PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PERPANJANGAN) PT. GREENTEX INDONESIA UTAMA II DENGAN SERIKAT PEKERJA MANDIRI GREENTEX INDONESIA UTAMA II (SPM GREENTEX) DAN GABUNGAN SERIKAT PEKERJA MERDEKA INDONESIA (GASPERMINDO BASIS GREENTEX) - 2018/2020

PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PERPANJANGAN) PT. GREENTEX INDONESIA UTAMA II DENGAN SERIKAT PEKERJA MANDIRI GREENTEX INDONESIA UTAMA II (SPM GREENTEX) DAN GABUNGAN SERIKAT PEKERJA MERDEKA INDONESIA

PEMBUKAAN

Pihak Pengusaha dan Pekerja bersama-sama menyadari sepenuhnya bahwa diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menciptakan suasana harmonis, luwes serta sesuai dengan hubungan Industrial Pancasila.

Dalam usaha untuk mencapai maksud bersama tersebut diatas, pihak Pengusaha dan Pekerja bertekad untuk meningkatkan produktifitas dimana masing-masing mempunyai kepentingan yang tidak dapat dipisahkan yaitu: Perluasan usaha pengusaha dan peningkatan sosial ekonomi para pekerja, Dasar sikap positif dari kedua belah pihak ini akan merupakan suatu pedoman untuk menentukan serta merumuskan bersama mengenai berbagai hal serta kewajiban masing- masing pihak dan pengaturan tata tertib perusahaan.

Untuk mencapai maksud diatas dipandang perlu agar semua pelaku yang ikut berperan dalam hubungan Industrial Pancasila berpegang teguh pada nilai nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang pokok Ketenagakerjaan no.13 tahun 2003, Undang-Undang No. 21 tahun 2000 mengenai Serikat Pekerja, Permenaker No.16/men/2011 mengenai Perjanjian Kerja Bersama dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang tumbuh dan berkembang diatas kepentingan Bangsa dan Kebudayaan Nasional, yaitu :

1.Suatu Hubungan Industrial yang berdasarkan azas-azas ketuhanan yang maha esa;

2.Suatu Hubungan Industrial yang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu suatu Hubungan Industrial yang tidak menganggap pekerja sekedar faktor produksi tetapi sebagai manusia pribadi dengan harkat dan martabatnya;

3.Suatu Hubungan Industrial yang didalam dirinya mengandung azas yang dapat mendorong persatuannya, yang pada prinsipnya seluruh orientasi ditujukan kepada kepentingan nasional;

4.Suatu Hubungan Industrial yang berdasarkan atas prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat, yaitu suatu Hubungan Industrial yang berusaha menghilangkan perbedaan-perbedaan dan mencari persamaan kearah persetujuan antara pekerja dan pengusaha;

5.Suatu Hubungan Industrial yang mendorong kearah terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan untuk itu seluruh hasil upaya bangsa, khususnya upaya bangsa didalam pembangunan ekonomi harus dapat dinikmati bersama secara serasi, seimbang dan merata, dalam arti bagian yang memadai sesuai dengan fungsi dan prestasi para pelaku, dalam arti merata secara nasional meliputi seluruh daerah, secara vertikal meliputi seluruh kelompok masyarakat.

Hubungan Industrial Pancasila didasarkan atas suasana serta keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pihak-pihak yang tersangkut dalam kelompok proses produksi yaitu pekerja, pengusaha, dan pemerintah serta masyarakat umum.

Hubungan Industrial Pancasila berpegang pula pada Tri Darma dimana antara pekerja, pengusaha dan pemerintah tercipta rasa saling memiliki, turut memelihara dan mempertahankan serta terns menerus mawas diri yang mengandung azas partnership dan tanggung jawab bersama. Dan salah satu usaha mewujudkannya ialah melalui perjanjian kerja bersama.

Dengan demikian pihak-pihak yang terlibat dan atau berkepentingan dalam Perjanjian Kerja

Bersama ini senantiasa bertanggungjawab sepenuhnya untuk mentaati dalam melaksanakan hal-hal yang telah dituangkan dalam perjanjian kerja bersama ini.

BAB I : UMUM

Pasal 1 : Pengertian Dan Istilah

1.Perjanjian Kerja Bersama adalah seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pembuatan Dan Pengesahaan Peraturan Perusahaan Serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama dan Undang-Undang ketenagakerjaan No.13 tahun 2003.

2.Pengusaha ialah pimpinan perusahaan atau orang-perseorangan yang diberi kuasa untuk mengelola perusahaan dan melakukan aktifitas atas nama Perusahaan.

3.Perusahaan ialah suatu bentuk usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas yang bernama PT. GREENTEX INDONESIA UTAMA II yang didirikan di Jl. Raya Banjaran KM 16.5 Desa Batukarut Kec. Aijasari Kab. Bandung.

4.Lingkungan Perusahaan ialah keseluruhan tempat yang berada di bawah penguasaan perusahaan dan digunakan untuk menunjang aktifitas perusahaan.

5.Serikat Pekerja ialah Organisasi pekerja yang berada di perusahaan PT. GREENTEX INDONESIA UTAMA II dalam hal ini serikat pekerja mewakili para pekerja yang menjadi anggota Organisasi serikat pekerja.

6.Serikat Pekerja Mandiri PT. Greentex Indonesia Utama II adalah Serikat Pekerja yang didirikan di Tingkat Perusahaan (SPTP) yang selanjutnya disingkat menjadi SPM - GREENTEX.

7.Pengurus SPM - Greentex ialah anggota SPM - Greentex yang dipilih oleh rapat SPM - Greentex untuk memimpin SPM - Greentex sesuia AD/ART organisasi tersebut.

8.Anggota SPM-Greentex ialah pekerja yang terdaftar pada SPM - Greentex.

9.Gabungan Serikat Pekerja Merdeka (GASPERMINDO) adalah serikat pekerja yang berafiliasi dengan oraganisasi lain yang didirikan di PT. GREENTEX INDONESIA UTAMA II yang selanjutnya disingkat GASPERMINDO BASIS GREENTEX.

10.Pengurus GASPERMINDO ialah anggota GASPERMINDO yang dipilih oleh rapat GASPERMINDO untuk memimpin GASPERMINDO sesuia AD/ART organisasi tersebut.

11.Anggota GASPERMINDO ialah pekerja yang terdaftar pada GASPERMINDO BASIS GREENTEX.

12.Pekerja ialah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu hubungan kerja dengan perusahaan dan sebagai imbalannya tenaga kerja tersebut menerima upah sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.

13.Keluarga ialah istri atau suami dari pekerja sebanyak-banyaknya satu orang beserta anak-anaknya yang sah dari pekerja.

14.Tanggungan Keluarga ialah istri dan 3 ( tiga ) orang anak yang sah dari pekerja atau janda dan 3 (tiga) orang anak yang sah, dimana anak dari pekerja belum menikah dan belum berpenghasilan yang berusia 21 tahun dan terdaftar pada bagian Personalia.

15.Orang tua pekerja ialah bapak atau ibu kandung dan bapak atau ibu mertua dari pekerja yang terdaftar pada bagian personalia.

16.Ahli Waris ialah keluarga pekerja atau orang yang mempunyai hak untuk mendapatkan warisan menurut ketentuan hukum yang berlaku.

17.Pekerjaan ialah suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh pekerja sesuai tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan.

18.Atasan ialah pekerja yang pangkat / jabatannya lebih tinggi dari seorang pekerja lainnya.

19.Atasan Langsung yang membawahi beberapa orang pekerja dan mempunyai wewenang memberi perintah, pembinaan dan pengawasan kepada pekerja tersebut, kecuali untuk hal-hal yang bersifat pribadi.

20.Upah ialah suatu penerimaan sebagai imbalan dari perusahaan kepada pekerja untuk suatu pekerjaan yang telah atau akan dilaksanakan/dilakukan, dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut perjanjian kerja bersama termasuk tunjangan-tunjangan baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya.

21.Upah Kerja Lembur ialah upah yang diterima oleh pekerja karena pekerja tersebut telah melakukan pekerjaan di luar jam / hari kerja yang telah ditentukan.

22.Tunjangan Hari Raya Ialah pembayaran dalam bentuk uang kepada pekerja menjelang hari raya keagamaan.

23.Hari dan Jam Kerja ialah waktu yang ditetapkan perusahaan untuk bekerja hadir di tempat kerja dan melakukan pekerjaan dengan didasarkan ketentuan Undang Undang Ketenagakerjaan yang berlaku.

24.Hari Libur ialah Hari tidak ada aktifitas kerja di perusahaan yang harinya ditetapkan oleh pemerintah atau oleh perusahaan

25.Cuti tahunan adalah periode waktu libur di mana karyawan tetap mendapatkan upah atau gaji, yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan untuk keperluan apapun sesuai keinginan karyawan. Menurut UU Ketenagakerjaan, lamanya cuti tahunan adalah 12 (dua belas) hari kerja dan hanya diberikan kepada karyawan yang sudah bekerja minimal 12 bulan..

