PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT. GISTEX GARMEN INDONESIA DENGAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA DAN SERIKAT PEKERJA NASIONAL PT. GISTEX GARMEN INDONESIA

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ANTARA PT. GISTEX GARMEN INDONESIA DENGAN SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA DAN SERIKAT PEKERJA NASIONAL PT. GISTEX GARMEN INDONESIA

PEMBUKAAN

Pihak Pengusaha dan Pekerja bersama-sama menyadari sepenuhnya bahwa diperlukan usaha yang sungguh-sungguh untuk menciptakan suasana harmonis, luwes serta sehat sesuai dengan hubungan Industrial Pancasila.

Dalam usaha untuk mencapai maksud bersama tersebut diatas, pihak Pengusaha dan Pekerja bertekad untuk meningkatkan produktifitas dimana masing-masing mempunyai kepentingan yang tidak dapat dipisahkan yaitu : Perluasan usaha perusahaan dan peningkatan sosial ekonomi para pekerja. Dasar sikap positif dari kedua belah pihak ini akan merupakan suatu pedoman untuk menentukan serta merumuskan bersama mengenai berbagai hal serta kewajiban masing- masing pihak dan pengaturan tata tertib perusahaan.

Untuk mencapai maksud diatas dipandang perlu agar semua pelaku yang ikut berperan dalam Hubungan Industrial Pancasila berpegang teguh pada nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, Peraturan Menteri Tanaga Kerja dan Transmigrasi No. 16/MEN/XI/2011 tentang Tata Cara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang tumbuh dan berkembang diatas kepentingan Bangsa dan Kebudayaan Nasional, yaitu :

1.Suatu hubungan industrial yang berdasarkan asas asas Ketuhanan Yang Maha Esa;

2.Suatu hubungan industrial yang berdasarkan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yaitu suatu hubungan industrial yang tidak menganggap pekerja sekedar faktor produksi tetapi sebagai manusia pribadi dengan harkat dan martabatnya;

3.Suatu hubungan industrial yang didalam dirinya mengandung asas yang dapat mendorong Persatuan, yang pada prinsipnya seluruh orientasi ditujukan kepada kepentingan nasional;

4.Suatu hubungan industrial yang berdasarkan atas prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat, yaitu suatu hubungan industrial yang berusaha menghilangkan perbedaan- perbedaan dan mencari persamaan kearah persetujuan antara pekerja dan pengusaha;

5.Suatu hubungan industrial yang mendorong kearah terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia dan untuk itu seluruh hasil upaya bangsa, khususnya upaya bangsa di dalam pembangunan ekonomi harus dapat dinikmati bersama secara serasi, seimbang dan merata, dalam arti bagian yang memadai sesuai dengan fungsi dan prestasi para pelaku, dalam arti merata secara nasional meliputi seluruh daerah, secara vertikal meliputi seluruh kelompok masyarakat.

Hubungan Industrial Pancasila didasarkan atas suasana serta keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pihak-pihak yang tersangkut dalam kelompok proses produksi yaitu Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah serta Masyarakat umum.

Hubungan Industrial Pancasila berpegang pula pada Tri Dharma dimana antara Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah tercipta rasa saling memiliki, turut memelihara dan mempertahankan serta terns menerus mawas diri yang mengandung asas partneship dan tangung jawab bersama. Dan salah satu usaha untuk mewujudkannya ialah melalui Perjanjian Kerja Bersama.

Dengan demikian pihak-pihak yang terlibat dan atau berkepentingan dalam Perjanjian Kerja Bersama senantiasa bertanggung jawab sepenuhnya untuk mentaati dalam melaksanakan hal-hal yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama ini.

BAB I : UMUM

Pasal 1 : Pengertian Dan Istilah

1.Perjanjian Kerja Bersama adalah seperti yang diatur dalam Permenaker No. 08/men/III/2006 Tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Pekerja dan Perusahaan, beserta peraturan-peraturannya dan Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003.

2. PT. GISTEX GARMEN INDONESIA adalah PT. GISTEX yang beralamatkan di Jl. Panyawungan KM. 19, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

3.Serikat Pekerja PT. GISTEX GARMEN INDONESIA adalah wadah organisasi para pekerja PT. GISTEX GARMEN INDONESIA.

4.Pengusaha atau Perusahaan adalah PT. GISTEX GARMEN INDONESIA.

5.Pekerja adalah setiap orang yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha dan diberi upah.

6.Pekerja bulanan adalah pekerja yang menerima upah dengan perhitungan kerja bulanan.

7.Pekerja harian adalah pekerja yang menerima upah dengan perhitungan kerj a harian.

8.Pekerja borongan adalah pekerja yang mendapatkan upah atas dasar satuan produksi.

9.Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang telah ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan perundang undangan, perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja.

10.Upah lembur adalah upah yang diberikan kepada pekerja yang melakukan pekerjaan diluar jam kerja wajib yang telah dilakukan.

11.Hari kerja adalah hari-hari kerja pekerja sesuai dengan jadwal hari kerja yang telah ditentukan oleh perusahaan.

12.Istirahat mingguan adalah 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

13.Hari libur resmi adalah hari-hari libur resmi yang diteiapkan oleh pemerintah

14.Seminggu adalah waktu selama 7 (tujuh) hari .

15.Sehari adalah waktu selama 24 (dua puluh empat) jam.

16.LKS Bipartit adalah forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hubungan industrial di suatu perusahaan yang anggotanya terdiri dari pengusaha dan karyawan dan tercatat di instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan

17.Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja selanjutnya disebut P2K3 adalah badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

18.Gistex Android adalah fasilitas yang diberikan oleh perusahaan dalam menyampaikan saran dan keluhan pekerja melalui aplikasi handphone. 

Pasal 2 : Pihak Yang Mengadakan Perjanjian

Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing bertindak untuk dan atas nama:

1.PT. GISTEX GARMEN INDONESIA, beralamatkan di Jl. Panyawungan KM. 19, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, Selanjutnya disebut dengan “Pihak Pertama”.

2.Pengurus Serikat Pekerja Seluruh Indonesia dan Serikat Pekerja Nasional PT. GISTEX GARMEN INDONESIA, beralamatkan di Jl. Panyawungan KM. 19, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, Selanjutnya disebut dengan “Pihak Kedua”.

Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat dalam perundingan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama memberi mandat kepada masing-masing tim perunding seperti dibawah ini :

Susunan Anggota Tim Perunding PT. GISTEX GARMEN INDONESIA.

Pudji Astuti S.Psi

(Ketua merangkap Anggota)

Muhamad Ilham Fatah S.Psi

(Sekretaris merangkap Anggota)

Susunan Anggota Tim Perunding Serikat Pekerja

Dadang Sujana

(Ketua SPSI)

Akhmad Faizal Reza

(Sekertaris SPSI)

Dadang

(Ketua SPN)

Pepen Pendi

(Sekertaris SPN)

Setelah mengadakan perundingan pada 12 April 2016, maka “Pihak Pertama” dan “Pihak Kedua” sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerja Bersama seperti tertuang dalam pasal- pasal berikut ini :

Pasal 3 : Luasnya Perjanjian

1.Perjanjian Kerja Bersama ini bersifat internal yang diterapkan secara internal dan menyangkut pekerja-pekerja yang bekerja pada PT. GISTEX GARMEN INDONESIA yang beralamatkan di Jl. Panyawungan KM. 19, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

2.Pasal-pasal yang tercantum di dalam Perjanjian Kerja Bersama ini merupakan persetujuan bersama yang wajib ditaati dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak.

3.Kedua belah pihak menyadari serta mengakui Hak serta Kewajiban lainnya yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 4 : Kewajiban Kedua Belah Pihak

Kedua belah pihak berkewajiban menjaga dan memelihara hubungan kerja yang harmonis demi ketentraman kerja dan ketenangan usaha didalam perusahaan / pabrik.

