIB
- Shift III: 22.00-05.30 WIB
(waktu istirahat setiap shift ½ jam)
2.3.Untuk tertibnya pelaksanaan istirahat, dengan berpedoman pada waktu istirahat yang ditentukan, pengusaha dapat membagi istirahat pekerja pada beberapa kelompok, sedang bagi pekerja yang melayani mesin dan pekerjaan sejenisnya, waktu istirahat dilakukan secara bergilir.
3.Pengusaha karena kebutuhan yang mendesak untuk mempertahankan pelaksanaan proses produksi dapat merubah kerja yang telah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku setelah lebih dahulu memusyawarahkannya dengan Serikat Pekerja/Buruh.
4.Bagi pekerja yang beragama Islam, diberikan kesempatan meninggalkan pekerjaannya secara bergantian untuk melaksanakan ibadah Sholat, dan bagi pekerja yang beragama Kristen bila pada hari kerja mengisyaratkan orang Kristen untuk sembahyang di Gereja, Pengusaha juga memberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah tersebut.
Pasal 16: Kerja Lembur
1.Kerja lembur ialah pekerjaan yang dilaksanakan lebih dari 7 (tujuh) jam sehari dan lebih dari 40 (empatpuluh) seminggu, atau kerja pada hari istirahat mingguan atau hari libur resmi.
2.Kerja Lembur adalah sukarela kecuali:
2.1 Dalam hal darurat (Force Majeur) dan apabila ada pekerjaan yang jika tidak segera diselesaikan akan membahayakan kesehatan dan keselamatan orang.
2.2 Dalam hal pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak diselesaikan akan menimbulkan kerugian bagi Perusahaan dan mengganggu produksi.
2.3 Dalam hal pekerja Shift harus terus bekerja karena penggantinya tidak datang.
3.Perhitungan upah lembur disesuaikan dengan ketentuan perundangan yang berlaku yang ditetapkan sebagai berikut:
3.1 Pada Biasa.
- Untuk lembur 1 (satu) pertama dibayar 1 1/2 x upah sejam.
- Untuk jam kerja lembur selebihnya setiap jam dibayar 2 x upah sejam.
3.2.Pada Hari Istirahat Mingguan dan Hari Libur Resmi:
- Untuk setiap jam dalam batas waktu 7 (tuiuh) jam dibayar 2 x upah sejam.
- Untuk ke 8 (delapan) dibayar 3 x upah sejam.
- Untuk jam selebihnya setiap jam dibayar 4 x upah sejam.
- Dalam hal hari libur resmi tersebut jatuh pada hari pendek (hari dengan 5 jam kerja) maka 5 (lima) jam pertama setiap jam dibayar 2 x upah sejam, jam ke 6 (enam) dibayar 3 x upah sejam dan jam seterusnya setiap jam dibayar 4 x upah sejam
3.3 Upah per jam dalam perhitungan lembur adalah 1/175 kali upah sebulan.
3.4 Upah sebulan adalah Upah Pokok + Tunjangan Tetap (bila ada) + uang beras.
Pasal 17: Terlambat Masuk Kerja Dan Pulang Sebelmn Waktunya
1.Pekerja yang terlambat masuk kerja diadakan pemotongan atas upahnya sesuai dengan keterlambatannya dan dianggap serta dicatat sebagai kurang disiplin.
2.Pekerja yang meninggalkan pekerjaannya sebelum waktu kerja berakhir tanpa seijin dari atasannya. diadakan pemotongan atas upahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dianggap sebagai pelanggaran disiplin kerja yang dikenakan sanksi surat peringatan.
Pasal 18: Dinas Luar
1.Pekerja yang ditugaskan Dinas Luar untuk kepentingan Perusahaan diberikan uang dinas luar yang diatur secara tersendiri oleh pengusaha.
2.Ketentuan mengenai dinas luar ini disesuaikan dengan lamanya dinas luar tersebut.
Pasal 19: Mangkir
1.Pekerja yang tidak hadir bekerja tanpa alasan yang syah dan dapat diterima Perusahaan dianggap mangkir dan upahnya dipotong untuk setiap satu hari kemangkiran sebesar upah sebulan dibagi 25.
2.Bila pekerja berturut-turut 5 (lima) hari atau lebih tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang syah, dam telah dipanggil perusahaan secara tertulis 2 (dua) kali tetapi tidak hadir bekerja, diklasifikasikan mengundurkan diri dari Perusahaan atas kehendak sendiri dan dapat di-Putuskan Hubunggan Kerjanya (PHK) oleh Perusahaan.
3.Pekerja yang di-Putuskan Hubungan Kerjanya karena diklasifikasikan sebagai mengundurkan diri hanya berhak untuk mendapat Uang Penggantian Hak dan Uang Pisah sesuai ketentuan UU. No. 15 Tahun 2005.
BAB IV: PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN PEKERJA
Pasal 20: Istirahat Mingguan Dan Hari Libur Resmi
1.Pekerja diberikan istirahat mingguan 1 (satu) hari dalam seminggu.
Dalam hal seorang pekerja ada kalanya harus bekerja pada istirahat mingguannya, maka dalam sebulan istirahat mingguannya tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari.
2.Istirahat Mingguan pada umumnya jatuh pada hari minggu. Namun karena sifat pekerjaan pada bagian tertentu seperti bagian keamanan, Boiler, Genset dan pekerjaan sejenisnya mengharuskan sebagian pekerja bekerja pada hari Minggu sesuai dengan jadwal kerja yang telah disusun oleh Pengusaha, maka Istirahat Mingguan tersebut dapat jatuh pada hari lainnya.
3.Pada hari-hari libur resmi yang ditetapkan oleh Pemerintah, Pekerja dibebaskan dari bekerja.
Pasal 21: Istirahat Tahunan (Cuti Tahunan)
1.Setiap pekerja yang telah bekerja 12 (dua belas) bulan terus menerus tanpa terputus berhak atas istirahat tahunan (cuti tahunan) sebanyak-banyaknya 12 (dua belas) hari kerja dengan pembayaran upah penuh.
2.Jumlah hari istirahat tahunan dihitung 1 (satu) hari untuk setiap bulan dengan ketentuan pekerja tersebut hadir bekerja atau dianggap hadir bekerja minimal 23 (duapuluh tiga) hari dalam sebulan.
Dengan demikian, bila hari kerja seorang pekerja/buruh kurang dari 23 hari pada satu bulan tertentu, maka perhitungan hak cutinya pada bulan tersebut hilang, kecuali dalam setahun jumlah hari kerja yang bersangkutan mencapai 276 hari atau lebih.
3.Pengusaha dapat menunda pemberian istirahat tahunan pekerja yang telah jatuh tempo karena kepentingan Perusahaan untuk paling lama 6 (enam) bulan, dan istirahat tahunan tersebut dapat dibagi dalam beberapa bagian, asal saja ada 1 (satu) bagian sekurang-kurangnya 6 (enam) hari terus menerus.
4.Pengusaha akan memberitahukan secara tertulis bila istirahat tahunan pekerja tiba.
5.Bila setelah diberitahukan Pengusaha telah tibanya saat istirahat tahunan seorang pekerja dapat digunakan/diambil, tetapi pekerja yang bersangkutan tidak menggunakan/tidak mengambilnya untuk paling lama dalam 6 (enam) bulan bukan karena kepentingan Perusahaan, istirahat tahunan tersebut dengan sendirinya akan gugur.