26.Kerja Lembur ialah pekerjaan yang dilakukan diluar hari dan jam kerja yang telah disepakati dalam Perjanjian Kerja Bersama.

27.Masa Kerja ialah jangka waktu pekerja untuk bekerja dimulai sejak pertama kali pekerja diterima bekerja sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disetujui kedua belah pihak, kecuali pekerja yang mengalami pembaharuan perjanjian kerja maka dihitung berdasarkan pekerja tersebut bekerja kembali.

28.Kecelakaan Kerja ialah kecelakaan yang terjadi atau timbul karena suatu kegiatan kerja. ( Undang - Undang Republik Indonesia No.2 / Th 92 )

29.Mutasi ialah perpindahan pekerja dari satu departemen ke departemen lainnya.

30.Rotasi ialah perpindahan pekerja dari satu bagian ke bagian lainnya dalam satu departemen.

31.Sakit ialah pekerja yang berhalangan melakukan pekerjaan akibat mengalami gangguan kesehatan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter.

32.Mangkir ialah pekerja tidak hadir untuk melakukan pekerjaan tanpa ada keterangan dari pekerja.

Pasal 2 : Pihak Yang Mengadakan Perjanjian

Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing bertindak untuk dan atas nama :

1.PT. GREENTEX INDONESIA UTAMA II, beralamat di Jl. Raya Banjaran Km 16.5 Desa Batukarut Kec. Arjasari Kab. Bandung yang dalam hal ini diwakili oleh Mr. Chang Soon Sik dan Tetep Budi Budiman dan selanjutnya disebut dengan “Pihak Perusahaan”

2.Serikat Pekerja yang didirikan di PT. Greentex Indonesia Utama II.

a.SPM - Greentex beralamat di Jl. Raya Banjaran Km 16.5 Desa Batukarut Kec. Arjasari Kab. Bandung yang dalam hal ini diwakili oleh Yayat Supriatna;

b.GASPERMINDO BASIS GREENTEX beralamat di Jl. Raya Banjaran Km 16.5 Desa Batukarut Kec. Arjasari Kab. Bandung yang dalam hal ini diwakili oleh Irvan Andri

Kedua serikat pekerja tersebut diatas selanjutnya disebut dengan “Pihak Serikat Pekerja”

Pihak Perusahaan dan Pihak Serikat Pekerja sepakat untuk mengadakan Peijanjian kerja Bersama seperti tertuang dalam Pasal-pasal berikut ini :

Pasal 3 : Luasnya Perjanjian

1.Perjanjian Kerja Bersama ini bersifat internal yang diterapkan secara internal dan menyangkut pekerja- pekerja yang bekerja pada PT. GREENTEX INDONESIA UTAMA II yang beralamatkan di Jl. Raya Banjaran KM 16.5 Desa Batukarut Kec. Arjasari Kab. Bandung.

2.Pasal-pasal yang tercantum di dalam Perjanjian Kerja Bersama ini merupakan persetujuan bersama yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak.

3.Kedua belah pihak menyadari serta mengakui Hak serta Kewajiban lainnya yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4 : Kewajiban Kedua Belah Pihak

Kedua belah pihak berkewajiban menjaga dan memelihara hubungan kerja yang harmonis demi ketentraman kerja dan ketenangan usaha didalam perusahaan/pabrik

BAB II : PENGAKUAN DAN FASILITAS UNTUK SERIKAT PEKERJA

Pasal 5 : Pengakuan Terhadap Serikat Pekerja Dan Unit-Unitnya

1.Pengusaha mengakui bahwa Serikat Pekerja SPM - GREENTEX dan GASPERMINDO BASIS GREENTEX adalah organisasi pekerja yang mewakili anggota-anggotanya yang mempunyai hubungan kerja dengan pihak pengusaha.

2.Pengusaha tidak menghalang-halangi kegiatan serta perkembangan Serikat Pekerja didalam dan diluar perusahaan dengan pemberitahuan resmi kepada pengusaha.

3.Pengusaha turut mendorong perkembangan Serikat Pekerja yang didirikan di PT. Greentex Indonesia Utama II

Pasal 6 : Tentang Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama

1.Mengingat UU No. 13 Tahun 2003 dan Permenaker No. 28 Tahun 2014 dan memperhatikan jumlah anggota masing serikat maka yang berhak mewakili pekerja dalam melakukan perundingan dengan pengusaha adalah SPM-GREENTEX dan GASPERMINDO BASIS GREENTEX.

2.Apabila ada usulan tambahan yang bersifat baik dan menguntungkan pekerja dan pengusaha maka usulan tersebut akan dituangkan dalam amandemen Perjanjian Kerja Bersama ini.

Pasal 7 : Fasilitas Unit Kerja Serikat Pekerja Setempat

1.Pengusaha menyediakan papan pengumuman untuk Serikat Pekerja di lingkungan perusahaan. Pengusaha memberikan ijin menempelkan pengumuman atau bulletin, sepanjang isinya mengenai kegiatan organisasi serikat pekerja. Sebelum pengumuman atau bulletin ditempelkan maka satu copy pengumuman atau bulletin akan disampaikan ke perusahaan.

2.Pengusaha bersedia untuk menyediakan ruangan/kantor didalam lingkungan perusahaan untuk kegiatan Serikat Pekerja disesuaikan dengan kondisi setempat.

3.Pengusaha bersedia membebastugaskan pengurus serikat pekerja dengan tetap memeberikan hak-hak yang biasa diterima yang bersangkutan.

4.Pembebastugasan dimaksud ayat 3 pasal 7 dilakukan terhadap ketua dan wakil ketua masing-masing Serikat Pekerja.

5.Pekerja yang ditunjuk mewakili serikat pekerja dan memperoleh pengesahan dari serikat pekerja diberikan dispensasi untuk menghadiri rapat-rapat untuk menyelesaikan masalah ketenagakerjaan dan meningkatkan hubungan bipartit tanpa dikurangi hak-haknya.

6.Pengusaha memberikan dispensasi kepada anggota pengurus serikat pekerja atau anggota yang ditunjuk/diangkat berdasarkan keputusan organisasi vertical yang lebih tinggi, untuk menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa mengurangi hak-haknya.

7.Dispensasi sebagaimana dimaksud ayat 6 diberikan apabila permohonan diajukan oleh pihak serikat pekerja selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelumnya ke Perusahaan dengan melampirkan Surat Tugas atau Surat Panggilan dan atau Surat Undangan dari instansi terkait.

8.Pengusaha melaksanakan pemotongan upah untuk iuran anggota serikat pekerja sesuai dengan surat kuasa dari pekerja dan dengan memperhatikan Permenaker No. PER-04/MEN/1996.

9.Pengusaha memberikan bantuan kepada setiap serikat pekerja guna kepentingan dan kegiatan organisasi yang besarnya Rp. 300.000,- setiap bulan

Pasal 8 : Jaminan Bagi Serikat Pekerja

1.Perusahaan atau atasan tidak akan melakukan tekanan secara langsung maupun tidak langsung kepada pekerja yang terpilih sebagai Pengurus Serikat Pekerja atau yang ditunjuk oleh Pengurus untuk menjadi wakil Serikat Pekerja karena menjalankan fungsinya.

2.Perusahaan akan menyelesaikan dengan Serikat Pekerja setiap ada keluhan Pekerja baik yang diajukan kepada Perusahaan maupun melalui Serikat Pekerja.Pengurus Serikat Pekerja akan memanggil anggotanya untuk suatu keperluan di dalam jam kerja dengan seijin atasannya.

3.Atas permintaan Serikat Pekerja, perusahaan dapat memberikan keterangan yang diperlukan tentang hal- hal yang menyangkut Ketenagakerjaan di Perusahaan.

4.Perusahaan menyadari bahwa tindakan penutupan Perusahaan (Lock-Out) adalah tidak sesuai dengan semangat Hubungan Industrial Pancasila maupun kebijakan Pemerintah, maka hal tersebut akan dihindarkan.

Pasal 9 : Jaminan Bagi Perusahaan

1.Serikat Pekerja akan membantu Perusahaan dalam menegakkan tata tertib dan disiplin kerja.

2.Serikat Pekerja tidak akan mencampuri urusan Perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan hubungan ketenagakerjaan.

3.Sertikat Pekerja menyadari bahwa tindakan pemogokan dan memperlambat kerja adalah tidak sesuai dengan semangat Hubungan Industrial Pancasila, maka hal tersebut akan dihindarkan.

Pasal 10 : Hubungan Industrial

1.Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketentuan demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

2.Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan.

Pasal 11 : Kesempatan Dan Perlakukan Yang Sama

Setiap Pekerja memiliki kesempatan dan berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa memandang agama, warna kulit, ras dan jenis kelamin.

BAB III : FORUM BIPARTIT

Pasal 12 : Pertemuan

Pekerja dan atau organisasi pekerja dan pimpinan perusahaan bertekad untuk meningkatkan ketenangan kerja bagi pekerja dan ketenangan usaha bagi pengusaha. Untuk membina lancarnya hubungan timbal balik, maka pimpinan perusahaan dan pekerja akan membentuk Lembaga Kerjasama Bipartit sesuai yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan kegiatannya antara lain sebagai berikut :

1.Pertemuan rutin, dilakukan secara berkala.