BAB II : PENGAKUAN DAN FASILITAS UNTUK SERIKAT PEKERJA

Pasal 5 : Pengakuan Terhadap Serikat Pekerja Dan Unit-Unitnya

1.Pengusaha mengakui bahwa Serikat Pekerja SPSI PT. GISTEX GARMEN INDONESIA adalah merupakan organisasi pekerja yang mewakili anggota-anggotanya yang mempunyai hubungan kerja dengan pihak pengusaha.

2.Pengusaha mengakui bahwa Serikat Pekerja SPN PT. GISTEX GARMEN INDONESIA adalah merupakan organisasi pekerja yang mewakili anggota-anggotanya yang mempunyai hubungan kerja dengan pihak pengusaha.

3.Dalam usaha memelihara serta meningkatkan hubungan yang lebih harmonis, maka dengan seijin pengusaha setiap anggota pengurus Serikat Pekerja PT. GISTEX GARMEN INDONESIA diperkenankan/diperbolehkan untuk masuk kedalam kantor/pabrik milik perusahaan, dalam rangka menunaikan tugas-tugas serikat pekerja tanpa mempengaruhi proses produksi.

4.Pengusaha tidak menghalang-halangi kegiatan serta perkembangan Serikat Pekerja didalam dan diluar perusahaan dengan pemberitahuan resmi kepada pengusaha.

5. Pengusaha turut mendorong perkembangan unit kerja Serikat Pekerja didalam perusahaan.

Pasal 6 : Tentang Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama

Sesuai UU No. 13 tahun 2003 pasal 116 ayat 1. Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja /serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dengan pihak pengusaha, maka PKB yang ada di PT. GISTEX GARMEN INDONESIA dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh SPSI, SPN dengan pengusaha.

Pasal 7 : Fasilitas Unit Kerja Serikat Pekerja Setempat

1.Perusahaan menyediakan papan pengumuman untuk Serikat Pekerja dan pemasangan pengumuman dan informasi yang ditempelkan oleh Serikat Pekerja diketahui oleh HRD

2.Perusahaan memberi dispensasi kepada pengurus SP untuk menjalankan tugas organisasi baik didalam perusahaan, maupun diluar perusahaan dengan pembayaran upah sesuai dengan prosedur yang berlaku.

3.Pengusaha memberikan dispensasi kepada anggota pengurus serikat pekerja PT. GISTEX GARMEN INDONESIA atau anggota yang ditunjuk/diangkat berdasarkan keputusan organisasi vertikal yang lebih tinggi, untuk menjalankan tugas dan kewajibannya tanpa mengurangi hak-haknya, yang waktu dan pelaksanaannya akan diatur kemudian.

4.Dispensasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) pasal ini diberikan setelah permohonan diajukan oleh pengurus serikat pekerja selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelumnya ke perusahaan dengan melampirkan surat tugas atau surat panggilan dan atau surat undangan dari instansi terkait.

5.Perusahaan menyediakan fasilitas ruang kerja untuk pengurus Serikat Pekerja

6.Pengusaha melaksanakan pemotongan upah karyawan untuk pembayaran iuran anggota SP berdasarkan kuasa potong dari karyawan dan daftar anggota Serikat Pekerja, dengan memperhatikan Permenaker No. PER-04/MEN/1996 tanggal 29 Mei 1996.

7.Pengusaha memberikan bantuan kepada Pimpinan Unit kerja SPSI dan Pimpinan serikat pekerja SPN guna kepentingan serta kegiatan organisasi yang besarnya masing-masing RP. 100.000 setiap bulan

Pasal 8 : Jaminan Bagi Serikat Pekerja

1.Perusahaan menjamin pengurus serikat pekerja tidak melakukan tindakan intimidasi ataupun diskriminasi terhadap pengurus karena menjalankan fungsinya dalam organisasi SP

2.Perusahaan menyelesaikan keluhan karyawan dengan cepat dan obyektif

3.Perusahaan terbuka untuk memberikan informasi kepada pengurus Serikat Pekerja terkait ketenagakerjaan.

4.Pengurus serikat pekerja dapat memanggil anggotanya di dalam jam kerja atas seijin atasannya

5.Perusahaan menghindari terjadinya penutupan perusahaan (lock out), karena tidak sesuai dengan semangat Hubungan Industrial Pancasila.

6.Perusahaan menjamin tidak ada penurunan jabatan ataupun mutasi kerja karena karyawan terpilih menjadi pengurus Serikat Pekerja.

Pasal 9 : Jaminan Bagi Perusahaan

1.Serikat Pekerja bekerja sama dengan perusahaan untuk menegakkan Tata Tertib dan disiplin kerja maupun melakukan pembinaan terhadap karyawan.

2.Serikat Pekerja tidak mencampuri urusan perusahaan yang tidak ada kaitannya dengan hubungan ketenagakerjaan.

3.Pengurus Serikat Pekerj a menghindari mogok kerja yang tidak sesuai aturan.

Pasal 10 : Hubungan Industrial

1.Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.

2.Dalam melaksanakan hubungan industrial, pengusaha dan organisasi pengusaha mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan.

Pasal 11 : Kesempatan Dan Perlakukan Yang Sama

Setiap pekerja memiliki kesempatan dan berhak memperoleh perlakukan yang sama tanpa memandang agama, warna kulit, ras dan jenis kelamin.

BAB III : FORUM BIPARTIT

Pasal 12 : Pertemuan

Pekerja dan atau organisasi pekerja dan pimpinan perusahaan bertekad untuk meningkatkan ketenangan kerja bagi pekerja dan ketenangan usaha bagi pengusaha. Untuk membina lancarnya hubungan timbal balik, maka pimpinan perusahaan dan pekerja akan membentuk Lembaga Kerjasama Bipartit sesuai yang disyaratkan oleh peraturan perundang- undangan yang berlaku dengan kegiatannya antara lain sebagai berikut:

1.Pertemuan rutin, dilakukan secara berkala

2.Pertemuan insidentil, dilakukan sewaktu-waktu untuk membahas masalah-masalah yang mendesak.

Pasal 13 : Pembinaan

Dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja demi tercapainya tingkat kualitas produktivitas dan pelayanan yang optimal, maka pekeija, serikat pekerja dan pimpinan perusahaan secara bersama-sama bertanggungjawab untuk :

1.Memelihara moral kerja

2.Meningkatkan disiplin kerja

3.Menanamkan rasa tanggung j awab

4.Mengembangkan kemampuan, ketrampilan dan kreativitas

BAB IV : WAKTU KERJA DAN WAKTU ISTIRAHAT

Pasal 14 : Waktu Kerja

1.Penetapan waktu kerja didasarkan kepada kebutuhan perusahaan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

2.Berdasarkan ketentuan di atas, waktu kerja diatur sebagai berikut :

a) Hari kerja bagi perusahaan adalah 5 hari kerja dalam satu minggu (Senin s/d Jum'at)

b) 8 jam per hari dan 40 jam seminggu (5 hari kerja seminggu)

c) Waktu kerja:

  • Waktu kerja normal : 07.30 - 16.30 WIB
  • Waktu kerja office : 08.00 - 17.00 WIB
  • Waktu kerja shift I : 06.00 - 14.30 WIB
  • Waktu kerja shift II : 14.40 - 23.10 WIB
  • Waktu kerja shift III : 18.15 - 03.00 WIB

d) Waktu kerja tertentu:

  • Waktu kerja 10.00 - 19.00 WIB
  • Waktu kerja 12.30 - 21.00 WIB

3.Waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 point d, berlaku untuk staff atau posisi jabatan tertentu berdasarkan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan

4.Waktu kerja tertentu sebagaimana dimaksud diberikan kepada karyawan berdasarkan pertimbangan dan izin atasan terkait dengan terlebih dahulu mempertimbangkan situasi dan kondisi tertentu.