6.Pekerja yang ingin menggunakan/mengambil istirahat tahunannya wajib mengajukan permohonan tertulis kepada pengusaha 2 (dua) minggu sebelumnya, kecuali dalam keadaan mendesak dan tidak dapat ditunda.
7.Atas persetujuan Pengusaha dengan Serikat Pekerja/Buruh, istirahat tahunan pekerja dapat diberikan secara massal khususnya pada Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Natal/Tahun Baru dan Imlek.
8.Pekerja yang tidak hadir 5 (lima) hari berturut-turut setelah masa Cuti berakhir tanpa alasan tertulis yang syah/ijin, dan sudah dipanggil Perusahaan 2 (Dua) kali diklasifikasikan mengundurkan diri dari Perusahaan atas kemauan sendiri.
Pasal 22: Cuti Hamil
1.Pekerja wanita yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapat cuti hamil dan melahirkan 1 1/2 bulan sebelum melahirkan dan 1 1/2 bulan sesudah melahirkan dengan pembayaran upah penuh.
2.Pekerja wanita yang akan menggunakan cuti hamil dan melahirkan tersebut wajib mengajukan permohonan tertulis kepada Pengusaha minimal 2 (dua) minggu sebelumnya dengan melampirkan surat keterangan Dokter atau Bidan yang merawatnya.
3.Bila setelah Cuti hamil tersebut pada butir (1) di atas telah berakhir, tetapi pekerja wanita tersebut belum dapat bekerja karena tidak sehat/sakit sehingga perlu istirahat yang lebih lama, maka untuk itu berlaku ketentuan-ketentuan cuti sakit biasa.
4.Pekerja wanita yang tidak masuk kerja selama 5 (lima) hari berturut-turut tanpa alasan yang syah setelah masa cuti hamil berakhir dan sudah dipanggil secara tertulis 2 (dua) kali tetap tidak bersedia hadir bekerja diklasifikasikan mengundurkan diri dari Perusahaan atas kemauan sendiri.
5.Pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan yang tidak disengaja berlaku ketentuan cuti gugur kandungan sesuai dengan keterangan Dokter Perusahaan/dokter yang ditunjuk Perusahaan/Dokter Penyelenggara Jamsostek.
Pasal 23: Cuti Haid
1.Pekerja wanita yang mengalami haid atau menstruasi tidak diwajibkan untuk bekerja pada hari pertama dan hari kedua masa haidnya, asal saja diberitahukan kepada Pengusaha melalui atasannya langsung. Bila Perusahaan memerlukan keadaan haid tersebut perlu pembuktian pekerja yang bersangkutan agar meminta Surat Keterangan Dokter yang ditunjuk Perusahaan atau Dokter Penyelenggara jamsostek.
2.Bila dalam waktu 3 bulan terus menerus seorang pekerja wanita mengambil cuti haid tidak teratur pekerja tersebut agar berkonsultasi dengan Dokter yang ditunjuk Perusahaan atau Dokter yang menangani jaminan kesehatan pekerja.
3.Bila ternyata ada unsur penyalahgunaan pengambilan cuti haid, pekerja wanita tersebut dapat dikenakan sanksi sebagai memberikan keterangan palsu atau dipalsukan
Pasal 24: Cuti Sakit
1. Pekerja yang tidak dapat bekerja karena sakit berhak mendapat cuti sakit berdasarkan Surat Keterangan Dokter Perusahaan, atau Dokter yang ditunjuk Perusahaan atau Dokter Penyelenggara Jamsostek.
2. Pekerja yang tidak hadir bekerja dengan menggunakan Surat Keterangan Sakit Dokter lain selain dari Dokter tersebut pada butir (1) di atas, upahnya selama tidak bekerja tersebut tidak dibayar Perusahaan kecuali Surat keterangan tersebut telah disyahkan oleh Dokter Perusahaan atau Dokter yang ditunjuk oleh Perusahaan atau Dokter Jamsostek.
3. Bila setelah diteliti Perusahaan terdapat bukti-bukti bahwa pekerja memberikan Surat Keterangan Sakit palsu atau yang dipalsukan, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi sebagai manipulasi dengan memberikan keterangan palsu atau dipalsukan.
Pasal 25: Sakit Selama Cuti
Pekerja yang sakit pada waktu menjalankan cuti (baik cuti tahunan, cuti hamil dan melahirkan dan cuti haid) hari hari cuti sakit tersebut sudah tergabung dalam pengertian menjalankan cuti dan tidak dihitung tersendiri lagi.
BAB V: IJIN TIDAK MASUK KERJA
Pasal 26: Ijin Tidak Masuk Kerja Dengan Pembayaran Upah
Pekerja dibenarkan untuk tidak masuk bekerja dengan mendapat upah sesuai dengan UU No.13/2003 setelah lebih dahulu mengajukan permohonan kepada pengusaha dalam hal sebagai berikut:
1.Istri pekerja melahirkan atau keguguran kandungan ………………. 2 hari kerja.
2.Pada sunatan anak pekerja ……………………………………………………… 2 hari kerja.
3.Pada saat membaptiskan anak pekerja …………………………………… 2 hari kerja.
4.Pada saat perkawinan pertama pekerja sendiri ………………………. 3 hari kerja.
5.Pada perkawinan anak pekerja ……………………………………………….. 2 hari kerja.
6.Suami/Istri/Orang Tua/Mertua/Anak/Menantu meninggal …….. 2 hari kerja.
7.Anggota Keluarga dalam satu rumah meninggal dunia …………… 1 hari kerja.
Pasal 27: Ijin Tidak Masuk Kerja Tanpa Upah
1.Pengusaha akan selalu mempertimbangkan permohonan pekerja yang diajukan secara tertulis untuk tidak masuk bekerja karena alasan yang sangat mendesak dan tidak dapat ditunda tanpa pembayaran upah.
2.Ijin baru dianggap syah bila pengusaha telah mengeluarkan ijin tertulis kepada pekerja.
3.Bila pekerja telah tidak hadir bekerja sebelum mendapat ijin tertulis dari pengusaha, pekerja tersebut dikategorikan sebagai tidak pernah meminta ijin, dan diangap mangkir tanpa beralasan.
BAB VI: PENGUPAHAN
Pasal 28: Sistem Pengupahan
1.Upah yang dibayar kepada pekerja didasarkan pada upah bulanan, kecuali bila ada Pekerja Harian Lepas, upahnya dihitung menurut hari kerjanya, atau menurut hasil kerjanya (Upah Potongan atau Borongan).
2.Besarnya upah bulanan yang dibayar kepada Pekerja didasarkan atas pertimbangan pengusaha mengenai:
2.1 Tingkat dan jenis jabatan.
2.2 Jenis pekerjaan
2.3 Tanggung Jawab pekerjaan
2.4 Pendidikan dan keahlian yang dimiliki pekerja.
2.5 Pengalaman kerja
2.6 Masa kerja/Senioritas.
2.7 Loyalitas dan disiplin kerja.
3.Upah terendah bagi pekerja dengan Pengabdian sampai dengan 1 (satu) tahun tidak kurang besarnya dari Upah Minimum yang diberlakukan Pemerintah untuk 15 Perusahaan (secara regional atau sektoral), sedang bagi pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 (satu) tahun upahnya ditentukan pengusaha dengan mempertimbangkan butir (2.1) s.d (2.7) di atas yang dituangkan dalam tabel/skala upah yang berlaku di Perusahaan.
4.Hasil penilaian butir (2.1) s.d butir (2.7) di atas adalah kewenangan dari pengusaha yang tidak dapat diganggu gugat oleh pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh.