2.Pertemuan insidentil, dilakukan sewaktu-waktu untuk membahas masalah-masalah yang mendesak

Pasal 13 : Pembinaan

Dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja demi tercapainya tingkat kualitas produktivitas dan pelayanan yang optimal, maka pekerja dan pimpinan perusahaan secara bersama-sama bertanggung jawab untuk :

1.Memelihara moral kerja

2.Meningkatkan disiplin kerja

3.Menanamkan rasa tanggung jawab

4.Mengembangkan kemampuan, keterampilan dan kreativitas.

BAB IV : WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT

Pasal 14 : Hari Kerja Dan Waktu Kerja

Dengan memperhatikan ketentuan perudangan-undangan yang berlaku, maka hari kerja dan waktu di perusahaan ditetapkan sebagai berikut :

1.Hari Kerja :

a.Hari kerja di bagian garment ditetapkan 5 hari kerja dalam satu minggu.

b.Hari kerja di bagian embroidery ditetapkan 6 hari kerja dalam satu minggu

c.Jam kerja di perusahaan adalah 40 jam seminggu dengan ketentuan apabila melebihi ketentuan tersebut maka diperhitungkan sebagai jam kerja lembur

2.Waktu Kerja di perusahaan adalah sebagai berikut :

a.Waktu kerja di bagian garment ditetapkan 8 jam sehari.

Senin - Kamis : 07.30 - 16.30 WIB, Istirahat : 11.30 - 12.30 WIB

Jumat : 07.30 - 17.00 WIB, Istirahat : 11.30 - 13.00 WIB

b.Waktu kerja di bagian embroidery ditetapkan 7 jam dari Senin sampai Jumat dan 5 jam untuk Sabtu :

Senin - Jumat :

Shift I : 07.30 - 15.30 WIB, Istirahat : 11.30 - 12.30 WIB

Shift II : 15.30 - 23.30 WIB, Istirahat : 18.30 - 19.30 WIB

Shift III : 23.30 - 07.30 WIB, Istirahat : 03.30 - 04.30 WIB

Sabtu :

Shift I : 07.30 - 12.30 WIB

Shift II : 12.30 - 17.30 WIB

Shift III : 17.30 - 22.30 WIB

Pasal 15 : Hari Kerja Dan Waktu Kerja Bagian Tertentu

1.Hari kerja dan waktu kerja untuk bagian tertentu disesuaikan dengan kebutuhan yang diatur oleh HRD dan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.Pembagian waktu kerja di bagian Satpam ditetapkan 7 jam setiap 3 shift

a.Satpam Laki-laki :

Shift I : 07.30 - 15.00 WIB

Shift II : 15.00 - 23.00 WIB

Shift III : 23.00 - 07.00 WIB

b.Satpam Wanita :

Senin-Jumat

Shift I : 07.00 - 15.00 WIB

Shift II : 15.00 - 23.00 WIB

Sabtu

Shift I : 07.00 - 12.00 WIB

Shift II : 12.00 - 17.00 WIB

Pasal 16 : Waktu Istirahat

1.Waktu istirahat tidak diperhitungkan sebagai waktu kerja

2.Istirahat kerja sedikit-sedikitnya % (setengah) jam setelah pekerja menjalankan pekerjaan selama 4 (empat) jam terus menerus.

3.Bagi pekerja yang bekerja 5 hari dalam seminggu diberikan istirahat mingguan 2 hari. Sedangkan pekerja yang bekerja 6 hari dalam seminggu diberikan istirahat mingguan 1 hari.

4.Istirahat untuk pekerja dibagian tertentu disesuaikan dengan kebutuhan yang diatur oleh HRD dan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

BAB V : PENGUPAHAN

Pasal 17 : Upah

1.Penetapan upah pada dasarnya ditetapkan berdasarkan keahlian, kecakapan, prestasi kerja dan kondite yang bersangkutan tanpa melanggarkan ketentuan upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah.

2.Upah terendah di perusahaan yang diberikan kepada karyawan tidak kurang dari upah minimum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Barat.

3.Kenaikan upah tidak dilaksanakan secara otomatis tetapi berdasarkan keahlian, kecakapan, prestasi kerja dan kondite masing-masing karyawan yang akan dilakukan peninjauan setahun sekali.

4.Sistem pengupahan diatur menurut status karyawan yaitu harian dan bulanan.

5.Struktur upah terdiri dari Gaji Pokok dan Tunjangan-tunjangan.

6.Penambahan gaji pokok bagi karyawan berdasarkan masa kerja sebagai berikut :

•Masa kerja lebih 1 tahun : Gaji Pokok/bulan + Rp. 3.000,-/bulan

•Masa kerja lebih 2-3 tahun : Gaji Pokok/bulan + Rp. 6.000,-/bulan

•Masa kerja lebih 4-6 tahun : Gaji Pokok/bulan + Rp. 9.000,-/bulan

•Masa kerja lebih 7-9 tahun : Gaji Pokok/bulan + Rp. 12.000,-/bulan

•Masa kerja diatas 10 tahun : Gaji Pokok/bulan + Rp. 15.000,-/bulan

7.Periode perhitungan upah dihitung dari tanggal 21 bulan berjalan sampai dengan tanggal 20 bulan berikutnya dan akan dibayarkan setiap tanggal 30.

8.Pajak atas upah menjadi tanggung jawab karyawan

Pasal 18 : Tunjangan Istimewa Tahunan

1.Tunjangan Istimewa Tahunan adalah Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan kepada pekerja sehubungan dengan Hari Raya Keagamaan yang besarnya disesuaikan dengan PP Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

2.Pembayaran THR dilakukan paling telat 1 minggu sebelum tanggal hari raya.

Pasal 19 : Kerja Dan Upah Lembur

1.Kerja lembur adalah kerja yang dilakukan oleh pekerja setelah delapan jam kerja atau bekerja pada hari istirahat mingguan dan Hari Libur Resmi dan disertai Surat Lembur tertulis dari Pimpinan Kerjanya.

2.Pada dasarnya kerja lembur dilakukan atas persetujuan pihak pengusaha dan pekerja kecuali dalam hal Force Majeur, misal : kebakaran, bencana alam, huru hara, pemadaman listrik dan sebagainya. Pelaksanaan kerja lembur harus tunduk dan mentaati undang-undang Ketenagakerjaan yang berlaku dan sesuai dengan izin yang diberikan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja.

3.Dasar perhitungan upah lembur berpedoman kepada Kepmen No. Kep. 102/MEN/2004 yaitu :

Dasar Perhitungan Upah Lembur sejam: 1/173 x upah sebulan.

4.Perhitungan upah lembur :

HARI KERJA BIASA LIBUR MINGGUAN/RESMI

(5 HARI SEMINGGU)

LIBUR MINGGUAN/RESMI

(6 HARI SEMINGGU)

Jam ke-1 = 1.5 x Upah lembur sejam

Jam ke-1 s/d 8 = 2 x Upah lembur sejam Jam ke-1 s/d 7 = 2 x Upah lembur sejam
Jam ke-2 dst = 2 x Upah lembur sejam Jam ke-9 = 3 x Upah lembur sejam Jam ke-8 = 3 x Upah lembur sejam
Jam ke-10 dan 11 = 4 x Upah lembur sejam Jam ke 9 dan 10 = 4 x Upah lembur sejam

5.Memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selama 3 (tiga) jam atau lebih.

Pasal 20 : Upah Selama Sakit

1.Karyawan yang sakit dan dapat dibuktikan dengan Surat Keterangan Sakit Dokter atau diagnosa atas penyakit yang diderita dan salinan resep obat maka upahnya akan dibayar

2.Upah selama sakit dibayarkan (setelah mendapatkan rekomendasi dokter) :

a.Untuk 4 (empat) bulan pertama : 100% dari upah

b.Untuk 4 (empat) bulan kedua : 75% dari upah

c.Untuk 4 (empat) bulan ketiga : 50% dari upah

d.Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan oleh pengusaha.

3.Apabila setelah lewat 12 bulan karyawan yang bersangkutan belum mampu untuk bekerja kembali maka perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja karyawan yang bersangkutan sesuai dengan prosedur Undang-undang No. 2 Tahun 2004 dan Undang-undang No. 13 Tahun 2003

Pasal 21 : Upah Waktu Menunggu Pekerjaan

1.Jika karena kondisi perusahaan yang menyebabkan pekerja terpaksa menunggu pekerjaan, maka pekerja tetap akan menerima upah secara penuh.

2.Aturan tunggu mulai berjalan pada hari berikutnya setelah pada pekerja yang bersangkutan diberitahukan tentang kenyataan tidak ada pekerjaan.