Pasal 15 : Waktu Istirahat

1.Waktu istirahat tidak termasuk jam kerja, diberikan 30 menit setelah pekerja menjalankan pekerjaan selama 4 (empat) jam terus menerus.

2.Istirahat mingguan diberikan 2 (dua) hari bagi karyawan yang bekerja 5 (lima) hari dalam seminggu.

BAB V : PENGUPAHAN

Pasal 16 : Upah

1.Upah terdiri dari Gaji Pokok dan Tunjangan-tunjangan lainnya.

2.Dalam hal komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap yang besaran upah pokok sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima persen) dari gaji pokok dan tunjangan tetap.

3.Dalam pembayaran upah, akan diperhitungkan pajak penghasilan (sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Pajak yang berlaku dan potongan lainnya).

4.Perusahaan melaksanakan perhitungan, penyetoran dan melaporkan Pajak Penghasilan seluruh Pekerja sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Perundang-undangan Pajak yang berlaku.

5.Periode perhitungan upah dihitung dari tanggal 21 sampai dengan tanggal 20 bulan berjalan.

6.Penyesuaian upah berdasarkan peraturan pemerintah yang berlaku.

7.Upah yang terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tunjangan lainnya tidak dapat ditarik dan dikurangi kembali.

8.Sistem pembayaran upah dilakukan via transfer/atm bank yang bekerja sama dengan perusahaan.

9.Pembayaran upah melalui transfer bank dilakukan paling lambat setiap tanggal 29 setiap bulannya dan untuk pembayaran upah secara cash dlakukan paling lambat tanggal 1 (satu) setiap bulan.

10.Apabila tanggal pembayaran upah jatuh di hari libur, maka pembayaran upah dimajukan.

11.Apabila ada kekurangan/kekeliruan penghitungan upah, maka kekurangan atau kekeliruan tersebut akan dibayarkan cash pada bulan berjalan maksimal tanggal 10 setiap bulan.

Pasal 17 : Kerja Dan Upah Lembur

1.Kerja lembur adalah kerja yang dilakukan oleh pekerja setelah delapan jam kerja atau bekerja pada hari istirahat mingguan dan Hari Libur Resmi dan disertai Surat Lembur tertulis dari Pimpinan Kerjanya.

2. Pada dasarnya kerja lembur dilakukan atas persetujuan pihak pengusaha dan pekerja kecuali dalam hal force majeur, misal : kebakaran, bencana alam, huru hara, pemadaman listrik dan sebagainya.

3.Pelaksanaan kerja lembur harus tunduk dan mentaati undang-undang Ketenagakerjaan yang berlaku dan sesuai dengan izin yang diberikan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja.

4.Dasar perhitungan upah lembur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku adalah 1/173 x upah sebulan.

5.Cara perhitungan upah lembur :

a.Upah lembur pada hari kerja biasa.

  • Jam I (setelah jam kerja) : 1.5 x upah sejam
  • Jam II, dst : 2 x upah sejam

      b.Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau hari libur resmi:

      • 8 Jam Pertama : 2 x upah sejam
      • Jam ke-9 (sembilan) : 3 x upah sejam
      • Jam ke-10 (sepuluh) : 4 x upah sejam

      BAB VI : UPAH TUNGGU

      Pasal 18 : Upah Waktu Menunggu Pekerjaan

      1.Jika karena kondisi perusahaan yang menyebabkan pekerja terpaksa menunggu pekerjaan, maka pekerja tetap akan menerima upah secara penuh.

      2.Aturan tunggu mulai berjalan pada hari berikutnya setelah pada pekerja yang bersangkutan diberitahukan tentang kenyataan tidak ada pekerjaan.

      3.Pada saat masa penungguan menginjak minggu keempat dari bulan kedua, maka perlu diadakan musyawarah antara pengusaha dengan Serikat Pekerja atau perwakilan pekerja, untuk menentukan apakah masa penungguan itu akan dilanjutkan atau diberhentikan.

      4.Seandainya akan dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka kepada pekerja diberikan Uang Pesangon dan Jasa sesuai dengan Undang-Undang/peraturan yang berlaku.

      5.Dalam masa satu minggu yang pertama menunggu pekerjaan, pekerja diwajibkan datang di tempat bekerja untuk menandatangani daftar hadir. Untuk mingu kedua, ketiga dan seterusnya, kewajiban menandatangani daftar hadir itu ditentukan dua hari setiap minggu, satu hari diantaranya supaya jatuh pada hari pembayaran. Melalaikan kewajiban tersebut berarti hilang haknya atau uang tunggu untuk hari berikutnya, kecuali jika ada alasan-alasan yang sah dan diperkuat dengan surat keterangan sekurang- kurangnya dari Kepala Desa.

      6.Jika sewaktu-waktu secara insidentil terjadi penungguan yang memakan waktu kurang dari 7 (tujuh) jam sehari, maka kepada pekerja dibayar upah/gaji biasa sehari. Pekerja tidak berhak atas pembayaran upah selama menunggu bila mana saat pekerjaan akan dimulai lagi pekerja tidak ada di tempat pekerjaannya atau meninggalkan pabrik secara tidak sah.

      BAB VII : PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN UNTUK BEKERJA

      Pasal 19 : Istirahat Dan Cuti Tahunan

      Setiap pekerja berhak atas istirahat tahunan dengan mendapat upah penuh berdasarkan ketentuan sebagai berikut :

      1.Setiap/setelah masa kerja 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada perusahaan.

      2.Pemberian istirahat tahunan diatur oleh pengusaha dengan memperhatikan kepentingan pekerja yang bersangkutan.

      3.Karena alasan yang sah, hak istirahat tahunan boleh ditunda dengan tidak melampaui 12 (dua belas) bulan.

      Pasal 20 : Hari Raya Resmi

      1.Hari Raya Resmi adalah hari raya yang ditentukan/ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Agama.

      2.Pada Hari Raya Resmi pekerja diberi libur dengan dibayar upahnya.

      Pasal 21 : Ijin Meninggalkan Pekerjaan Di Luar Cuti Tahunan

      1.Pekerja diberi ijin untuk tidak masuk bekerja, diluar istirahat tahunan dengan tidak dikurang upahnya dalam hal :

      a.Perkawinan pekerja sendiri: 3 hari.

      b.Perkawinan anak pekerja: 2 hari.

      c.Istri pekerja melahirkan/gugur kandungan: 2 hari.

      d.Kematian istri/suami/anak: 2 hari.

      e.Kematian orang tua/mertua/menantu: 2 hari.

      f.Khitanan/pembaptisan anak: 2 hari

      g.Kematian anggota keluarga dalam satu rumah: 1 hari.

      2.Ijin tidak masuk bekerja di luar istirahat tahunan termaksud dalam ayat (1) pasal ini maksimal diberikan 8 (delapan) hari kerja setahun.

      3.Pengusaha dapat mempertimbangkan untuk memberikan ijin tidak masuk bekerja kepada pekerja di luar ketentuan ayat (1) diperhitungkan dengan hak cuti tahunannya.

      4.Jika jumlah hari absen melebihi hak cuti tahunannya, pekerja akan dikenakan tindakan disipliner.

      Pasal 22 : Cuti Hamil, Cuti Melahirkan Dan Cuti Haid

      1.Pekerja diberi cuti selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan anak atau gugur kandungan.

      2.Pekerja wajib melaporkan kehamilannya kepada perusahaan diawal kehamilannya dengan disertai keterangan dokter/bidan.

      3.Pekerja yang berhak menggunakan haknya sebagaimana yang disebutkan pada ayat (1) pasal ini wajib menyampaikan permohonan kepada pimpinan perusahaan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelumnya.