5.Pada prinsipnya pembayaran upah dilaksanakan pada setiap akhir bulan takwin dengan ketentuan, bila akhir bulan jatuh pada hari minggu atau hari libur, pembayaran dilakukan pada awal bulan berikutnya.
6.Pekerja yang jumlah penghasilannya dalam sebulan melebihi dari penghasilan tidak kena pajak, maka pungutan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) pekerja yang bersangkutan dilaksanakan Perusahaan pada setiap pembayaran gaji/upah atau THR, kemudian disetor ke Kas Negara sesuai dengan Ketentuan Perundangan Perpajakan yang berlaku.
Pasal 29: Penyesuaian Upah Karena Kenaikan Upah Minimum
1.Bila terjadi peningkatan Upah Minimum Propinsi (UMP) atau Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP) di Propinsi Sumatera Utara, upah minimum pekerja akan disesuaikan dengan ketentuan tersebut, sedang upah pekerja yang berada di atas upah minimum mendapat penyesuaian sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan Perusahaan yang tidak dapat diganggu gugat.
2.Khusus bagi pekerja yang telah menerima upah jauh di atas upah minimum, penyesuaian/peninjauan dilakukan kemudian dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Perusahaan.
Pasal 30: Kenaikan Upah Perorangan
1.Kenaikan upah perorangan tidak dilaksanakan secara otomatis pada setiap tahun, tetapi didasarkan atas pertimbangan dan kebijaksanaan pimpinan Perusahaan atas:
1.1 Prestasi kerja, konduite dan loyalitas pekerja.
1.2 Kemampuan keuangan dan kemajuan Perusahaan.
2.Saat kenaikan upah perorangan ditentukan oleh pimpinan Perusahaan, dapat bersamaan dengan penyesuaian upah pada pasal (29), dapat pula secara tersendiri.
Pasal 31: Catu Beras
1.Catu Beras yang diberikan pengusaha kepada pekerja diberikan dalam bentuk uang (Uang Beras) sesuai dengan harga pasaran lokal setempat dengan standard Beras Sawah Lokal II (eceran).
2.Uang Beras tersebut pada butir (1) di atas adalah bagian dan upah pekerja sesuai dengan PP No.8 tahun 1981.
Pasal 32: Tunjangan Hari Raya Keagamaan
Menjelang hari-hari keagamaan, Pengusaha memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan satu kali dalam setahun kepada pekerja sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.O4/MEN/1994 dengan rincian sebagai berikut:
1.Bagi pekerja yang mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih diberikan 1 (satu) bulan upah.
2.Bagi pekerja yang masa kerjanya 3 (tiga) bulan atau lebih tetapi masih kurang dari 12 (dua belas) bulan diberikan proposional dengan masa kerjanya yaitu sebesar: (Bulan masa kerja: 12) X upah sebulan.
3.Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dilaksanakan pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum tibanya hari raya keagamaan tersebut.
4.Besarnya upah sebulan dalam pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan adalah Upah pokok termasuk Tunjangan Tetap.
5.Bila kepada pekerja diberikan THR melebihi dari ketentuan Per. Men.No.O4/MEN/1994, kelebihan tersebut tidak mutlak sebagai suatu keharusan karena kebiasaan yang harus dilaksanakan, tetapi Pengusaha akan berupaya agar jumlah nominal THR tidak berkurang dari penerimaan tahun sebelumnya, kecuali kondisi perusahaan tidak memungkinkan atau konduite/prestasi pekerja buruk.
6.Tunjangan Hari Raya yang diterima pekerja merupakan penghasilan yang dikenakan pajak (PPh psl.21) sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Pasal 33: Upah Selama Sakit
1.Bila pekerja sakit berkepanjangan sehingga tidak dapat bekerja sesuai dengan surat keterangan Dokter yang merawat (Dokter Perusahaan/Dokter yang ditunjuk oleh Perusahaan atau Dokter Penyelenggara Jamsostek dibayar dengan rincian sebagai berikut:
1.1. Sakit untuk 4 (Empat) bulan pertama dibayar 100%
1.2. Sakit untuk 4 (Empat) bulan kedua dibayar 75 %
1.3. Sakit untuk 4 (Empat) bulan ketiga dibayar 50 %
1.4. Untuk bulan selanjutnya bila belum diadakan Pemutusan Hubungan Kerja upahnya dibayar 25 %.
2.Bila setelah lewat 12 bulan pekerja yang bersangkutan masih tidak sembuh, pengusaha dapat mengajukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atas diri pekerja yang bersangkutan, dan diproses sesuai dengan prosedur yang ditempatkan dalam Peraturan Perundangan yang berlaku, setelah lebih dahulu diperiksa oleh Dokter.
3.Pekerja yang sakit karena mengalami kecelakaan kerja, maka selama sementara tidak mampu bekerja, yang bersangkutan mendapat santunan sesuai dengan Undang Undang No.3 Tahun 1992 dengan rincian sebagai berikut:
3.1 4 (empat) bulan pertama, setiap bulan dibayar 100 % dari upah.
3.2 4 (empat) bulankedua setiap bulan dibayar 75 % dari upah.
3.3 Bulan seterusnya dibayar 50 % dari upah.
Pasal 34: Pemotongan Upah
1.Pekerja yang mendapat ijin tidak masuk bekerja tanpa upah dan pekerja yang mangkir, upahnya pada hari-hari tersebut tidak dibayar sebesar upah sebulan dibagi 25 untuk setiap hari tidak masuk kerja.
2.Pekerja yang terlambat masuk kerja, atau pulang lebih cepat dari semestinya dikenakan pemotongan upah sesuai dengan keterlambatan atau kepulangan tersebut.
3.Pekerja yang tidak hadir kerja dengan alasan sakit tetapi tidak disertai Surat Keterangan Sakit dari Dokter atau yang tidak disyahkan oleh Dokter Perusahaan atau Dokter yang ditunjuk Perusahaan atau Dokter penyelenggara Jamsostek, upahnya tidak dibayar/dipotong pada hari-hari tersebut.
BAB VII: JAMINAN SOSIAL, FASILITAS DAN BANTUAN SOSIAL
Pasal 35: Kepesertaan jamsostek
1.Untuk memberikan kepastian jaminan kepada Pekerja dalam hal terjadi kecelakaan kerja, kematian, hari tua, dan jaminan pemeliharaan keselamatan bagi pekerja dan keluarganya sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku, semua pekerja dipertanggungkan pengusaha untuk mengikuti Program Jamsostek sesuai dengan Undang - Undang No.3 Tahun 1992 jo Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 dan peraturan perundangan yang berlaku.
2.Jaminan sosial bagi pekerja seperti tersebut pada butir (1) di atas meliputi:
2.1 Jaminan Kecelakaan Kerja, preminya ditanggung oleh Pengusaha.
2.2 Jaminan Kematian, preminya ditanggung oleh Pengusaha.
2.3 Jaminan Hari Tua, preminya ditangung oleh Pengusaha sebesar 3,7 % dari upah pekerja, sedang 2 % ditanggung oleh pekerja yang dipotong dari upahnya setiap bulan.
2.4 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi pekerja keluarganya (istri + maksimum 5 orang anak), preminya ditanggung oleh Perusahaan.
3. Jenis dan besarnya jaminan yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya disesuaikan dengan ketentuan Perundangan seperti tersebut pada butir (1) di atas.