3.Pada saat masa penungguan menginjak minggu keempat dari bulan kedua, maka perlu diadakan musyawarah antara pengusaha dengan Serikat Pekerja atau perwakilan pekerja, untuk menentukan apakah masa penungguan itu akan dilanjutkan atau diberhentikan.

4.Seandainya akan dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka kepada pekerja diberikan Uang Pesangon dan Jasa sesuai dengan Undang-Undang/peraturan yang berlaku.

5.Dalam masa satu minggu yang pertama menunggu pekerjaan, pekerja diwajibkan datang di tempat bekerja untuk menandatangani daftar hadir. Untuk minggu kedua, ketiga dan seterusnya, kewajiban menandatangani daftar hadir itu ditentukan dua hari setiap minggu, satu hari diantaranya supaya jatuh pada hari pembayaran. Melalaikan kewajiban tersebut berarti hilang haknya atau uang tunggu untuk hari berikutnya, kecuali jika ada alasan-alasan yang sah dan diperkuat dengan surat keterangan sekurang- kurangnya dari Kepala Desa.

6.Jika sewaktu-waktu secara insidentil terjadi penungguan yang memakan waktu kurang dari 7 (tujuh) jam sehari, maka kepada pekerja dibayar upah/gaji biasa sehari. Pekerja tidak berhak atas pembayaran upah selama menunggu bilamana saat pekerjaan akan dimulai lagi pekerja tidak ada di tempat pekerjaannya atau meninggalkan pabrik secara tidak sah.

BAB VI : PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN UNTUK BEKERJA

Pasal 22 : Istirahat Dan Cuti Tahunan

1.Setiap pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut berhak atas istirahat tahunan selama 12 hari kerja dengan mendapat upah penuh.

2.Pekerja yang akan menggunakan istirahat tahunannya haras mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada manajemen perusahaan (HRD) satu minggu sebelum cuti. Jika dalam keadaan mendesak maka permohonan dapat diajukan pada hari berikutnya.

3.Karena alasan yang sah, hak istirahat tahunan boleh ditunda dengan tidak melampaui 6 (enam) bulan.

4.Penundaan istirahat tahunan berdasarkan atas pertimbangan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.

5.Penundaan istirahat tahunan yang melampaui 6 bulan yang dimaksud dalam ayat 3 Pasal 22 akan diganti / dibayar sesuai aturan yang berlaku.

6.Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama 6 tahun secara terus menerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja tidak berhak alagi atas istirahat tahunannya dalam 2 tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk kelipatan masa kerja 6 tahun.

7.Perusahaan wajib memberitahukan kepada seluruh pekerja apabila hak atas istirahat tahunannya muncul.

Pasal 23 : Hari Raya Resmi

1.Hari Raya Resmi adalah hari raya yang ditentukan/ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Agama.

2.Pada Hari Raya Resmi pekerja diberi libur dengan dibayar upahnya.

Pasal 24 : Ijin Meninggalkan Pekerjaan Di Luar Cuti Tahunan

1.Pekerja diberi ijin untuk tidak masuk bekerja diluar istirahat tahunan dengan tidak dikurangi upahnya (UU No. 13 tahun 2003 pasal 93 ayat 4) dalam hal :

  • Pernikahan karyawan : 3 hari
  • Pernikahan anak karyawan : 2 hari
  • Mengkhitan anak karyawan : 2 hari
  • Membaptis anak karyawan : 2 hari
  • Istri karyawan melahirkan atau keguguran kandungan : 2 hari
  • Suami/Istri, Orangtua/Mertua, atau Anak/Menatu karyawan meninggal dunia : 2 hari
  • Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia : 1 hari

2.Ijin meninggalkan pekerjaan tersebut harus diperoleh terlebih dahulu dari perusahaan kecuali dalam keadaan mendadak bukti.

3.Pengusaha dapat mempertimbangkan untuk memberikan ijin tidak masuk bekerja kepada pekerja diluar ketentuan ayat (1) diperhitungkan dengan hak cuti tahunannya.

4.Jika jumlah hari absen melebihi hak cuti tahunannya, pekerja akan dikenakan tindakan disipliner.

Pasal 25 : Cuti Hamil, Cuti Melahirkan Dan Cuti Haid

1.Berdasarkan UU. No. 13 Tahun 2003 Pasal 82 Ayat (1), pekerja diberi cuti selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan anak.

(Lamanya istirahat dapat diperpanjang berdasarkan surat keterangan dokter kandungan atau bidan, baik sebelum maupun setelah melahirkan).

2.Berdasarkan UU. No 13 Tahun 2003 Pasal 82 Ayat (2), pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

3.Pekerja wajib melaporkan kehamilannya kepada perusahaan di awal kehamilannya dengan disetai keterangan Dokter kandungan / Bidan.

4.Pekerja yang hendak menggunakan haknya sebagaimana disebutkan pada ayat (1) pasal ini wajib menyampaikan permohonan kepada pimpinan perusahaan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelumnya.

5.Surat pemberitahuan atau permohonan cuti hamil/gugur kandungan termaksud dalam ayat-ayat diatas harus disertai keterangan Dokter Kandungan atau Bidan.

6.Apabila pekerja dalam keadaan Haid dan memberitahukan kepada perusahaan, maka pekerja tersebut tidak diwajibkan untuk bekerja pada hari pertama dan kedua waktu haid dengan mendapatkan upahnya, dengan catatan harus disertai Surat Keterangan Dokter.

Pasal 26 : Ijin Meninggalkan Pekerjaan Karena Sakit

1.Istirahat sakit diberikan kepada pekerja berdasarkan surat keterangan dokter asli (tanpa revisi), baik sakit biasa, dirawat di rumah sakit atau kecelakaan kerja. Pekerja yang tidak masuk kerja karena sakit, harus memberitahukan kepada atasannya atau HRD dan GA paling lambat 1 (satu) atau 2 (dua) hari berikutnya.

2.Apabila pekerja tidak memberikan informasi mengenai ketidakhadirannya dan kemudian HRD dan GA telah mengeluarkan surat panggilan kepada pekerja tersebut, maka apabla setelah surat panggilan dikeluarkan, pekerja tersebut baru menyerahkan surat keterangan sakitnya, maka surat keterangan sakit tersebut akan dianggap tidak berlaku (kadaluarsa).

BAB VII : PENERIMAAN KARYAWAN DAN HUBUNGAN KERJA

Pasal 27 : Syarat-Syarat Penerimaan Pekerja Baru

Syarat-syarat penerimaan karyawan baru antara lain :

1.Memiliki Ijazah yang diminta oleh pengusaha, bila perlu pengusaha dapat meminta untuk melihat Ijazah asli.

2.Mempunyai Kartu Tanda Penduduk.

3.Menyertakan Fotocopy Kartu Keluarga.

4.Memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kepolisian setempat.

5.Berusia diatas 18 (delapan belas) tahun pada saat penerimaan.

6.Surat Referensi dari tempat kerja terakhir (vaclaring), bila telah/pernah bekerja.

7.Lulus tes yang diadakan oleh perusahaan.

8.Bersedia menandatangani Surat Perjanjian Kerja.

Pasal 28 : Tata Cara Penerimaan Pekerja

1.Tata cara dan persyaratan penerimaan pekerja baru akan diatur tersendiri.

2.Pengumuman mengenai kebutuhan pekerja baru akan diumumkan secara internal dalam lingkungan perusahaan maupun secara external.

3.Bagi kandidat dari internal, diperbolehkan melamar untuk posisi kosong dengan catatan memenuhi syarat dan diijinkan oleh atasan pekerja yang bersangkutan.

Pasal 29 : Berakhirnya Jangka Waktu Yang Diperjanjikan

Dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu pada suatu pekerjaan tertentu (PKWT), berakhirnya hubungan kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan, perusahaan tidak berkewajiban memberi uang pesangon atau imbalan apapun di luar yang telah diperjanjikan.

Pasal 30 : Masa Percobaan Bagi Karyawan Tetap

1.Calon Pekerja yang memenuhi syarat diterima sebagai pekerja maka yang bersangkutan menjalani masa percobaan (probation) paling lama 3 (tiga) bulan.

2.Apabila Pekerja telah berhasil melampaui masa percobaan maka ia diangkat menjadi pekerja tetap sesuai dengan perjanjian kerja sebelumnya, baik secara lisan maupun tertulis, masa kerja akan dihitung dari sejak hari pertama masa percobaan.

Pasal 31 : Penempatan Dan Pemindahan

1.Pengusaha mengatur penempatan dan penunjukan pekerjaan serta pemindahan pekerjaan untuk kepentingan kelancaran jalannya perusahaan.

2.Pemindahan (mutasi) ke bagian/departement lain tidak mengurangi upah pekerja yang diterima semula.

3.Apabila akan dilakukan pemindahan terhadap seorang pekerja, minimal 1 (satu) minggu sebelumnya diberitahukan kepada yang bersangkutan dan dijelaskan maksud dan tujuan pemindahan.