      4.Surat pemberitahuan atau permohonan cuti hamil/gugur kandungan termaksud dalam ayat-ayat di atas harus disertai keterangan dokter atau bidan.

      5.Perusahaan memberikan perlindungan kepada pekerja yang sedang hamil yang diatur dalam kebijakan dan SOP K3

      6.Pekerja yang haid merasakan sakit tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan hari kedua semasa haid dan tetap mendapatkan upah dengan ketentuan:

      a) Apabila karyawan merasakan sakit karena haid pada saat bekerja karyawan memberitahukan kepada atasannya

      b) Petugas klinik perusahaan memberikan rekomendasi istirahat bagi karyawan yang merasakan sakit karena haid.

      c) Jika karyawan merasakan sakit diluar jam kerja karyawan wajib menyerahkan surat keterangan dokter atau surat keterangan dari bidan.

      d) Cuti haid tidak mengurangi cuti tahunan.

      Pasal 23 : Ijin Karena Sakit

      1.Istirahat sakit diberikan kepada pekerja berdasarkan surat keterangan dokter asli (tanpa revisi), baik sakit biasa atau kecelakaan kerja. Pekerja yang tidak masuk kerja karena sakit, harus memberitahukan kepada atasannya atau HRD dan GA paling lambat pada jam kerja hari tersebut.

      2.Apabila pekerja tidak memberikan informasi mengenai ketidakhadirannya dan kemudian HRD dan GA telah mengeluarkan surat panggilan kepada pekerja tersebut, maka apabila setelah surat panggilan dikeluarkan, pekerja tersebut baru menyerahkan surat keterangan sakitnya, maka surat keterangan sakit tersebut akan dianggap tidak berlaku.

      3.Setiap Pekerja wajib melampirkan salinan / Photo Copy Resep Obat atau Catatan dokter atas sakit yang diderita / Diagnosa awal atau Surat Keterangan Sakit yang diberikan kepada perusahaan dari dokter.

      BAB VIII : PENERIMAAN KARYAWAN DAN HUBUNGAN KERJA

      Pasal 24 : Syarat-Syarat Penerimaan Pekerja Baru

      Syarat-syarat penerimaan karyawan baru antara lain:

      1.Memiliki ijasah yang diterima oleh pengusaha, bila diperlukan pengusaha dapat menerima untuk dapat melihat ijasah asli.

      2.Mempunyai Kartu Tanda Penduduk.

      3.Menyertakan foto copy Kartu Keluarga.

      4.Memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kepolisian setempat.

      5.Berusia minimum 18 (delapan belas) tahun pada saat penerimaan.

      6.Surat referensi dari tempat kerja terakhir (vaclaring) bila telah/pernah bekerja.

      7.Lulus tes yang diadakan oleh perusahaan.

      Pasal 25 : Penerimaan Pekerja

      1.Tata cara dan persyaratan penerimaan pekerja baru akan diatur tersendiri

      2.Informasi lowongan kerja diumumkan terlebih dahulu kepada seluruh karyawan melalui papan pengumuman dan media informasi lainnya yang ada di perusahaan.

      3.Pekerja boleh melamar pada posisi lowongan kerja yang terbuka jika memenuhi kriteria dan lulus dalam proses seleksi yang dilakukan perusahaan.

      Pasal 26 : PKWT

      1.Perjanjian Kerja Waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama 1 tahun. Dalam hal perjanjian kerja PKWT telah berakhir, perusahaan masih mempekerjakan karyawan bersangkutan, maka status karyawan atau pekerja bersangkutan menjadi PKWTT.

      2.Perusahaan wajib memberikan copy kontrak terhadap karyawan yang bersangkutan. Dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu pada suatu pekerjaan tertentu (PKWT), berakhirnya hubungan kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan, perusahaan tidak berkewajiban memberi uang pesangon atau imbalan apapun di luar yang telah diperjanjikan

      3.Dalam hal perjanjian kerja belum berakhir perusahaan memutus hubungan kerja maka perusahaan wajib membayar sisa upah sampai batas waktu berakhirnya perjanjian kerja.

      Pasal 27 : Masa Percobaan Bagi Karyawan Tetap

      1.Pekerja baru menjalani masa percobaan 3 bulan.

      2.Apabila pekerja lulus dalam masa percobaan maka ia diangkat menjadi pekerja tetap sesuai dengan perjanjian kerja

      3.Masa kerja di hitung sejak hari pertama karyawan bekerja diperusahaan.

      Pasal 28 : Penempatan Dan Pemindahan

      1.Pengusaha mengatur penempatan dan penunjukan pekerjaan serta pemindahan pekerjaan baik internal maupun eksternal untuk kepentingan kelancaran jalannya perusahaan.

      2.Pemindahan keluar lokasi Gistex Cileunyi (eksternal) tidak mengurangi upah pekerja dan fasilitas (mess, uang makan, uang transport) yang biasa diterima oleh karyawan bersangkutan.

      3.Pemindahan dan penugasan keluar Gistex Cileunyi (eksternal) disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan

      4.Penempatan atau penugasan karyawan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak

      5.Apabila akan dilakukan pemindahan terhadap seorang pekerja, minimal 1 (satu) minggu sebelumnya diberitahukan kepada yang bersangkutan dan dijelaskan maksud dan tujuan pemindahan dengan disertai surat penugasan/pemindahan tetap

      6.Dalam hal pekerja tidak sepakat untuk pemindahan dan penugasan maka perusahaan dapat melakukan PHK sebesar 1 kali ketentuan pasal 50 ayat 2 tentang uang pesangon dan 1 kali pasal 50 ayat 3 tentang uang penghargaan masa kerja serta uang penggantian hak.

      Pasal 29 : Promosi

      1.Perusahaan akan memberikan prioritas kepada karyawan yang memenuhi persyaratan untuk pengisian jabatan lebih tinggi berdasarkan kepada:

      a) Performance / Kinerja

      b) Potensi / kompetensi

      c) Kebutuhan bisnis

      2.Ketentuan tentang promosi diatur tersendiri dalam Surat Keputusan dengan mengindahkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

      BAB IX : JAMINAN SOSIAL

      Pasal 30 : Perawatan Dan Pengobatan

      1.Bagi pekerja yang memerlukan pemeriksaan/perawatan dokter dan Rumah Sakit dapat menggunakan fasilitas klinik perusahaan dan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.

      2.Upah selama sakit dibayarkan (setelah mendapatkan rekomendasi dokter perusahaan) :

      a) Untuk 4 (empat) bulan pertama: 100% dari upah.

      b) Untuk 4 (empat) bulan kedua: 75% dari upah.

      c) Untuk 4 (empat) bulan ketiga: 50% dari upah

      d) Untuk bulan selanjutnya dibayar 25% dari upah sebelum Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan oleh pengusaha.

      Pasal 31 : Tunjangan Istimewa Tahunan

      1.Yang dimaksud Tunjangan Istimewa Tahunan adalah Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan kepada pekerja sehubungan dengan hari raya keagamaan yang besarnya disesuaikan sesuai dengan Permenaker RI No. 6 Tahun 2016

      2.Komponen THR terdiri dari Gaji pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap sesuai dengan Permenaker RI No. 6 Tahun 2016

      Pasal 32 : Sistem Jaringan Sosial Nasional (SJSN)

      1.Semua pekerja diikutsertakan dalam program Sistem Jaringan Sosial Nasional (SJSN) sesuai dengan Undang- Undang No. 40 tahun 2004 tentang SJSN

      2.Program SJSN yang dimaksud adalah:

      Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP)

      BAB X : DISIPLIN DAN TATA TERTIB KERJA

      Pasal 33 : Tata Tertib Administrasi

      1.Pekerja wajib mematuhi tata tertib administrasi dan regristrasi yang telah ditetapkan oleh Perusahaan.