4. Dalam hal pekerja mendapat kecelakaan kerja sedang yang bersangkutan belum sempat dipertanggungkan pengusaha untuk mengikuti Program jamsostek, kepadanya juga akan diberikan jaminan dan santunan kecelakaan kerja seperti andaikan dia sudah dipertanggungkan, termasuk bila kecelakaan tersebut mengakibatkan cacat atau meninggal dunia.
5. Untuk kelancaran pelaksanaan Program Jamsostek, pekerja diwajibkan untuk mematuhi prosedur yang ditentukan oleh penyelengara program Jamsostek dimaksud.
Pasal 36: Perawatan dan Pengobatan
1.Pekerja yang sakit dan memerlukan perawatan dan pengobatan termasuk anggota keluarganya (istri + maksimum 5 orang anak) dapat menggunakan fasilitas perawatan dan pengobatan pada Rumah Sakit atau Dokter yang ditunjuk oleh penyelenggara jamsostek dimaksud.
Dalam hal pekerja yang bersangkutan belum sempat diikutsertakan dalam program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dapat menggunakan Fasilitas Rumah Sakit/Dokter yang ditunjuk oleh pengusaha atas biaya pengusaha.
2.Pekerja yang telah diikutsertakan pada Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan dari penyelengara Jamsostek yang ditunjuk, tetapi tidak bersedia menggunakan Fasilitas Rumah Sakit/Dokter tersebut menjadi tangung jawab pekerja sendiri. Termasuk penyakit yang bertambah parah akibat tidak bersedia dirawat oleh Rumah Sakit/Dokter yang ditunjuk.
3.Ketentuan pada butir (2) di atas juga berlaku bagi pekerja yang belum/dipertanggungkan dalam Program Jamsostek bila yang bersangkutan bersedia menggunakan Fasilitas Dokter/Rumah Sakit yang ditunjuk Perusahaan.
4.Perawatan dan Pengobatan oleh Dokter Spesialis harus atas rujukan Rumah Sakit/Dokter penyelenggara Jamsostek atau Dokter Rumah Sakit yang ditunjuk pengusaha. Bila tidak, segala beban biaya menjadi tanggungan pekerja yang bersangkutan.
BAB VIII: FASILITAS DAN KESEJAHTERAAN
Pasal 37: Pakaian Seragam Dan Kartu Pengenal
1.Perusahaan menyediakan satu buah kartu pengenal bagi setiap pekerja yang merupakan satu-satunya pass memasuki lingkungan Perusahaan dan wajib disematkan/dipakai pada posisi yang telah ditentukan Perusahaan.
Kartu Pengenal merupakan milik Perusahaan oleh karena itu:
a.Bila terjadi kehilangan Kartu Pengenal, pekerja yang bersangkutan wajib segera melaporkan kepada Perusahaan dan membayar Rp.2.000,- sebagai biaya pengganti pembuatan kartu pengenal baru.
b.Kartu Pengenal wajib dikembalikan kepada Perusahaan bila terjadi Pemutusan hubungan kerja pada pekerja.
c.Bila terjadi kerusakan tidak wajar pada kartu pengenal, pekerja yang bersangkutan akan dikenakan tindakan disiplin.
2.Pakaian Seragam dan Perlengkapan Kerja.
Dalam rangka meningkatkan rasa kebersamaan di antara pekerja, Perusahaan menyediakan/meminjamkan pakaian seragam dan perlengkapan kerja pada pekerja tetap.
Pakaian seragam dan perlengkapan wajib dikembalikan kepada Perusahaan bila terjadi pemutusan hubungan kerja pada pekerja.
Pasal 38: Subsidi Makan
Dalam rangka menjaga dan mempertahankan stamina dan produktivitas pekerja, Perusahaan menyediakan fasilitas makan di kantin Perusahaan secara subsidi dengan ketentuan sebagai berikut:
1.Besarnya subsidi yang diberikan pengusaha adalah 50% (lima puluh persen) dari harga makanan, dan hal ini dapat ditinjau sesuai dengan kemampuan Perusahaan.
2.Pengelola kantin perusahaan ditentukan bersama oleh Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh, termasuk mengenai menu makanan dan harganya.
3.Pekerja yang tidak menggunakan fasilitas makan di kantin perusahaan, tidak berhak atas penggantian subsidi uang makan tersebut.
4.Pekerja yang karena sifat tugas dan pekerjaannya tidak memungkinkan menggunakan fasilitas makan di kantin Perusahaan, kepadanya diberikan uang pengganti uang subsidi makan.
Pasal 39: Sarana Olah Raga
Perusahaan menyediakan fasilitas olah raga untuk kegiatan olah raga bagi Pekerja sebagai salah satu usaha peningkatan kesehatan pekerja. Kegiatan olah raga tersebut disesuaikan dengan waktu dan kondisi setempat, serta tidak mengganggu kegiatan Perusahaan.
Pasal 40: Sarana Transportasi
Perusahaan menyediakan sarana transportasi bagi pekerja wanita yang pulang pada Shift II dan antar jemput pada Shift III.
Pasal 41: Tempat Beribadah
Perusahaan menyediakan ruangan/tempat yang layak guna keperluan sholat, dan pelaksanaannya diatur bersama dengan itikat baik.
Pasal 42: Keluarga Berencana
Perusahaan akan senantiasa membantu dan mendorong Pekerja di Perusahaan dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana bagi pekerja.
Pasal 43: Pendidikan/Latihan
1.Dalam rangka meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia yang mendorong peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan pekerja serta keluarganya, Perusahaan mengadakan Program Pendidikan dan Pelatihan sesuai dengan kebutuhannya.
2.Pekerja yang ditunjuk untuk mengikuti pendidikan/latihan tersebut diwajibkan untuk mengikutinya, kecuali atas alasan yang dapat diterima Perusahaan.
3.Pekerja yang mengikuti pendidikan/latihan melebihi dari jam kerja tidak dihitung sebagai kerja lembur.
Pasal 44: Bantuan
1.Perusahaan memberikan bantuan khusus sukacita kepada pekerja dalam hal Pernikahan Pekerja yang pertama.
2.Perusahaan memberikan bantuan khusus dukacita kepada pekerja atau keluarganya dalam hal terjadi peristiwa duka seperti, Suami/Istri/Anak/Orang Tua/Mertua meninggal dunia.
3.Besamya bantuan tersebut pada butir (1) dan (2) di atas ditentukan oleh Perusahaan dengan selayaknya, dan diberikan bila pekerja yang bersangkutan memberitahukannya secara tertulis kepada Perusahaan melalui Personalia.
Pasal 45: Kerjasama Pekerja dan Perusahaan
1.Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh sepakat untuk mengaktifkan kerjasama antara Serikat Pekerja/Buruh dan Perusahaan melalui Lembaga Kerjasama Bipartit di Perusahaan.
2.Lembaga Kerjasama Bipartit ini berfungsi sebagai Forum Komunikasi dan Tukar Informasi antara wakil-wakil pekerja dengan wakil-wakil dari manajemen Perusahaan dari setiap bagian/unit kerja untuk menghasilkan saran-saran yang akan disampaikan kepada Manajemen Perusahaan dalam hal peningkatan disiplin kerja, peningkatan produksi dan produktivitas kerja, peningkatan kesejahteraan pekerja dan keluarganya serta hal-hal lain yang berhubungan dengan pemeliharaan keharmonisan Hubungan Kerja di Perusahaan.
3.Saran-saran tersebut pada ayat di atas tidak mutlak mengikat Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh, tetapi terbatas sebagai hal yang perlu dipertimbangkan.