4.Untuk mengisi lowongan pekerjaan/jabatan akan diprioritaskan kepada pekerja dari dalam perusahaan (intern) yang memenuhi kualifikasi pekerjaan/jabatan tersebut

Pasal 32 : Promosi Dan Demosi

1.Karyawan yang dipromosikan baik dengan atau tanpa mutasi, diberi kesempatan untuk menunjukan kemampuan dalam batas yang ditentukan, maka upahnya akan disesuaikan, sebaliknya apabila yang bersangkutan dianggap tidak memenuhi syarat, maka ia dikembalikan pada posisinya atau dipindahkan ke bagian lain tanpa adanya perubahan upah.

2.Penurunan (demosi) jabatan dapat dilakukan apabila berdasarkan penelitian pimpinan terhadap karyawan yang bersangkutan tidak menunjukan kecakapan/keterampilan, kreatifitas, rasa tanggung jawab yang memenuhi kriteria yang ditentukan. Atas penurunan jabatan ini tunjangan jabatannya akan disesuaikan dengan jabatan barunya.

BAB VIII : JAMINAN SOSIAL

Pasal 33 : Jaminan Sosial Tenaga Kerja

1.Semua pekerja diikutsertakan dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2011, undang-undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993.

2.Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang mendapat prioritas adalah :

Jaminan kecelakaan kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Hari Tua (JHT).

3.Jaminan Pensiun.

4.Bagi pekerja yang belum diikutsertakan dalam program BPJS Ketenagakerjaan maka biaya pengobatan ditanggung oleh perusahaan.

Pasal 34 : Jaminan Kesehatan

1.Semua pekerja diikutsertakan dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2011

2.Bagi pekerja yang memerlukan pemeriksaan / perawatan kesehatan dapat menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan melalui Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pasal 35 : Perawatan Dan Pengobatan

1.Perusahaan menyediakan saran klinik untuk memberikan pengobatan kepada pekerja yang sakit.

2.Perusahaan menyediakan sarana P3K dan obat-obatan ringan pada setiap bagian.

3.Perusahaan melaksanakan Medical Check Up terhadap seluruh pekerja secara rutin setiap tahun.

BAB IX : DISIPLIN DAN TATA TERTIB KERJA

Pasal 36 : Tata Tertib Administrasi

1.Pekerja wajib mematuhi tata tertib administrasi dan registrasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

2.Pekerja wajib memberitahukan kepada pihak HRD & GA selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setiap mendapat perubahan data pribadi / keluarganya berkenaan dengan:

a.Domisili / tempat tinggal

b.Status keluarga (perkawinan, kelahiran, kematian)

3.Menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan kerja

Pasal 37 : Tata Tertib Sikap Atasan Terhadap Bawahan

1.Atasan wajib memperlakukan bawahannya dengan sopan, jujur dan wajar sesuai dengan tugasnya

2.Atasan wajib memberikan petunjuk kepada bawahannya tentang pekerjaan yang harus dilakukan termasuk aturan dan tata cara pelaksanaannya

3.Atasan wajib memberikan bimbingan dan dorongan kepada bawahannya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan disiplin kerja

4.Atasan wajib menegur bawahannya yang melakukan pelanggaran

5.Atasan wajib melakukan penilaian secara jujur dan objektif kepada bawahannya

Pasal 38 : Tata Tertib Bawahan Terhadap Atasan

1.Bawahan wajib melaksanakan perintah dan petunjuk dari atasannya selama hal tersebut dilaksanakan dalam batas pekerjaan dan tidak bertentangan dengan peraturan / norma yang berlaku

2.Bawahan wajib bersikap sopan, jujur dan wajar kepada atasannya

3.Bawahan wajib menanyakan kepada atasan hal-hal yang belum atau kurang jelas baginya

4.Bawahan dapat mengajukan usul atau saran kepada atasannya demi kelancaran tugas pekerjaannya diperusahaan

Pasal 39 : Tata Tertib Di Tempat Kerja

1.15 (Lima belas) menit sebelum jam kerja dimulai, semua pekerja harus sudah berada di lingkungan kerja,

2.Selama jam kerja pekerja tidak diperkenankan meninggalkan tempat kerja kecuali pada jam istirahat dan waktu pulang, pekerja diperkenankan meninggalkan tempat kerja setelah diberi tanda bel oleh petugas yang berwenang

3.Untuk keperluan mendadak seorang pekerja dapat menghentikan atau meninggalkan pekerjaan sebelum waktunya setelah yang bersangkutan memberitahukan kepada pengusaha dan mendapat izin meninggalkan pekerjaannya

4.Selama bekerja semua pekerja harus mengutamakan dan mencurahkan perhatian kepada pekerjaannya masing-masing serta memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.Tidak diperbolehkan berbuat/berlaku tidak sopan

b.Mengganggu dan melakukan perbuatan-perbuatan diluar tugas pekerjaannya sehingga memperlambat pekerjaannya (mengurangi produksi) sendiri maupun sesama teman sekerja.

c.Tidak dibenarkan bercakap-cakap atau bersenda gurau dengan sesama teman sekerja disekitar tempat bekerja sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan

d.Tidak diperbolehkan menghisap rokok, makan atau membawa makanan, minum didalam area produksi dan tempat yang dinyatakan dilarang.

e.Tidak diperbolehkan tidur-tiduran dan atau tidur selama jam kerja yang telah ditetapkan

f.Tidak diperbolehkan menerima tamu pribadi selama jam-jam kerja didalam atau diluar wilayah perusahaan tanpa izin tertulis dari pihak yang berwenang di perusahaan

g.Tidak dibenarkan memakai atau menerima telepon untuk keperluan pribadi, kecuali untuk hal- hal yang sangat penting/mendesak dan harus mendapat izin terlebih dahulu dari pihak yang berwenang diperusahaan

h.Tidak diperbolehkan menjual/memperdagangkan makanan atau barang berupa apapun atau mengedarkan daftar dukungan, menempelkan atau mengedarkan poster selebaran yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan tanpa izin tertulis dari pihak yang berwenang diperusahaan

i.Pakaian kerja harus rapi

j.Kartu pengenal (Name Tag) harus selalu dipakai selama berada dalam lingkungan perusahaan

k.Semua perlengkapan kerja harus dipakai selama/berada dalam lingkungan perusahaan

l.Menjaga kebersihan dilingkungan dan tempat kerja

5.Pelanggaran dari pasal dan ayat-ayat diatas terhadap pekerja yang bersangkutan dikenakan tindakan peringatan

Pasal 40 : Menjaga Kualitas Produksi

1.Alat produksi harus dijaga, dipelihara dan digunakan sebaik-baiknya oleh setiap pekerja yang bersangkutan. Setiap kerusakan yang terjadi pada alat-alat produksi supaya segera dilaporkan kepada perusahaan atau pengurus yang berwenang, yang selanjutnya akan diberikan petunjuk-petunjuk seperlunya untuk memperbaiki setiap ada kerusakan.

2.Bahan-bahan dan barang-barang milik perusahaan yang diterima dari pengusaha untuk dikerjakan wajib dijaga dan diperiksa dengan baik oleh setiap pekerja yang bersangkutan sebelum dikerjakan atau diproses lebih lanjut

3.Tidak merubah alat-alat produksi yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan produktifitas tanpa sepengetahuan pengusaha

4.Pekerja wajib melaporkan kepada pengusaha/pengurus yang berwenang apabila ada kerusakan mesin dan hal lain yang dianggap dapat menyebabkan menurunnya kualitas dan produktivitas.

5.Hasil kerja/produksi untuk setiap hari kerja dari setiap pekerja harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh perusahaan (target produksi)

6.Pelanggaran terhadap pasal ini kepada pekerja yang bersangkutan dapat dikenakan tindakan peringatan

Pasal 41 : Kebersihan, Ketertiban Dan Keamanan

1.Setiap pekerja wajib menjaga kebersihan mesin dan sekitar tempat kerja

2.Tidak menaruh atau meletakan barang apapun diluar arena yang diperkenankan

3.Tidak mengotori tempat bekerja, lantai, tembok dan fasilitas lainnya

4.Pada saat masuk, sedang dan pulang bekerja pekerja haras menjaga ketertiban dan tidak membuat kegaduhan digedung produksi dan area pabrik

5.Tidak diperkenankan antri didepan mesin absensi sebelum bel tanda pulang berbunyi

6.Jika terjadi perselisihan pekerja dengan pekerja lainnya dilingkungan kerja agar segera melaporkan/dilaporkan kepada atasannya untuk segera diselesaikan, sehingga tidak menjadi suatu kerusuhan yang tidak diinginkan

7.Pelanggaran terhadap pasal ini pekerja yang bersangkutan dapat dikenakan tindakan peringatan

Pasal 42 : Tidak Masuk Kerja

Seorang pekerja yang tidak masuk kerja haras memperhatikan ketentuan-ketentuan dibawah ini:

1.Pekerja yang bersangkutan haras memberitahu kepada pengusaha disertai keterangan yang sah, seperti bila sakit harus dapat memperlihatkan Surat Keterangan Dokter yang ditunjuk, dan untuk keperluan istirahat karena kecelakaan kerja harus dipenuhi syarat-syarat menurut Undang-undang Ketenagakerjaan

2.Jika dalam keadaan mendesak pekerja yang bersangkutan tidak sempat meminta izin/memberitahukan terlebih dahulu kepada perusahaan, maka kepadanya diberikan batas waktu 1 (satu) hari sejak tanggal/hari ia tidak masuk kerja untuk menyampaikan Surat Keterangan tertulis kepada perusahaan

3.Hari tidak bekerja dari pekerja yang tidak disertai keterangan yang sah menurut ketentuan pasal ini maka dianggap sebagai hari mangkir bagi pekerja tersebut.