      2.Pekerja wajib memberitahukan kepada pihak HRD & GA selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setiap terdapat perubahan data pribadi / keluarganya berkenaan dengan :

      a . Domisili / tempat tinggal

      b. Status keluarga (perkawinan, kelahiran, kematian)

      Pasal 34 : Tata Tertib Sikap Atasan Terhadap Bawahan

      1.Atasan wajib memperlakukan bawahannya dengan sopan, jujur dan wajar sesuai dengan tugasnya.

      2.Atasan wajib memberikan petunjuk kepada bawahannya tentang pekerjaan yang harus dilakukan termasuk aturan dan tata cara pelaksanaannya.

      3.Atasan wajib memberikan bimbingan dan dorongan kepada bawahannya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan disiplin kerja.

      4.Atasan wajib menegur bawahannya yang melakukan pelanggaran.

      5.Atasan wajib melakukan penilaian secara jujur dan objektif kepada bawahannya.

      Pasal 35 : Tata Tertib Bawahan Terhadap Atasan

      1.Bawahan wajib melaksanakan perintah dan petunjuk dari atasannya Selama hal tersebut dilaksanakan dalam batas pekerjaan dan tidak bertentangan dengan peraturan/norma yang berlaku.

      2.Bawahan wajib bersikap sopan, jujur dan wajar kepada atasannya.

      3.Bawahan wajib menanyakan kepada atasan hal-hal yang belum atau kurang jelas baginya.

      4.Bawahan dapat mengajukan usul atau saran kepada atasannya demi kelancaran tugas pekerjaannya di perusahaan.

      Pasal 36 : Tata Tertib Di Tempat Kerja

      1.15 (lima belas) menit sebelum jam kerja dimulai, semua karyawan harus mulai melakukan proses presensi (absen) menggunakan ID Card

      2.Apabila karyawan tidak membawa ID card, maka karyawan harus melapor ke bagian HRD sebelum jam masuk kerja dan mengisi form yang disediakan.

      3.Apabila karyawan terlambat dan melebihi waktu toleransi yang diberikan (10 menit dari jam masuk), maka karyawan tidak diperbolehkan masuk kerja dan dianggap mangkir (karena kesiangan)

      4.Untuk keperluan mendadak seorang pekerja dapat menghentikan atau meninggalkan pekerjaan sebelum waktunya setelah yang bersangkutan memberitahukan kepada pengusaha dan mendapat ijin meninggalkan pekerjaannya.

      5.Selama bekerja semua pekerja harus mengutamakan dan mencurahkan perhatian kepada pekerjaannya masing-masing serta memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

      a) Tidak diperbolehkan berbuat/berlaku tidak sopan.

      b) Mengganggu dan melakukan perbuatan-perbuatan di luar tugas pekerjaannya sehingga memperlambat pekerjaannya (mengurangi produksi) sendiri ataupun sesama teman sekerja.

      c) Tidak dibenarkan bercakap-cakap atau bersendau gurau dengan sesama teman sekerja di sekitar tempat bekerja sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan.

      d) Tidak diperbolehkan menghisap rokok, makan atau membawa makanan, minum didalam area produksi dan tempat yang dinyatakan dilarang.

      e) Tidak diperbolehkan tidur-tiduran dan atau tidur saat jam kerja yang telah ditetapkan.

      f) Tidak diperbolehkan menerima tamu pribadi selama jam-jam kerja di dalam atau di luar wilayah perusahaan tanpa ijin tertulis dari pihak yang berwenang di perusahaan.

      g) Tidak dibenarkan memakai atau menerima telepon untuk keperluan pribadi, kecuali untuk hal-hal yang sangat penting/mendesak dan harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari pihak yang berwenang di perusahaan.

      h) Tidak diperbolehkan menjual/memperdagangkan makanan atau barang berupa apapun atau mengedarkan daftar dukungan, menempelkan atau mengedarkan poster atau selebaran yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan tanpa ijin tertulis dari pihak yang berwenang di perusahaan.

      i) Pakaian kerja harus rapi.

      j) Kartu pengenal (Name Tag) harus selalu dipakai selama berada dalam lingkungan perusahaan.

      k) Semua perlengkapan kerja harus dipakai selama berada dalam lingkungan perusahaan.

      l) Menjaga kebersihan di lingkungan dan tempat kerja.

      m) Pelanggaran dari pasal dan ayat-ayat di atas terhadap pekerja yang bersangkutan dikenakan tindakan peringatan.

      Pasal 37 : Menjaga Kualitas Produksi

      1.Alat produksi harus dijaga, dipelihara dan digunakan sebaik-baiknya oleh setiap pekerja yang bersangkutan. Setiap kerusakan yang terjadi pada alat-alat produksi supaya segera dilaporkan kepada perusahaan atau pengurus yang berwenang, yang selanjutnya akan diberikan petunjuk-petunjuk seperlunya untuk memperbaiki setiap ada kerusakan.

      2.Bahan-bahan dan barang-barang milik perusahaan yang diterima dari pengusaha untuk dikerjakan wajib dijaga dan diperiksa dengan baik oleh setiap pekerja yang bersangkutan sebelum dikerjakan atau diproses lebih lanjut.

      3.Tidak merubah alat-alat produksi yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas dan produktifitas tanpa sepengetahuan pengusaha.

      4.Pekerja wajib melaporkan kepada pengusaha/pengurus yang berwenang apabila ada kerusakan mesin dan hal lain yang dianggap dapat menyebabkan menurunnya kualitas dan produktifitas.

      5.Hasil kerja/produksi untuk setiap hari kerja dari setiap pekerja harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh perusahaan (target produksi).

      Pasal 38 : Kebersihan, Ketertiban Dan Keamanan

      1.Setiap pekerja wajib menjaga kebersihan mesin dan sekitar tempat kerja.

      2.Tidak menaruh atau meletakkan barang apapun diluar area yang diperkenankan.

      3.Tidak mengotori tempat bekerja, lantai, tembok dan fasilitas lainnya.

      4.Pada saat masuk, sedang dan pulang bekerja pekerja harus menjaga ketertiban dan tidak membuat kegaduhan di gedung produksi dan area pabrik.

      5.Jika terjadi perselisihan pekerja dengan pekerja lain dilingkungan kerja agar segera melaporkan/dilaporkan kepada atasannya untuk segera diselesaikan, sehingga tidak menjadi suatu kerusuhan yang tidak diinginkan.

      Pasal 39 : Tidak Masuk Kerja

      Seorang pekerja yang tidak masuk kerja harus memperhatikan ketentuan-ketentuan dibawah ini:

      1.Pekerja yang bersangkutan harus memberitahukan ke HRD, atasan dan atau admin terkait pada hari tersebut.

      2.Surat keterangan terkait dengan ketidakhadiran karyawan tersebut HARUS di sampaikan kepada HRD maksimal pada saat karyawan tersebut masuk kerja.

      3.Hari tidak bekerja dari pekerja yang tidak disertai keterangan yang sah menurut ketentuan pasal ini maka dianggap sebagai hari mangkir.

      Pasal 40 : Tidak Masuk Kerja Tanpa Alasan Yang Sah (Mangkir)

      1.Bila seorang pekerja mangkir bekerja selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut dan telah dilakukan pemanggilan 2 (dua) kali secara tertulis dan patut, tetapi pekerja tidak dapat memberikan keterangan secara tertulis dengan bukti yang sah, maka pekerja yang bersangkutan dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.

      2.Keterangan tertulis dengan bukti yang syah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk kerja

      BAB XI : KESEJAHTERAAN KERJA

      Pasal 41 : Usaha Koperasi

      1.Dalam rangka peningkatan produktivitas kerja, perlu adanya peningkatan kesejahteraan pekerja.