4.Agar Lembaga Kerjasama Bipartit ini berfungsi secara maksimal, mekanisme operasionalnya dimusyawarahkan antara Serikat Pekerja/Buruh dan Perusahaan sesuai dengan petunjuk dari Dinas Tenaga Kerja setempat.
BAB IX: KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pasal 46: Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1.Pengusaha, Serikat Pekerja/Buruh dan seluruh pekerja selalu berupaya menciptakan dan memelihara kondisi kerja yang aman, sehat sesuai dengan petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja di Perusahaan.
2.Pengusaha menyediakan alat perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
3.Pekerja wajib untuk menggunakan dan memelihara dengan baik alat perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja yang diserahkan Pengusaha, serta wajib mematuhi petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja yang diberlakukan di Perusahaan.
4.Alat perlengkapan keselamatan dan kesehatan kerja yang disediakan adalah milik pengusaha yang harus dikembalikan bila hubungan kerja putus.
5.Pekerja dilarang merokok di tempat-tempat yang rawan kebakaran ataupun di tempat-tempat yang ada tanda dilarang merokok atau dinyatakan pengusaha dilarang merokok.
Bagi Pekerja yang ingin mengisap rokok dapat melakukannya di tempat yang sudah disediakan/ditentukan dengan seijin dari Supervisor/kepala regu. Mengingat besarnya resiko terhadap bahaya kebakaran yang terjadi di Perusahaan, pelanggaran terhadap dilarang merokok ini diberikan Surat peringatan I dan II.
Pasal 47: Pelaporan Kecelakaan Kerja
Bila terjadi kecelakaan kerja kepada pekerja, maka pekerja yang bersangkutan atau kepala kelompok kerja atau salah seorang anggota kelompok kerjanya harus segera melaporkan kecelakaan tersebut kepada Perusahaan.
Pasal 48: Larangan Bagi Pekerja Yang Sakit
Pekerja yang menderita penyakit yang berbahaya atau dapat membahayakan tidak diijinkan untuk bekerja. Penyakit tersebut meliputi sebagai berikut:
1.Pekerja yang menderita penyakit menular atau diduga dapat menular.
2.Pekerja yang menderita penyakit jiwa.
3.Pekerja yang dinyatakan Dokter menderita penyakit yang berbahaya atau dapat membahayakan.
Pasal 49: Makanan Ekstra
Pekerja yang bekerja pada malam hari (shift III) diberikan makanan ekstra berupa Ekstra Fooding sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Pemberian makanan ekstra ini juga dapat berlaku pada pekerja yang dinyatakan oleh undang-undang wajar mendapat Fooding.
BAB X: ATURAN DISIPLIN
Pasal 50: Kewajiban Pekerja
1.Memperhatikan kewajibannya dan kepentingan Perusahaan dengan sebaik-baiknya.
2.Melaksanakan tugas pekerjaan dengan baik, sesuai dengan petunjuk atau perintah kerja yang diberikan oleh atasannya.
3.Memahami dan mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Kesepakatan Kerja Bersama ini.
4.Bertingkah laku dan bersikap sopan serta tertib di dalam Perusahaan.
5.Menjaga nama baik pengusaha/Perusahaan, Serikat Pekerja/Buruh dan rekan sesama pekerja.
6.Memelihara dan memegang teguh rahasia pengusaha atau perusahaan yang diketahuinya kecuali atas seijin dari pengusaha.
7.Mensukseskan pelaksanaan program 5 K dengan sebaik-baiknya.
Pasal 51: Tata Tertib
Pekerja diharuskan memelihara dan mematuhi tata tertib kerja sebagai berikut:
1.Sudah berada di tempat kerja dan siap untuk bekerja tepat pada waktunya.
2.Merekam kartu absensinya pada saat masuk kerja dan pada saat pulang kerja atau saat istirahat kerja.
3.Menyimpan dan memelihara dengan baik semua pakaian kerja, sepatu kerja atau barang milik pribadi lainnya di tempat penyimpanan pakaian/locker yang telah disediakan.
4.Memeriksa semua alat-alat kerja, mesin dan sebagainya sebelum bekerja atau saat akan meninggalkan pekerjaan, sehingga semuanya berada dalam keadaan aman dan baik.
5.Memakai pakaian seragam kerja beserta perlengkapannya pada jam dinas.
6.Memarkirkan kendaraan pribadi dengan baik di tempat telah disediakan Perusahaan.
7.Memasuki dan meninggalkan pekerjaan melalui pintu-pintu yang ditentukan Perusahaan.
8.Mematuhi ketentuan yang berhubungan dengan program 5 K sesuai dengan petunjuk Perusahaan.
Pasal 52: Larangan Bagi Pekerja
1.Membawa dan menggunakan barang milik Perusahaan keluar dari lingkungan Perusahaan tanpa seijin dari pengusaha atau pimpinan berwenang untuk itu.
2.Melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya, atau memasuki ruangan yang bukan ruang kerjanya, kecuali atas perintah atau seijin atasannya.
3.Menjual atau memperdagangkan barang-barang berupa apapun, mengedarkan daftar sokongan, menempel atau mengedarkan selebaran atau poster yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan tampa seijin pimpinan Perusahaan.
4.Minum-minuman keras, mabuk-mabukan di tempat kerja, membawa/menyimpan dan menggunakan narkotika, melakukan segala macam perjudian, bertengkar, berkelahi dengan sesama pekerja atau unsur pimpinan di lingkungan Perusahaan.
5.Membawa senjata api/senjata dan bahan peledak lainnya ke dalam lingkungan Perusahaan.
6.Melakukan perbuatan asusila di tempat kerja.
7.Merekam kartu absensi yang bukan atas namanya.
8.Merokok pada saat bekeria, atau merokok di tempat-tempat yang ada tanda dilarang merokok.
9.Mencuri, menggelapkan, memanipulasi, korupsi dan mengkomersilkan kedudukan atau jabatan serta melanggar ketentuan hukum lainnya.
10.Mengunakan peralatan atau fasilitas Perusahaan untuk kepentingan pribadi tanpa seijin Perusahaan.
11.Membuang sampah sembarangan/tidak pada tempatnya.
12.Membocorkan rahasia Perusahaan yang diketahuinya atau yang dipercayakan kepadanya.
13.Tidur pada jam kerja.
14.Mengobrol dengan teman sekerja sehinga pekerjaan terganggu, membuat kegaduhan dan berteriak-teriak dalam Lingkungan Perusahaan selama kerja.
Pasal 53: Sanksi terhadap pelanggaran disiplin kerja
Sanksi terhadap pelanggaran Pekerja yang melakukan pelanggaran displin kerja, lalai atau malas bekerja, sering mangkir dan perbuatan tidak displin lainnya dapat dikenakan sanksi berupa teguran, pemberian surat peringatan, schoorsing dan pemutusan hubungan kerja, yang disesuaikan dengan berat ringannya kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan.
Pasal 54: Teguran
1.Teguran diberikan kepada pekerja yang melakukan pelanggaran tata tertib atau pelanggaran lainnya terhadap pelanggaran mana belum diberikan Surat Peringatan.
2.Teguran diberikan secara lisan oleh atasan langsung.
Pasal 55: Pemberian Surat Peringatan
1.Surat peringatan diberikan secara tertulis atas pelanggaran tata tertib, yang dilakukan oleh pekerja, lalai dan sembarangan melaksanakan tugas dan pelanggaran displin lainnya.