Pasal 43 : Tidak Masuk Kerja Tanpa Alasan Yang Sah (Mangkir)

1.Apabila karyawan mangkir/tidak masuk bekerja dalam waktu sedikit-sedikitnya 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara tertulis, maka karyawan tersebut diproses sesuai dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Jo Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 karena dikualifikasikan mengundurkan diri.

2.Jika karyawan tidak masuk kerja tanpa memberitahukan atau alasan yang dapat diterima oleh perusahaan maka karyawan tersebut dianggap mangkir dan kepadanya pada hari tidak masuk kerja upahnya tidak dibayar

3.Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 pasal 43 PKB SPM-Greentex Indonesia Utama II kepada karyawan yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 51 ayat 4 PKB SPM-PT. Greentex Indonesia Utama II dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

4.Besaran dan pengaturan Uang Pisah sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 Pasal 43 PKB SPM - PT. Greentex Indonesia Utama II adalah sebagai berikut :

  • Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun : 20% dari upah sebulan
  • Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun : 50% dari upah sebulan
  • Masa kerja 9 tahun atau lebih : 70% dari upah sebulan

BAB X : KESEJAHTERAAN KERJA

Pasal 44 : Usaha Koperasi

1.Dalam rangka peningkatan produktivitas kerja, perlu adanya peningkatan kesejahteraan pekerja

2.Bahwa salah satu sarana penunjang kearah peningkatan kesejahteraan tersebut dikembangkan usaha bersama melalui pembentukan koperasi pekerja

3.Perusahaan dan pekerja sesuai dengan kemampuan yang ada diharapkan ikut mendorong dan membantu kearah tumbuh dan kembangnya koperasi pekerja

4.Pengembangan koperasi wajib dilaporkan secara berkala dengan AD/ART Koperasi

BAB XI : KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Pasal 45 : Syarat-Syarat Keselamatan Kerja

1.Perusahaan akan menyediakan sarana untuk keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan Undang- undang No. 1 Tahun 1970 BAB III tentang Syarat-syarat keselamatan kerja.

2.Sarana untuk keselamatan dan kesehatan kerja diberikan kepada pekerja tanpa dipungut biaya apapun

Pasal 46 : Kecelakaan Kerja

1.Perusahaan memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

2.Semua pekerja diikutsertakan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan sesuai dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2011, undang-undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993.

3.Apabila pekerja mengalami kecelakaan kerja maka ganti kerugian akan mengacu pada program jaminan kecelakaan kerja yang dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan.

BAB XII : SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB KERJA DAN ATURAN KEDISIPLINAN

Pasal 47 : Jenis Sanksi

1.Perusahaan dan pekerja menyadari bahwa disiplin kerja perlu ditegakan, maka pelanggaran terhadap Tata Tertib Kerja dan Aturan Kedisiplinan dapat dikenakan sanksi. Dalam menentukan sanksi akan dipertimbangkan berat ringannya kesalahan / pelanggaran yang dilakukan serta hal-hal yang mempengaruhi terjadinya kesalahan / pelanggaran tersebut.

2.Sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja dimaksudkan sebagai tindakan korektif dan pengarahan terhadap sikap dan tingkah laku pekerja

3.Sanksi didasarkan kepada:

a.Macam pelanggaran

b.Frekuensi (seringnya / pengulangan) pelanggaran

c.Berat ringannya pelanggaran

d.Aturan kedisiplinan, tata tertib kerja, peraturan perusahaan, dan kebijakan perusahaan

e.Unsur kesengajaan

4.Jenis sanksi pelanggaran Tata Tertib Kerja dan aturan kedisiplinan adalah sebagi berikut:

a.Surat Teguran

b.Surat Peringatan I

c.Surat Peringatan II

d.Surat Peringatan III

e.Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

5.Dalam hal masa berlaku suatu sangksi belum habis, masih terjadi pelanggaran, maka masa berlaku sanksi yang baru dihitung sejak dikeluarkan sanksi baru

6.Pemberian sanksi akan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran dan tidak harus mengikuti urutan jenis sanksi, sebagaimana disebutkan dalam ayat (4) pasal ini, dengan ttetap mengacu dan memperhatikan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan prosedur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berlaku serta mengedepankan penyelesaian perselisihan secara musyawarah dan mufakat melalui form Bipartit

7.Surat Peringatan harus ditandatangani oleh pekerja yang bersangkutan, atasannya dan kemudian personalia

Pasal 48 : Diskriminasi Dan Tindakan Pelecehan (Abuse & Harassment)

1.Perusahaan menjamin dan melindungi semua karyawan dari tindakan kekerasan dan pelecehan (Abuse & Harassment) baik dari atasan, teman sekerja maupun dari pihak manapun juga.

2.Tindakan kekerasan dan pelecehan yang dilarang oleh perusahaan meliputi lisan, fisik, psikologis, seksual atau ekonomi.

3.Perusahaan tidak membenarkan dan/atau tidak menyetujui tindakan mempekerjakan pekerja tanpa dibayar dengan alasan apapun.

4.Perusahaan melarang perbuatan/tindakan pemerasan dengan berbagai bentuk kepada karyawan dan/atau pengusaha.

5.Perusahaan melarang perbuatan membungakan uang (rentenir) di dalam lokasi perusahaan.

6.Setiap pekerja terhadap pekerja lainnya ataupun kepada pengusaha dan pengusaha kepada pekerja dilarang :

a.Dengan sengaja memukul

b.Dengan sengaja menendang

c.Berkelahi di dalam lingkungan perusahaan

d.Melarang teman sekerja atau atasan atau bawahan atau pengusaha yang akan berobat ke klinik.

e.Melarang ke toilet

f. Melarang makan ketika telah tiba waktu istirahat.

g.Mengancam

h.Membentak

i.Menggebrak meja

j.Mengintimidasi

k.Memanggil dengan sebutan negatip yang tidak bisa diterima oleh teman sekerja atau atasan atau bawahan atau pengusaha atau teman pengusaha.

l.Menyuruh dengan kaki.

m.Melakukan tindakan/perbuatan yang mengarah kepada tindakan/perbuatan pelecehan seksual.

n.Melakukan perbuatan sekalipun suka sama suka yang dilakukan di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan orang lain yang melihatnya merasa tidak nyaman.

Pelanggaran terhadap pasal 48 tersebut diatas akan dikenakan sanksi berupa surat peringatan yang disesuaikan dengan tingkat kesalahannya yang bisa berakhir kepada pemutusan hubungan kerja

Pasal 49 : Surat Teguran

1.Tidak mentaati waktu kerja yang telah ditetapkan tanpa alasan yang wajar.

2.Tidak mematuhi pengarahan atasannya tanpa alasan.

3.Selama bekerja tidak menggunakan pakaian seragam dan kartu pengenal yang sudah disediakan (Bagi karyawan yang wajib berseragam) tanpa alasan yang wajar.

4.Melalaikan absensi tanpa alasan yang wajar.

5.Mengganggu ketenangan dan ketentraman lingkungan kerja.

6.Menempel / Mencabut Pengumuman tanpa sepengetahuan yang berwenang.

7.Menolak kerjasama dengan bagian lain / rekan kerja.

8.Berdagang ditempat kerja.

9.Tidak menj aga kebersihan tempat kerja.

10.Bersikap dan berbicara tidak sopan dengan sebutan negatif terhadap sesame karyawan atau bawahan atau pengusaha atau teman pengusaha.

11.Menulis / Mencoret / Mengotori lingkungan kerja.

12.Tidak cakap melaksanakan tugas walaupun dicoba dibidang tugas yang ada.

13.Memprovokasi untuk berkelahi.