      2.Bahwa salah satu sarana penunjang ke arah peningkatan kesejahteraan tersebut dikembangkan usaha bersama melalui pembentukan koperasi karyawan

      3.Pengusaha dan pekerja sesuai dengan kemampuan yang ada diharapkan ikut mendorong dan membantu kearah tumbuh dan kembangnya koperasi karyawan.

      4.Pengembangan koperasi wajib dilaporkan secara berkala dengan AD/ART koperasi.

      5.Koperasi karyawan harus berbadan Hukum dan tercatat di Dinas Koperasi

      6.Pengawasan koperasi yang berjalan dilakukan pihak perusahaan, pekerja/ anggota dan Serikat Pekerja.

      BAB XII : KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

      Pasal 42 : Syarat-Syarat Keselamatan Kerja

      1.Perusahaan akan menyediakan sarana untuk keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan Undang Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan UU No. 13 Tahun 2003

      2.Sarana untuk keselamatan dan kesehatan kerja diberikan kepada pekerja tanpa dipungut biaya apapun.

      3.Pelaksanaan dan teknis mengenai kesehatan dan keselamatan kerja diatur dalam policy dan standard operational procedure kesehatan dan keselamatan kerja.

      Pasal 43 : Kecelakaan Kerja

      1.Untuk pekerja yang mendapat kecelakaan kerja berlaku Undang - Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan pelaksanaannya diatur dalam Peratuan Pemerintah No 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja.

      2.Pekerja yang mendapat kecelakaan kerja, ganti rugi/tunjangan ditanggung oleh BPJS Ketenagakerjaan.

      BAB XIII : SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB KERJA DAN ATURAN KEDISIPLINAN

      Pasal 44 : Jenis Sanksi

      1.Perusahaan dan pekerja menyadari bahwa disiplin kerja perlu ditegakkan, maka pelanggaran terhadap tata tertib kerja dan aturan kedisiplinan dapat dikenakan sanksi. Dalam menentukan sanksi akan dipertimbangkan berat ringannya kesalahan/pelanggaran yang dilakukan serta hal-hal yang mempengaruhi terjadinya kesalahan/pelanggaran tersebut.

      2.Sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja dimaksudkan sebagai tindakan korektif dan pengarahan terhadap sikap dan tingkah laku pekerja.

      3.Sanksi didasarkan pada :

      a) Macam pelanggaran

      b) Frekwuensi (seringnya/pengulangan) pelanggaran

      c) Berat ringannya pelanggaran.

      d) Aturan kedisiplinan, tata tertib kerja, peraturan perusahaan, dan kebijakan perusahaan.

      e) Unsur kesengajaan.

      4.Jenis sanksi pelanggaran tata tertib kerja dan aturan kedisiplinan adalah sebagai berikut :

      a) Surat teguran

      b) Surat peringatan I

      c) Surat peringatan II

      d) Surat Peringatan III

      e) Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

      5.Dalam hal masa berlaku suatu sanksi belum habis, masih terj adi pelanggaran, maka masa berlaku sanksi yang baru dihitung sejak dikeluarkan sanksi baru.

      6.Pemberian sanksi akan disesuaikan dengan tingkat pelanggaran dan tidak harus mengikuti urutan jenis sanksi, sebagaimana disebutkan dalam ayat (4), dengan tetap mengacu dan memperhatikan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan prosedur penyelesaian perselisian hubungan industrial yang berlaku serta mengedepankan penyelesaian perselisihan secara musyawarah dan mufakat melalui forum bipartit. Surat peringatan harus ditandatangani oleh pekerja yang bersangkutan, atasannya dan kemudian personalia.

      7.Peningkatan sanksi pelanggaran dari surat peringatan ketiga (SP-III) yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama dan atau lebih rendah dikenakan UU 13 tahun 2003 pasal 161 ayat 1, 2 dan 3

      8.Penerbitan farklaring atau surat keterangan kerja sesui dengan jenis PHK yang diberikan.

      Pasal 45 : Surat Teguran

      1.Surat Teguran dibuat/ditandatangani dan diberikan oleh supervisor/kepala bagian tembusannya disampaikan kepada bagian personalia dan masa berlakunya 1 (satu) bulan.

      2.Pelanggaran yang dikenakan sanksi surat teguran :

      a) Terlambat masuk kerja 2 (dua) kali dalam sebulan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan atau tanpa ijin.

      b) Tidak mengenakan ID Card di lingkungan perusahaan

      c) Tidak membawa ID card 2 (dua) kali dalam sebulan

      d) Tidak menjaga kartu ID Card atau menghilangkan ID card.

      e) Masuk/keluar perusahaan tidak melalui pintu yang telah ditetapkan.

      f) Melalaikan kewajibannya untuk memberitahukan dan menyerahkan surat keterangan perubahan alamat (tempat tinggal) dan status keluarga (perkawinan, kelahiran dan kematian).

      g) Atas kelalaiannya menyebabkan orang lain dirugikan (misalnya surat bukti absen tidak disampaikan ke bagian personalia, dll).

      h) Tidak menjaga kualitas produksi sesuai dengan ketentuan pasal 37 dan standar operasional yang berlaku.

      Pasal 46 : Surat Peringatan Pertama (SP-I)

      1.Surat Peringatan Pertama (SP-I) dibuat, ditandatangani dan diberikan oleh pejabat berwenang dan masa berlakunya 3 (tiga) bulan dan diketahui oleh pengurus serikat pekerja.

      2.Pelanggaran yang dikenakan sanksi surat peringatan pertama :

      a) Peningkatan sanksi pelanggaran dari surat teguran yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama dan atau lebih rendah.

      b) Terlambat masuk kerja 4 (empat) kali dalam sebulan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa ijin pimpinan kerja.

      c) Mangkir 2 (dua) hari kerja dalam sebulan.

      d) Melakukan pekerjaan yang bukan menjadi tugasnya kecuali atas perintah pimpinan bersangkutan.

      e) Meninggalkan pekerjaan tanpa seijin atasannya.

      f) Tidak mematuhi aturan tentang kebersihan dan kerapihan tempat kerja dan alat-alat kerjanya serta lingkungan perusahaan.

      g) Tidak mematuhi perintah atasan yang berhubungan dengan pekerjaan tanpa alasan yang dapat diterima.

      h) Mempergunakan barang-barang milik perusahaan untuk kepentingan pribadi tanpa ijin yang berwenang.

      i) Memboroskan waktu jam kerja (seperti: mondar-mandir, bercakap-cakap yang tidak berhubungan dengan pekerjaan).

      j) Tidak menjalankan instruksi kerja sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan sehingga menyebabkan kesalahan kerja.

      k) Menggunakan alat komunikasi (yang tidak berhubungan dengan pekerjaan) saat jam kerja.

      l) Memperjualbelikan makanan atau barang apapun dilingkungan kerja.

      m) Membawa peralatan yang dilarang ke area produksi (cermin , alat make-up atau sesuai dengan SOP yang berlaku).

      n) Tidak melakukan proses presensi / absensi dengan sengaja.

      o) Dalam melaksanakan tugas menolak menggunakan alat-alat/perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja sebagaimana mestinya.

      p) Melakukan kelalaian yang menyebabkan kerugian perusahaan

      Pasal 47 : Surat Peringatan Kedua (SP-II)

      1.Surat Peringatan kedua (SP-II) dibuat, ditandatangani atau diberikan oleh pejabat berwenang dan masa berlakunya 4 (empat) bulan dan diketahui oleh Serikat Pekerja.