2.Surat peringatan dapat diberikan secara bertingkat yang meliputi Peringatan Pertama, Peringatan Kedua dan Peringatan Terakhir.
3.Surat Peringatan tidak mesti diberikan secara berurutan, tetapi disesuaikan dengan berat ringannya pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan pekerja.
4.Setiap Surat Peringatan berlaku untuk 6 (enam) bulan dan setiap Surat Peringatan yang diterbitkan oleh pengusaha diberikan tindakannya kepada Serikat Pekerja/Buruh,
5.Surat Peringatan Pertama sekaligus sebagai Surat Peringatan Terakhir diberikan kepada pekerja yang melakukan kesalahan/pelanggaran sebagai berikut:
5.1 Menolak perintah kerja yang layak berturut 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan.
5.2 Menolak perintah Mutasi Kerja.
5.3 Dengan sengaja atau karena lalai mengakibatkan dirinya tidak melakukan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
5.4 Tidak cakap melakukan pekerjaan walaupun telah dicoba di bidang tugas yang ada.
5.5 Bertingkah laku merusak nama baik pengusaha, Perusahaan dan teman sekerja.
5.6 Tidak melaksanakan tugasnya dengan tidur di tempat kerja.
5.7 Bekerja di Perusahaan lain tanpa seijin dari pengusaha.
5.8 Terbukti menghasut pekerja lain untuk mengundurkan diri dari Perusahaan atau untuk menolak perintah kerja yang layak.
5.9 Menyalakan api di lingkungan Perusahaan tanpa diperintahkan oleh pimpinan Perusahaan/atasan.
5.10 Tidak melaporkan kepada pimpinan Perusahaan atau atasannya tentang kecelakaan yang terjadi yang mengakibatkan rusaknya atau hilangnya barang/alat peralatan milik Perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya.
5.11 Mangkir kerja tanpa pemberitahuan/alasan yang syah yang dapat diterima pengusaha lebih dari 10 (sepuluh) hari dalam satu triwulan. (Tidak termasuk karena sakit, permisi, ijin dan alasan syah lainnya).
Pasal 56: Schoorsing
1.Schoorsing (pembebasan tugas sementara) dapat dikenakan kepada setiap pekerja yang melakukan pelanggaran sebagai berikut:
1.1 Pekerja telah mendapat Surat Peringatan Terakhir, tetapi yang bersangkutan masih melakukan pelanggaran dalam kurun waktu berlakunya surat peringatan tersebut, tetapi pengusaha masih mempertimbangkannya untuk diputuskan hubungan kerjanya.
1.2 Telah ditemui bukti permulaan yang cukup kuat pekerja melakukan kesalahan berat, tetapi masih diperlukan pembuktian/pengumpulan bukti lebih lanjut.
1.3 Menungu putusan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4D atau P4P) atas permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan pengusaha.
2. Jangka Waktu Schoorsing paling lama 1 (satu) bulan, kecuali menunggu putusan P4-Daerah atau P4-Pusat dapat mencapai 6 (enam) bulan.
3. Upah selama Schoorsing dibayar 100 % (seratus persen) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Setelah masa Schoorsing berakhir, pengusaha akan memberitahukan apakah hubungan kerja diteruskan atau diputuskan.
5. Apabila hubungan kerja diteruskan maka pengusaha tidak berkewajiban membayar kekurangan upah pekerja, sedang bila diputuskan, akan ditempuh prosedur sesuai dengan prosedur perundangan yang berlaku.
Pasal 57: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja kepada pekerja yang melakukan pelanggaran tata tertib atau kesalahan-kesalahan lainnya dengan menempuh prosedur Undang-Undang No.15 Tahun 2003 dengan rincian sebagai berikut:
1.1 Pekerja yang melakukan kesalahan berat dapat di-PHK tanpa lebih dahulu diberi Surat Penngatan, serta tidak berhak atas uang pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja, seperti:
a.Melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang/uang milik Pengusaha, teman pengusaha atau milik teman sekerja.
b.Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan Perusahaan.
c.Mabuk minum-minuman keras yang dapat memabukkan, madat, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja.
d.Melakukan perbuatan asusila dan segala macam perjudian di lingkungan kerja.
e.Menganiaya, mengancam secara fisik atau mental, menghina secara kasar pengusaha atau keluarga pengusaha atau teman sekerja.
f.Membujuk pengusaha atau teman sekerja untuk melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau kesusilaan serta peraturan perundangan yang berlaku.
g.Dengan sengaja atau ceroboh merusak atau membiarkan diri, pengusaha atau teman sekerja dalam keadaan bahaya.
h.Dengan sengaja atau ceroboh merusak atau membiarkan barang milik Perusahaan dalam keadaan bahaya.
i.Membongkar atau membocorkan rahasia Perusahaan, atau mencemarkan nama baik pengusaha dan/atau keluarga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan, kecuali untuk kepentingan negara.
j.Melakukan kesalahan yang bobotnya sama setelah mendapat peringatan terakhir yang masih berlaku.
Dengan kata lain, pekerja yang telah diberikan Surat Peringatan Terakhir masih tetap melakukan kesalahan-kesalahan yang sama dalam masa berlakunya Surat Peringatan Terakhir tersebut.
Misalnya: seorang pekerja telah diberikan Surat Peringatan Terakhir karena mangkir tetapi dalam Waktu berlakunya Surat Peringatan Terakhir pekerja yang bersangkutan masih mangkir lagi.
k.Memalsukan surat-surat dokumen, kartu hadir, surat keterangan dokter kwitansi atau data Perusahaan.
l.Mensabot atau membatasi dengan sengaja atau mengurangi produksi atau mutu produksi.
m.Menyalahgunakan jabatan, wewenang atau kepercayaan yang diberikan Perusahaan dengan menerima suap atau komisi dalam bentuk uang, barang, jasa atau keuntungan lainnya untuk memperkaya diri dan mengakibatkan kerugian Perusahaan.
n.Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.
1.2 Apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja dan pekerja yang bersangkutan berhak untuk mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, maka besarnya pesangon, uang penghargaan masa kerja dan ganti kerugian yang menjadi hak pekerja berpedoman pada Undang-undang No.13 Tahun 2003 sebagai berikut:
a.Uang Pesangon.
- Masa kerja kurang 1 tahun .......................... 1 bulan upah.
- Masa kerja 1 tahun s/d kurang 2 tahun …….. 2 bulan upah.
- Masa kerja 2 tahun s/d kurang 3 tahun …….. 3 bulan upah.
- Masa kerja 3 tahun s/d kurang 4 tahun …….. 4 bulan upah.
- Masa kerja 4 tahun s/d kurang 5 tahun …….. 5 bulan upah.
- Masa kerja 5 mhun s/d kurang 6 tahun …….. 6 bulan upah
- Mesa kerja 6 tahun s/d kurang 7 tahun …….. 7 bulan upah
- Masa kerja 7 tahun s/d kurang 8 tahun …….. 8 bulan upah
- Masa kerja 8 tahun atau lebih ..................... 9 bulan upah.
b. Uang Penghargaan Masa Kerja
- Masa kerja 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun ............ 2 bulan upah.
- Masa kerja 6 tahun atau lebih tapi kurang dan 9 tahun ............ 3 bulan upah.
- Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dan 12 Tahun…....4 bulan upah.
- Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dan 15 tahun......5 bulan upah.
- Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun..... 6 bulan upah.
- Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang clari 21 tahun..... 7 bulan upah.
- Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 mhun.......8 bulan upah.