Pasal 50 : Surat Peringatan Pertama (SP-I)

1.Surat peringatan pertama (SP-1) dibuat, ditandatangani dan diberikan oleh pejabat berwenang dan masa berlakunya 6 (enam) bulan

2.Pelanggaran yang dikenakan sanksi Surat Peringatan Pertama:

a.Peningkatan sanksi pelanggaran dari Surat Teguran yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama dan atau lebih rendah

b.Tidak mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standard dan diwajibkan.

c.Tidak mematuhi perintah / petunjuk atasan yang berkaitan dengan pengaturan pekerjaan.

d.Mempergunakan barang-barang/peralatan millik perusahaan untuk keperluan pribadi tanpa ada izin dari atasan.

e.Tidak menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan oleh atasan tanpa memberitahukan alasan-alasannya.

f.Tidur pada saat jam-jam kerja.

g.Menggunakan fasilitas perusahaan tanpa ada izin tertulis dari yang berwenang.

h.Menyimpan dan/atau memberikan dan/atau menyebarkan gambar/file porno di lingkungan kerja.

i.Menyimpan barang/barang milik perusahaan di dalam loker/tas selain seragam atau peralatan lainnya yang merupakan tanggung jawab karyawan.

j.Mengabsenkan orang lain.

k.Tidak masuk kerja tanpa ada pemberitahuan/laporan selama 1 (satu) hari.

l.Meninggalkan pekerjaan sebelum waktu kerja berakhir tanpa izin dari atasan.

m.Tidak melaporkan barang-barang yang hilang/ditemukan.

n.Kelalaian yang mengakibatkan peralatan dan barang milik perusahaan rusak/hilang.

o.Mengadakan bisnis pribadi atau kelompok untuk kepentingan pribadi.

p.Pengulangan terhadap pelanggaran tingkat pertama.

Pasal 51 : Surat Peringatan Kedua (SP-II)

1.Surat Peringatan Kedua (SP-II) dibuat, ditandatangani dan diberikan oleh pejabat berwenang dan masa berlakunya 6 (enam) bulan

2.Pelanggaran yang dikenakan sanksi Surat Peringatan Kedua (SP-II) :

a.Peningkatan sanksi pelanggaran dari Surat Peringatan Kedua (SP-I) yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama dan atau lebih rendah

b.Menghilangkan Alat Perlindungan Diri (APD) atau perlengkapan kerja yang diwajibkan

c.Memberikan keterangan tidak benar atau memalsukan surat-surat keterangan yang menyangkut diri pekerja.

d.Melanggar keputusan atau ketentuan atau instruksi yang sudah diperintahkan dan atau disetujui bersama.

e.Melalaikan dengan sengaja tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan atasan.

f.Menghasut dalam bentuk apapun terhadap karyawan lain sehingga menimbulkan keresahan yang dapat mengeruhkan suasana atau mogok kerja.

g.Merokok di tempat kerja dan berbahaya (boiler, tanki solar).

h.Mengunduh file-file dokumen yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, seperti musik, film, gambar selama jam kerja.

i.Melakukan tindakan/perbuatan yang mengarah kepada tindakan/perbuatan pelecehan seksual.

j.Menggunakan uang atau atau asset pihak lain untuk kepentingan pribadi.

k.Mencuri barang milik teman sekerja atau atasan atau bawahan atau pengusaha.

l.Melakukan perbuatan sekalipun suka sama suka yang dilakukan di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan orang lain yang melihatnya merasa tidak nyaman.

m.Tidak masuk kerja tanpa keterangan selama 2 (dua) hari berturut-turut.

n.Pengulangan atas pelanggaran tingkat kedua

Pasal 52 : Surat Peringatan Ketiga (SP-III)

1.Surat Peringatan Ketiga (SP-III) yang dibuat, diberikan dan ditandatangani oleh Kepala Bagian Personalia dan Kepala Departemen yang bersangkutan dan masa berlakunya 6 (enam) bulan.

2.Pelanggaran yang dikenakan sanksi Surat Peringatan Ketiga:

a.Peningkatan sanksi pelanggaran dari Surat Peringatan Kedua (SP-II) yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama dan atau lebih rendah

b.Tidak hadir selama 3 (tiga) hari berturut-turut dalam seminggu tanpa pemberitahuan tertulis dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh perusahaan.

c.Dengan sengaja melakukan sesuatu yang mengakibatkan diri karyawan dalam keadaan berbahaya.

d.Dengan sengaja menutupi kondisi penyakit yang berbahaya atau menular yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan karyawan lain.

e.Mengizinkan atau membantu orang/tamu yang tidak berhak memasuki tempat-tempat terlarang, tempat penyimpanan barang, dokumen, dan lain-lain.

f.Menolak atau tidak melaksanakan tata tertib yang telah diatur dalam peraturan perusahaan maupun berupa pengumuman.

g.Melakukan politik praktis dalam perusahaan.

h.Mengadakan rapat-rapat, memasang pengumuman, membagikan poster/barangcetakan yang dapat mengganggu ketenangan kerja karyawan.

i.Menggunakan uang dalam proses penerimaan karyawan, baik yang menerima ataupun yang memberikan.

j.Melakukan absensi barcode untuk karyawan lain yang berhalangan hadir.

k.Memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang berhubungan dengan pekerjaan.

l.Pengulangan pelanggaran tingkat ke 3 (tiga).

Pasal 53 : Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

1.Setiap akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pengusaha harus menempuh prosedur Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dimana terlebih dahulu harus merundingkan dengan pekerja yang bersangkutan.

2.Pekerja dapat diputuskan hubungan kerjanya tanpa syarat (tidak diberi uang pesangon, penghargaan masa kerja ataupun uang pisah) tetapi hanya diberikan Uang Penggantian Hak, karena melakukan kesalahan yang dianggap besar dan berat, sebagai berikut :

a.Dengan sengaja merusak barang milik perusahaan

b.Membawa / memindahtangankan barang milik perusahaan tanpa izin pejabat yang berwenang

c.Melakukan tindakan yang masuk kategori korupsi dalam arti luas seperti penyuapan: menawarkan, menjanjikan atau memberikan sesuatu kepada pihak lain, atau meminta atau menyetujui untuk menerima sesuatu dari pihak lain, sejumlah uang atau keuntungan lainnya untuk melakukan sesuatu yang tidak wajar berkaitan dengan fungsi atau suatu kegiatan pemerasan, penipuan, kartel, penyalahgunaan kekuasan, penggelapan uang, kegiatan sejenisnya.

d.Pencurian atau penggelapan barang atau uang milik perusahaan atau teman sekerja.

e.Melakukan kebohongan yang menyebabkan pengusaha atau pihak ketiga menderita kerugian

f.Menyerang, mengancam, mengintimidasi secara fisik atau mental atau menghina secara kasar atau melakukan tindakan / perbuatan kasar / pemukulan serta upaya-upaya menciderai orang lain, teman sekerja atau pengusaha beserta keluarganya

g.Memperdagangkan barang terlarang baik dalam linkgungan perusahaan maupun diluar lingkungan perusahaan

h.Melakukan perbuatan asusila atau melakukan peijudian dilingkungan kerja

i.Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

j.Membongkar, membocorkan, menjual, memberikan atau meminjamkan rahasia perusahaan atau mencemarkan nama baik perusahaan / pengusaha dan atau kelurga pengusaha yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara

k.Mabuk, meminum minuman keras yang memabukan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dilingkungan kerja

l.Menerima pemberian imbalan jasa dari siapapun karena jabatanya tanpa sepengathuan atasan sehingga secara langsung maupun tidak langsung merugikan perusahaan

m.Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan

n.Melakukan perkelahian dan atau pemukulan didalam lingkungan perusahaan antara sesama karyawan perusahaan atau perusahaan lain yang ditugaskan di perusahaan atau dengan pelanggan perusahaan

o.Tanpa wewenang membawa senjata api / tajam / petasan / bahan peledak lainnya ke dalam lingkungan perusahaan

p.Menyalahgunakan hak, jabatan dan fasilitas yang diberikan perusahaan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi ataupun pihak ketiga lainnya diluar ketentuan yang berlaku dan dapat merugikan perusahaan

q.Mencari keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan menggunakan jabatannya, sehingga perusahaan langsung atau tidak langsung dirugikan

r.Dengan sengaja atau karena lalai mengakibatkan dirinya dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya

s.Bekerja pada pihak lain atau mempunyai usaha sendiri yang dapat mengganggu pelaksanaan tugasnya di perusahaan

t.Memberikan konsultasi atau pelatihan dibidang bisnis dan manajemen kepada pihak lain yang merupakan kompetensi dan atau rahasia perusahaan tanpa seizin atasan

u.Melakukan pelanggaran atau perbuatan melawan hukum lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan atau lebih.

v.Melakukan memanipulasi data / memberikan keterangan tidak benar dari data yang seharusnya.

3.Pekerja dapat diputuskan hubungan kerjanya dengan diberi uang pesangon, penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak karena melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerja bersama setelah kepada pekerja yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut-turut atau melakukan peningkatan sanksi pelanggaran dari Surat Peringatan Ketiga (SP-III) yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama dan atau lebih rendah.

4.Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :

a.Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

b.Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaan karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

c.Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya.

d.Pekerja/buruh menikah

e.Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya.

f.Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

g.Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh diluar jam kerja atau didalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha atau berdasarkan ketentuan yang diataur dalam perjanjian kerja peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

h.Pekerja/buruh mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan perbuatan tindak pidana.

i.Perbedaan faham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

j.Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

k.Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja/buruh yang bersangkutan.

Pasal 54 : Pembayaran Uang Pesangon, Uang Penghargaan & Penggantian Hak

1.Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima yang sesuai dengan Undang undang No. 13 Tahun 2003.