      2.Pelanggaran yang dikenakan sanksi surat peringatan kedua :

      a) Peningkatan sanksi pelanggaran dari surat peringatan pertama (SP-I) yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama atau lebih rendah.

      b) Terlambat masuk kerja 6 (enam) kali dalam sebulan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan dan atau tanpa ijin.

      c) Mangkir 3 (tiga) hari kerja dalam sebulan.

      d) Bekerja tidak sesuai dengan tugas dan standar operasi yang ditentukan baginya termasuk standar pelayanan terhadap pelanggaran perusahaan.

      e) Tidak melaporkan kepada atasannya tentang adanya gangguan keamanan dan keselamatan yang diketahuinya yang dapat merugikan perusahaan.

      f) Ceroboh melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kecelakaan / bahaya bagi dirinya sendiri dan atau orang lain.

      g) Bekerja tanpa mentaati prosedur dan langkah-langkah keselamatan kerja yang telah ditentukan baginya, misalnya menggunakan mesin, peralatan, bahan lainnya milik perusahaan secara tidak cermat dan atau kurang hati-hati sehingga dapat menimbulkan kerusakan / pemborosan dan atau bahaya bagi dirinya / orang lain.

      h) Tidur di waktu jam kerja.

      i) Membawa makanan / makan di dalam area produksi dan tempat yang dinyatakan dilarang.

      j) Membawa minuman / minum minuman berwarna dan atau berasa di dalam area produksi dan tempat yang dinyatakan dilarang.

      Pasal 48 : Surat Peringatan Ketiga (SP-III)

      1.Surat Peringatan ketiga (SP-III) yang dibuat, diberikan dan ditandatangani oleh kepala bagian personalia dan kepala departemen yang bersangkutan dan diketahui oleh Serikat

      Pekerja dan masa berlakunya 6 (enam) bulan.

      2.Pelanggaran yang dikenakan sanksi surat peringatan ketiga :

      a) Peningkatan sanksi pelanggaran dari surat peringatan kedua (SP-II) yang jenis dan atau berat pelanggarannya sama dan atau lebih rendah.

      b) Terlambat masuk kerja 8 (delapan) kali dalam sebulan.

      c) Mangkir 4 kali dalam sebulan.

      d) Melakukan perbuatan yang dapat mengganggu ketertiban / ketentraman kerja dan menimbulkan keonaran yang dapat merugikan perusahaan.

      e) Mengendarai forklift atau kendaraan, mengoperasikan mesin dan peralatan lainnya dalam tempat kerja tanpa wewenang untuk itu.

      f) Didalam lingkungan perusahaan menyelenggarakan / menghadiri rapat/pertemuan atau mengedarkan/menempelkan poster, plakat, surat edaran, selebaran, brosur atau sejenisnya yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan perusahaan tanpa ijin yang berwenang

      g) Melalaikan kewajibannya secara sengaja.

      h) Melaksanakan kewajibannya secara sembarangan.

      i) Melakukan proses presensi orang lain/proses presensi ybs, dilakukan oleh orang lain dengan sepengetahuannya.

      j) Menolak atau dengan sengaja menghindar pemeriksaan oleh petugas keamanan atau petugas lain yang diberi wewenang untuk itu.

      k) Merokok diluar tempat yang telah disediakan (yang bertuliskan AREA MEROKOK)

      l) Menerima pemberian imbalan jasa dari siapapun karena jabatannya tanpa sepengetahuan atasan sehingga secara langsung maupun tidak langsung merugikan perusahaan.

      m) Menyalahgunakan hak, jabatan dan fasilitas yang diberikan perusahaan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi atau pihak ketiga lainnya diluar ketentuan yang berlaku dan dapat merugikan perusahaan.

      n) Mencari keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain dengan menggunakan jabatannya, sehingga perusahaan langsung atau tidak langsung dirugikan.

      o) Dengan sengaja atau karena lalai mengakibatkan dirinya dalam keadaan sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat menjalankan pekerjaan.

      p) Bekerja pada pihak lain atau mempunyai usaha sendiri yang dapat mengganggu pelaksanaan tugasnya diperusahaan.

      q) Memberikan konsultasi atau pelatihan dibidang bisnis dan manajemen kepada pihak lain yang merupakan kompetensi dan atau rahasia perusahaan tanpa seijin atasan.

      Pasal 49 : Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)

      1.Setiap akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka pengusaha harus menempuh prosedur Undang-Undang No. 13 tahun 2003 dan Undang-Undang No.2 tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, dimana terlebih dahulu harus merundingkan dengan pekerja yang bersangkutan.

      2.Pekerja dapat diputuskan hubungan kerjanya tanpa syarat (tidak diberi uang pesangon, penghargaan masa kerja ataupun uang pisah), tetapi hanya diberikan uang penggantian hak, karena melakukan kesalahan yang dianggap besar dan berat dengan harus terlebih dahulu memenuhi proses yang ditetapkan sesuai dengan Surat Edaran Menakertrans RI Nomor SE-13/Men/SJ-HK/I/2005 perihal Putusan Mahkamah Konstitusi Atas hak uji materiil UU NO 13 tahun 2003 mengenai ketenagakerjaan dan UU Nomor 2 tahun 2004 tentang PHI.

      3.Kesalahan berat yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini adalah sebagai berikut:

      a) Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan.

      b) Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan.

      c) Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;

      d) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.

      e) Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja

      f) Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

      g) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

      h) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja.

      i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan Negara.

      j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

      4.Kesalahan berat sebagaimana yang dimaksud ayat 3 harus didukung dengan bukti sebagai berikut :

      a.pekerja buruh tertangkap tangan.

      b.ada pengakuan dari pekerja atau buruh bersangkutan atau

      c.bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.

      Pasal 50 : Pembayaran Uang Pesangon, Uang Penghargaan & Penggantian Hak

      1.Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima

      2.Perhitungan pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut:

      a.Masa Kerja kurang dari 1 Tahun: 1 bulan upah

      b.Masa Kerja 1 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 Tahun: 2 bulan upah

      c.Masa Kerja 2 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 Tahun: 3 bulan upah

      d.Masa Kerja 3 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 Tahun: 4 bulan upah

      e.Masa Kerja 4 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 Tahun: 5 bulan upah

      f.Masa Kerja 5 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 Tahun: 6 bulan upah

      g.Masa Kerja 6 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 Tahun: 7 bulan upah

      h.Masa Kerja 7 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 Tahun: 8 bulan upah

      i.Masa Kerja 8 Tahun atau lebih: 9 bulan upah

      3.Perhitungan uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut:

      a.Masa Kerja 3 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 Tahun: 2 bulan upah

      b.Masa Kerja 6 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 Tahun: 3 bulan upah

      c.Masa Kerja 9 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 Tahun: 4 bulan upah

      d.Masa Kerja 12 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 Tahun: 5 bulan upah

      e.Masa Kerja 15 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 Tahun: 6 bulan upah

      f.Masa Kerja 18 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 Tahun: 7 bulan upah

      g.Masa Kerja 21 Tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 Tahun: 8 bulan upah

      h.Masa Kerja 24 Tahun atau lebih: 10 bulan upah

      4.Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi

      a.Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur

      b.Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja / buruh dan keluarganya ke tempat pekerja/buruh diterima bekerja

      c.Penggantian hak perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas persen) dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat

      d.Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 

      Pasal 51 : Dasar Perhitungan Uang Pesangon

      Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima terdiri atas:

      1.Upah pokok

      2.Segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja/buruh

      Pasal 52 : Pemberhentian Sementara

      1.Pengusaha dapat memberhentikan sementara (Skorsing) kepada pekerja bila melakukan kesalahan yang dianggap Besar/Berat, sambil menunggu keputusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

      2.Pengusaha dapat memberhentikan sementara (Skorsing) Bila pekerja melakukan kembali pelanggaran setelah mendapat Surat Peringatan terakhir (ketiga), sambil menunggu keputusan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

      3.Pemberian Upah selama Skorsing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatas diatur menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003.

      Pasal 53 : Pengunduran Diri

      1.Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 50 ayat (4).

      2.Bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauannya sendiri, tugas dan fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain menerima uang penggantian hak sesuai pasal 50 ayat (4), diberikan UANG PISAH yang besarnya sesuai dengan uang penghargaan masa kerja besarnya diatur dalam perjanjian kerja bersama sesuai pasal 50 ayat (3).