- Masa kerja 24 tahun atau lebih .................................................... 10 bulan upah.
c.Ganti kerugian meliputi:
- Ganti kerugian untuk istirahat tahunan yang belum diambil atau belum gugur
- Penggantian biaya pengobatan sebesar 15% (limabelas persen)
1.3 Besarnya uang pesangon, uang penghargaan masa, kerja dan ganti rugi bagi pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya oleh pengusaha bukan karena kesalahan pekerja disesuaikan dengan ketentuan Undang undang No. 13 Tahun 2003 atau dimusyawarahkan dengan pekerja yang bersangkutan.
Pasal 58: Sanksi Administratif
1.Pekerja yang melakukan kesalahan dalam melaksanakan tugas atau pelanggaran aturan displin kerja yang cukup berat tetapi belum dikenakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dapat dikenakan sanksi administratif.
2.Sanksi administratif dapat berupa:
2.1 Pemindahan pekerja.
2.2 Penurunan pangkat/jabatan.
2.3 Pencabutan jabatan.
2.4 Penundaan kenaikan upah.
3.Pemberian sanksi administratif tersebut pada butir (2) di atas tidak menghalangi diberikannya Surat Peringatan, tetapi dapat diberikan secara bersamaan.
Pasal 59: Ganti Rugi
Pengusaha dapat menuntut ganti rugi dari pekerja sesuai dengan PP No.8 Tahun 1981 dalam sebagai berikut:
1.Pekerja yang karena kesengajaannya atau kelalaiannya atau tindakan yang serampangan atau tindakannya yang melanggar hukum mengakibatkan kerugian atau rusaknya barang milik Perusahaan.
2.Besarnya ganti kerugian tersebut ditentukan Oleh pengusaha sebesar tidak lebih dari nilai kerugian dimaksud.
3.Ganti rugi tersebut dibebankan kepada pekerja dan akan dipotong dari upahnya maksimal 50 % (lima puluh persen) pada setiap bulan hingga lunas.
Pasal 60: Ditahan Oleh Pihak Yang Berwajib
1.Pekerja yang ditahan oleh pihak yang berwajib bukan atas pengaduan pengusaha, upahnya tidak dibayar, tetapi bila pekerja yang bersangkutan telah menjadi kepala keluarga dan mempunyai kepadanya diberikan bantuan keluarga sebesar:
1.1.Untuk 1 (satu) orang tanggungun: 25 % dari upah
1.2.Untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35 % dari upah
1.3.Untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45 % dari upah
1.4.Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50 % dari upah
2.Bantuan tersebut pada butir (1) di atas diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan dengan syarat yang bersangkutan atau keluarganya memberitahukan secara resmi dan tertulis kepada Perusahaan.
3.Bila pekerja tersebut di atas telah ditahan 60 (enam puluh) hari, pengusaha akan memutuskan hubungan kerja dengan yang bersangkutan dengan mengikuti prosedur oleh peraturan perundangan yang berlaku.
4.Pekerja yang ditahan oleh yang berwajib atas pengaduan pengusaha karena perbuatannya yang melawan hukum atau, yang merugikan Perusahaan dianggap sebagai dikenakan skorsing.
5.Bila penahanan pekerja tersebut pada ayat (4) tidak diteruskan dengan Vonis Pengadilan, Perusahaan tidak berkewajiban untuk membayar ganti rugi.
6.Dan bila Vonis Pengadilan membebaskan pekerja dari tuduhan, pengusaha tidak wajib memberikan ganti rugi kepada pekerja, tetapi Pekerja diperkerjakan kembali sebagai semula.
7.Pemutusan Hubungan Kerja akibat ditahan oleh pihak yang berwajib dilaksanakan sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003.
Pasal 61: Kesempatan Untuk Meminta Penjelasan
Untuk menegakkan disiplin kerja yang baik sekaligus untuk menghilangkan prasangka yang negatif dalam pelaksanaan sanksi pelanggaran disiplin kerja, Perusahaan dan Serikat Pekerja/Buruh sepakat, pekerja dapat meminta penjelasan dengan prosedur sebagai berikut:
1.Bila pekerja masih belum puas terhadap sanksi yang dikenakan kepadanya atas pelanggaran yang dilakukan, pekerja dapat meminta penjelasan dari atasannya langsung pada saat menerima sanksi tersebut.
2.Bila masih merasa belum cukup penjelasan atasan langsung, pekerja dapat menyampaikan kepada Pengurus Serikat Pekerja/Buruh. Selanjutnya Serikat Pekerja/Buruh akan berhubungan dengan Perusahaan melalui Personalia.
3.Penjelasan juga dapat diminta oleh pekerja mengenai pelaksanaan Tata Tertib dan sanksi pelanggaran yang masih kurang jelas atau kurang dipahami kepada atasan langsung atau Pengurus Serikat Pekerja/Buruh.
BAB XI: PENYELESAIAN KELUH KESAH DAN PERSELISIHAN INDUSTRIAL
Pasal 62
Pengusaha terbuka untuk menyelesaikan setiap keluhan atas kekurangpuasan pekerja yang wajar sesegera mungkin melalui musyawarah dan kekeluargaan dengan prosedur sebagai berikut:
1.Setiap keluhan pekerja disampaikan dan diselesaikan dengan atasannya langsung secara musyawarah dan kekeluargaan paling lama dalam 7 (tujuh) hari.
2.Bila dalam waktu 7 (tujuh) hari tidak dicapai mufakat penyelesaian, dan Pekerja masih merasa kurang puas, pekerja dapat menyampaikan keluhannya kepada atasan setingkat lebih tinggi untuk dimusyawarahkan paling lama 7 (tujuh) hari.
3.Bila dalam waktu 7 (tujuh) hari keluhan pekerja tersebut tidak juga terselesaikan, pekerja dapat menyampaikannya kepada Serikat Pekerja/Buruh untuk dimusyawarahkan dengan Pimpinan Perusahaan melalui Personalia.
4.Bila dengan Personalia selama 14 (empat belas) hari tidak diperoleh penyelesaian, Serikat Pekerja/Buruh atau Perusahaan Wajib menyampaikan permasalahan tersebut ke Dinas Tenaga Kerja setempat untuk mendapatkan jasa pemerantaraan sesuai dengan Peraturan Perundangan Ketenagakerjaan yang berlaku.
5.Bila setelah ditempuh langkah-langkah seperti tersebut pada butir (1) s/d (4) di atas juga belum dicapai penyelesaian tuntas, atau pekerja melalui Serikat Pekerja/Buruh tidak merasa puas dan ingin melanjutkannya menjadi perselisihan, Serikat Pekerja/Buruh Wajib menempuh prosedur sebagaimana dimaksud Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan/Industrial.
6.Dalam hal terjadi seperti tersebut pada butir di atas, Serikat Pekerja/Buruh berupaya secara sungguh-sungguh untuk membina, mengarahkan dan menertibkan anggotanya agar tidak bertindak sendiri-sendiri di luar prosedur Peraturan Perundangan dimaksud.
7.Khusus mengenai kemungkinan terjadinya Perselisihan yang diangkat ke permukaan oleh sebagian pekerja yang mengatasnamakan semua pekerja atau sebagian besar pekerja, atau yang diangkat ke permukaan oleh Serikat Pekerja/Buruh di luar Serikat Pekerja/Buruh seperti tersebut pada pasal (1) di muka, hanya akan dilayani Perusahaan bila perselisihan tersebut disampaikan melalui Serikat Pekerja/Buruh tersebut pada pasal (1) di muka.