2.Perhitungan pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut :

a.Masa Kerja kurang dari 1 Tahun : 1 Bulan Upah;

b.Masa Kerja 1 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 Tahun : 2 Bulan Upah;

c.Masa Kerja 2 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 Tahun : 3 Bulan Upah;

d.Masa Kerja 3 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 Tahun : 4 Bulan Upah;

e.Masa Kerja 4 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 Tahun : 5 Bulan Upah;

f.Masa Kerja 5 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 Tahun : 6 Bulan Upah;

g.Masa Kerja 6 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 Tahun : 7 Bulan Upah;

h.Masa Kerja 7 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 Tahun : 8 Bulan Upah;

i.Masa Kerja 8 Tahun atau lebih : 9 Bulan Upah;

3.Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a.Masa Kerja 3 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 Tahun : 2 Bulan Upah;

b.Masa Kerja 6 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 Tahun : 3 Bulan Upah;

c.Masa Kerja 9 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 Tahun : 4 Bulan Upah;

d.Masa Kerja 12 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 Tahun : 5 Bulan Upah;

e.Masa Kerja 15 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 Tahun : 6 Bulan Upah;

f.Masa Kerja 18 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 Tahun : 7 Bulan Upah;

g.Masa Kerja 21 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 Tahun : 8 Bulan Upah;

h.Masa Kerja lebih dari 24 Tahun : 10 Bulan Upah;

4.Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a.Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

b.Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat pekerja/buruh diterima bekerja

c.Penggantian hak perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas persen) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat

d.Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 55 : Dasar Perhitungan Uang Pesangon

Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa

kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima terdiri atas :

1.Upah pokok

2.Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma- cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh.

Pasal 56 : Pemberhentian Sementara

1.Pengusaha dapat memberhentikan sementara (Skorsing) kepada pekerja bila melakukan kesalahan yang dianggap Besar/Berat, sambil menunggu keputusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

2.Pengusaha dapat memberhentikan sementara (Skorsing) bila pekerja melakukan kembali pelanggaran setelah mendapat Surat Peringatan Terakhir (ketiga), sambil menunggu keputusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

3.Pemberian Upah selama Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatas diatur menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 155 ayat 3.

Pasal 57 : Pengunduran Diri

1. Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, yang tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, berhak menerima uang penggantian hak sesuai pasal 53 ayat 4 PKB - PT. Greentex Indonesia Utama II, dan diberikan uang pisah yang besamya dan pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.

2.Besaran dan pengaturan Uang Pisah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat 1 adalah sebagai berikut :

  • Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun : 1 bulan upah
  • Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun : 1.5 bulan upah
  • Masa kerja 9 tahun atau lebih : 2 bulan upah.

3.Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus memenuhi syarat :

  • Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai mengundurkan diri
  • Tidak terikat dalam ikatan dinas
  • Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai mengundurkan diri.

4.Pemutusan hubungan kerja dengan alasan mengudurkan diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

Pasal 58 : Surat Keterangan Kerja

Dalam hal pekerja (untuk karyawan PKWTT maupun PKWT) berhenti bekerja atas keinginan pekerja sendiri maka pekerja diwajibkan membuat surat pengunduran diri terlebih dahulu dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum mengakhiri masa kerja dan diserahkan ke bagian Personalia untuk disetujui pengunduran diri pekerja yang bersangkutan dan selanjutnya dapat mengambil Surat Keterangan Kerja (apabila syarat administrasi terpenuhi sebelum tanggal karyawan keluar).

Pasal 59 : Pembayaran Upah Selama Pekerja Ditahan Yang Berwajib

1.Pengusaha dapat mengajukan permohonan ijin Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena pengaduan pengusaha maupun bukan karena diduga melakukan tindak pidana.

2.Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib permohonan ijin PHK dapat diajukan setelah ada keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

3.Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut :

a.Untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% dari Upah

b.Untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% dari Upah

c.Untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% dari Upah

d.Untuk 4 (empat) orang tanggungan : 50% dari Upah

4.Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan utnuk paling lama 6 (enam) bulan takwim terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan pihak berwajib.

5.Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekrja yang telah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena proses perkara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau sebelum masa 6 (enam) bulan apabila pengadilan telah memutuskan bersalah kepada pekerja yang bersangkutan tanpa penetapan lembaga PPHI.

6.Dalam hal pekerja dibebaskan dari tahanan dan temyata tidak terbukti melakukan kesalahan sebelum masa 6 (enam) blan sebagaimana dimaksud ayat (5) maka pengusaha wajib mempekerjakan kembali.

Pasal 60 : Pemutusan Hubungan Kerja Dalam Masa Percobaan

1.Dalam masa percobaan kedua belah pihak sewaktu-waktu dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan tetap mengacu pada pasal 54 mengenai pengunduran diri karyawan.

2.Pemutusan hubungan kerja dalam masa percobaan tidak disetai pemberian imbalan/uang jasa ataupun pesangon, terkecuali gaji/upah sampai hari terakhir pekerja tersebut bekerja.

Pasal 61 : Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pekerja Ditahan Oleh Pihak Yang Berwajib

1.Pengusaha dapat mengajukan permohonan penetapan Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha

2.Pengajuan permohonan penetapan PHK sebagaimana tersebut dalam ayat 1(satu) dapat dilakukan setelah 6 (enam) bulan pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara.

3.Dalam hal pengadian memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terakhir dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja kembali.

4.Kepada pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja tersebut diberikan haknya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

Pasal 62 : PHK Akibat Perusahaan Terjadi Perubahan Status

1.Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan. Perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 54 ayat (4).

2.Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan atau peleburan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 54 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 54 ayat (4)

Pasal 63 : Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pensiun

1. Batas usia pensiun bagi pekerja ditetapkan maksimum 55 (lima puluh lima) tahun sesuai dengan data yang ada di perusahaan.

2.Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja kepada pekerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun

3.Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan pada akhir bulan takwim dan sebagai dasar menentukan usia pekerja adalah tanggal lahir yang terdaftar di bagian HRD Personalia

4.Bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja karena pensiun, maka perusahaan memberikan :

a.Uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 54 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 54 ayat (4)

b.Bonus untuk tahun yang berjalan

5.Atas dasar kebutuhan, perusahaan dapat meminta kepada pekerja yang telah mencapai batas usia pensiun untuk tetap bekerja dengan persetujuan direksi.

Pasal 64 : Perusahaan Tutup

1.Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun atau keadaan memaksa (force majeur) dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uap pesangon sebesar 1 (satu) kali pasal 54 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 54 ayat 4

2.Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

3.Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 54 ayat 2, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 54 ayat 4

Pasal 65 : Pekerja Atau Buruh Meninggal

Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 54 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 54 ayat (4)

Pasal 66 : Mengalami Cacat Akibat Kecelakaan

Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 54 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan pasal 54 ayat (3) dan uang penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan pasal 54 ayat (4).

BAB XIII : KELUH KESAH

Pasal 67 : Tata Cara Penyelesaian Keluh Kesah

1.Pekerja dapat menyampaikan keluh kesahnya atau pengaduan dalam tingkat pertama kepada atasannya langsung, melalui kotak saran atau SMS hotline yang disediakan perusahaan.

2.Apabila penyelesaian pengaduan keluh kesah dianggap tidak memuaskan pekerja yang bersangkutan, maka pekerja dapat meminta penyelesaian dari atasan yang lebih tinggi maupun dari bagian Personalia dan apabila benar-benar tidak dapat diselesaikan secara bipartit, baru meminta bantuan ke Disnaker setempat yang seterusnya segala sesuatunya disalurkan melalui Undang-undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Undang-Undang 13 Tahun 2003.

BAB XIV : KETENTUAN PENUTUP

Pasal 68 : Penutup

1.Perjanjian Kerja Bersama ini berlaku dengan mengikat pekerja dan pengusaha selama 2 (dua) tahun sejak tanggal ditandatanganinya oleh kedua belah pihak.

2.Setelah masa berlakunya berakhir Perjanjian Kerja Bersama dianggap diperpanjang dan masih berlaku paling lama 1 (satu) tahun, selama belum tercapai Perjanjian Kerja Bersama baru.

3.Perpanjangan Perjanjian Kerja Bersama ini telah disetujui kedua belah pihak dan ditandatangani pada hari Selasa 23 Januari 2017.

PIHAK-PIHAK YANG MENGADAKAN PERUNDINGAN PKB

Perwakilan Serikat Pekerja :

Yayat Supriyatna

(Ketua SPM – GREENTEX)

Irvan Andri

(Ketua GASPERMINDO)

Perwakilan Perusahaan :

Mr. KIM Chang Sig

(Presiden Direktur)

Tetep Budi Budiman

(HRD Manager)

Menyaksikan,

KEPALA DINAS TENAGA KERJA KABUPATEN BANDUNG

Drs. RUKMANA, M.Si

NIP.196550201991021002

PT. Greentex Indonesia Utama II - 2018/2020 -

Tanggal dimulainya perjanjian: → Tidak ditentukan
Tanggal berakhirnya perjanjian: → Tidak ditentukan
Sektor publik/swasta: → 
Disimpulkan oleh:
Loading...