8.Dalam hal pekerja atau anggota Serikat Pekerja/Buruh tidak bekerja sebagaimana mestinya (melakukan pemogokan atau unjuk rasa, memperlambat jalannya pekerjaan dengan duduk-duduk atau menghentikan pekerjaan sebelum waktunya, akibat rasa tidak puas atau tuntutan di luar hak normatif pekerja, atau tuntutan perbaikan kesejahteraan yang belum disepakati sebelumnya), upahnya tidak dibayar oleh Perusahaan.
9.Dalam hal pekerja/buruh, Serikat Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada butir (8) di atas, maka hal tersebut dilakukan sesuai dengan prosedur perundangan ketenagakerjaan yang berlaku. Bila tidak, maka pemogokan tersebut dianggap tidak syah.
10.Pemogokan yang dilakukan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh secara tidak syah sesuai peraturan perundangan yang berlaku, pengusaha dapat mengambil sanksi hukum sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI No.Kep. 232/MEN/2003 tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang tidak Syah.
Pasal 63: Pengunduran Diri
1.Pekerja/Buruh yang bermaksud untuk mengundurkan diri atas kemauan sendiri harus mengajukan permohonan tertulis kepada perusahaan 30 hari sebelumnya.
2.Pengunduran diri dianggap syah bila telah dilakukan serah terima sesuai dengan prosedur yang berlaku.
3.Pekerja/Buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri tidak berhak untuk mendapat Uang Pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja, tetapi hanya berhak mendapat uang Penggantian Hak dan Uang Pisah sesuai ketentuan UU. No. 13 Tahun 2003.
4.Besarnya Uang Penggantian Hak adalah sebesar sisa cuti yang tertinggal dan Penggantian Pengobatan dan Perumahan sebesar 15 % (lima belas persen) dari besarnya Uang Pesangon dan Uang PenghargaanMasa Kerja.
5.Uang Pisah diberikan sesuai kesepakatan antara Perusahaan dengan Serikat Pekerja/Buruh seperti tersebut pada pasal berikut.
Pasal 64: Uang Pisah
1.Uang Pisah diberikan kepada Pekerja/Buruh yang berhak dan telah mempunyai masa kerja paling sedikit 5 (lima tahun).
2.Besarnya Uang Pisah dibedakan sesuai dengan kejadiannya yang dirinci sebagai berikut:
2.1. Bagi Pekerja/Buruh yang znelakukan kesalahan berat diberikan 1 (satu) bulan upah.
2.2. Bagi Pekerja yang diklasifikasikan sebagai mengundurkan diri karena tidak datang bekerja (mangkir) 5 hari berturut-turut tanpa alasan/pemberitahuan, yang walaupun telah dipanggil perusahaan secara layak tetap tidak datang bekerja diberikan:
a.Masa Kerja 5 (lima tahun) s/d 10 Tahun diberikan 1 bulan upah
b.Masa Kerja lebih dari 10 tahun diberikan 2 bulan upah.
2.3 Bagi Pekerja/Buruh yang mengajukan permohonan mengundurkan diri secara baik-baik dan tertulis dengan memenuhi ketentuan pasal 63 ayat (1) dan (2) diberikan sebagai berikut:
a.Masa Kerja 5 tahun s/d 10 tahun diberikan 2 bulan upah
b.Masa Kerja lebih 11 tahun s/d 15 tahun diberikan 3 bulan upah.
c.Masa Kerja lebih dari 15 tahun diberikan 4 bulan upah.
Pasal 65: Pengunduran Diri atas dasar Kesepakatan
2.1.Atas dasar pertimbangan/keadaan tertentu, untuk kepentingan pengusaha dan pekerja/buruh, pengusaha dapat menawarkan/meminta kesediaan pekerja untuk mengajukan permintaan mengundurkan diri/berhenti dari perusahaan dengan pemberian uang pisah/good will.
2.2.Besarnya uang pisah/good will pada butir (2.1) di atas adalah sesuai dengan hasil kesepakatan bersama, tidak dapat dipaksakan.
Pasal 66: Berakhirnya Hubungan Kerja Demi Hukum
Hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berakhir demi hukum dalam hal sebagai berikut:
1.Pekerja meninggal dunia.
Kepada keluarga yang ditinggalkan (Ahli Waris) diberikan sejumlah uang sesuai dengan, ketentuan perundangan yang berlaku.
2.Masa berlaku Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) telah berakhir dan tidak diperpanjang lagi.
BAB XII: MASA BERLAKU, PERUBAHAN DAN PEMBAHARUAN PERSETUJUAN KERJA BERSAMA
Pasal 67: Masa Berlaku
1. Perjanjian Kerja Bersama ini berlaku dan mengikat pekerja/Serikat Pekerja/Buruh dan Pengusaha untuk 2 (dua) tahun sejak ditanda-tangani.
2. Atas persetujuan tertulis antara Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh, Perjanjian Kerja Bersama Bersama ini dapat diperpaniang masa berlakunya selama 1 (Satu) tahun kemudian.
Pasal 68: Perusahaan
Bila dalam Perjanjian Kerja Bersama hal-hal atau ketentuan yang belum cukup diatur atau kurang tersebut dapat diatur kemudian melalui musyawarah mufakat, asalkan tidak bertentangan dan mengurangi isi Perjanjian Kerja Bersama ini, tetapi bersifat melengkapi dan menyempurnakan.
Pasal 69: Pembaharuan
1.Untuk pembaharuan Perjanjian Kerja Bersama ini, masing-masing pihak baik pengusaha maupun Serikat Pekerja/Buruh dapat mengajukan usulannya berupa konsep tertulis yang disampaikan pada pihak lain 90 (Sembilan puluh) hari sebelum berakhirnya masa berlaku Perjanjian Kerja Bersama.
2.Dalam hal Perjanjian Kerja Bersama yang baru belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, Perjanjian Kerja Bersama yang lama masih tetap berlaku.
BAB XIII: KETENTUAN PENUTUP
Pasal 70
1.Perjanjian Kerja Bersama ini mengikat Pengusaha dan seluruh Pekerja yang diwakili oleh Serikat Pekerja/Buruh PT. WP Pematang Siantar selama tenggang waktu berlakunya PKB/KKB ini.
2.Bila dalam Perjanjian Kerja Bersama ini terdapat hal-hal yang bertentangan dengan peraturan perundangan ketenagakerjaan yang berlaku, maka ketentuan tersebut akan batal demi hukum dan akan diperbaiki melalui musyawarah antara Pengusaha dan Serikat Pekerja/Buruh.
3.Perjanjian Kerja Bersama ini ditanda-tangai di Pematang Siantar pada tanggal, 7 September 2010
PIHAK-PIHAK YANG MENGADAKAN
PERJANJIAN KERJA BERSAMA/KESEPAKATAN KERJA BERSAMA
PUK-SP-RTMM FSPSI PT.WPSP-IPTM PT.WP
PEMATANG SIANTARPEMATANG SIANTAR
(S.Sunantato-Robiston M.Tua.S) (Zulkifli – Syahrul Bahri)
Ketua Sekretaris Ketua Sekretaris
PK-KAMIPARHO-SBSI PT.WP PIMPINAN PERUSAHAAN PT WP
PEMATANG SIANTAR PEMATANG SIANTAR
(Juventius S)(Ridwan S)(Ian)
Ketua Sekretaris Direktur
Menyaksikan:
Kepala Kantor Dinas Tenaga Kerja
Kota Pematang Siantar
(Drs. Biner Turnip)
Nip.400018927