      3.Pekerja/buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat:

      a.Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai mengundurkan diri

      b.Tidak terikat dalam ikatan dinas

      c.Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri

      4.Pemutusan hubungan kerja dengan alasan mengundurkan diri atas kemauan sendiri dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

      5.Ketentuan ayat 1 dan 2 hanya berlaku terhadap pekerja dengan status PKWTT

      Pasal 54 : Surat Keterangan Kerja

      Dalam hal pekerja (untuk karyawan PKWTT maupun PKWT) berhenti bekerja atas keinginan pekerja sendiri maka pekerja diwajibkan membuat surat pengunduran diri terlebih dahulu dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum pekerja mengakhiri masa kerja dan diserahkan ke bagian Personalia untuk disetujui pengunduran diri pekerja yang bersangkutan dan selanjutnya dapat mengambil Surat Keterangan Kerja (Faklaring), surat keterangan ini diterbitkan maksimal 15 hari kerja setelah tanggal keluar karyawan.

      Pasal 55 : Pembayaran Upah Selama Pekerja Ditahan Yang Berwajib

      1.Pengusaha dapat mengajukan permohonan ijin Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena pengaduan pengusaha maupun bukan karena diduga melakukan tindak pidana.

      2.Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib permohonan ijin PHK dapat diajukan setelah ada keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

      3.Dalam hal pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga yang menjadi tanggungannya dengan ketentuannya sebagai berikut :

      a.Untuk 1 (satu) orang tanggungan : 25% dari Upah.

      b.Untuk 2 (dua) orang tanggungan : 35% dari Upah.

      c.Untuk 3 (tiga) orang tanggungan : 45% dari Upah.

      d.Untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih : 50% dari Upah.

      4.Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwim terhitung sejak hari pertama pekerja ditahan pihak yang berwajib.

      5.Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja yang telah 6 (enam) bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau sebelum masa 6 (enam) bulan apabila pengadilan telah memutuskan bersalah kepada pekerja yang bersangkutan tanpa penetapan lembaga PPHI.

      6.Dalam hal pekerja dibebaskan dari tahanan dan ternyata tidak terbukti melakukan kesalahan sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud ayat (5) maka pengusaha wajib mempekerjakan kembali.

      Pasal 56 : Pemutusan Hubungan Kerja Dalam Masa Percobaan

      1.Dalam masa percobaan kedua belah pihak sewaktu-waktu dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan tetap mengacu pada pasal 53 mengenai pengunduran diri karyawan

      2.Pemutusan hubungan kerja dalam masa percobaan tidak disertai dengan pemberian imbalan/uang jasa ataupun pesangon, terkecuali gaji/upah sampai hari terakhir pekerja tersebut bekerja

      Pasal 57 : Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pekerja Ditahan Oleh Pihak Yang Berwajib

      1.Pengusaha dapat mengajukan permohonan penetapan Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan pekerja ditahan oleh pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha.

      2.Pengajuan permohonan penetapan PHK sebagaimana tersebut dalam ayat 1 (satu) dapat dilakukan setelah 6 (enam) bulan pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam proses perkara.

      3.Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja kembali.

      4.Kepada pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja tersebut diberikan haknya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

      Pasal 58 : PHK Akibat Perusahaan Terjadi Perubahan Status

      1.Pengusaha Pengusaha dapat melakukan Pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan. Perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 50 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 50 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 50 ayat (4).

      2.Pengusaha dapat melakukan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan atau peleburan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh diperusahaannya maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 50 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 50 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 50 ayat (4).

      Pasal 59 : Pemutusan Hubungan Kerja Karena Pensiun

      1.Batas usia pensiun bagi pekerja ditetapkan maksimum 55 (limapuluh lima) tahun sesuai dengan data yang ada diperusahaan.

      2.Perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja yang telah mencapai usia lanjut 55 (lima puluh lima) tahun.

      3.Pemutusan hubungan kerja dilakukan pada akhir bulan takwwim dan sebagai dasar menentukan usia pekerja adalah tanggal lahir yang terdaftar dibagian HRD personalia.

      4.Bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja karena usia lanjut, perusahaan memberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 50 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 50 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 50 ayat (4).

      5.Atas dasar kebutuhan, perusahaan dapat menerima kembali pekerja yang telah mencapai batas usia pensiun untuk tetap bekerja dengan persetujuan direksi setelah hak pensiunnya diberikan.

      Pasal 60 : Perusahaan Tutup

      Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 50 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 50 ayat (4).

      Pasal 61 : Pekerja Atau Buruh Meninggal

      1.Dalam Dalam hal hubungan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan perhitungan pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 50 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 50 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 50 ayat (4).

      2.Proses penyelesaian seluruh administrasi terhadap ahli waris dilakukan secara terbuka dan diberikan tembusan kepada Serikat Pekerja

      Pasal 62 : Mengalami Cacat Akibat Kecelakaan

      Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 50 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 2 (dua) kali ketentuan pasal 50 ayat (3) dan uang penggantian hak 1 (satu) kali ketentuan pasal 50 ayat (4).

      BAB XIV : KELUH KESAH

      Pasal 63 : Tata Cara Penyelesaian Keluh Kesah

      1.Pekerja dapat menyampaikan keluh kesahnya atau pengaduan secara langsung melalui HRD / atasan langsung, LKS Bipartit, serikat pekerja, P2K3, kotak saran, SMS hotline dan aplikasi Gistex android yang disediakan perusahaan.

      2.Perusahaan akan menjamin kerahasiaan identitas pekerja yang menyampaikan saran dan keluh

      3.Apabila penyelesaian pengaduan atau keluh kesah dianggap tidak memuaskan pekerja, maka pekerja boleh melakukan proses banding:

      a) Banding tingkat I: karyawan mengajukan keberatan ke bagian HRD atau Serikat Pekerja.

      b) Banding tingkat II : apabila pekerja keberatan dengan hasil banding tingkat I, serikat pekerja melakukan perundingan Bipartit dengan Menejemen.

      c) Banding tingkat III: apabila perundingan Bipartit tidak menghasilkan kesepakatan, maka pekerja dapat melanjutkan ke tingkat Tripartit sesuai dengan Undang Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Undang-Undang No. 13 tahun 2003.

      BAB XIV : KETENTUAN PENUTUP

      Pasal 64 : Penutup

      1.Perjanjian Kerja Bersama ini berlaku dan mengikat pekerja dan pengusaha selama 2 (dua) tahun sejak tanggal ditandatanganinya oleh kedua belah pihak.

      2.Setelah masa berlakunya berakhir Perjanjian Kerja Bersama dianggap diperpanjang dan masih berlaku paling lama 1 (satu) tahun, selama belum tercapai Perjanjian Kerja Bersama baru.

      3.Perjanjian Kerja Bersama ini telah disetujui kedua belah pihak dan ditandatangani pada hari Jumat, 15 April 2016.

      PIHAK PIHAK YANG MENGADAKAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

      Wakil Serikat Pekerja PT. GISTEX GARMEN INDONESIA :

      DADANG SUJANA

      (Ketua SPSI)

      DADANG

      (Ketua SPN)

      Wakil Pengusaha PT. GISTEX GARMEN INDONESIA :

      MUHAMAD ILHAM FATAH, S.Psi

      (Supervisor Dokumen Kontrol)

      PUDJI ASTUTI S.Psi

      (Manager HR & GA)

      Menyaksikan :

      DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KABUPATEN BANDUNG

      Kepala,

      DRS. RUKMANA, M.Si

      (PEMBINA UTAMA MUDA)

      NIP. 196505201991021002

      PT. Gistex Garmen Indonesia (Bandung) - 2016/2018 -

      Tanggal dimulainya perjanjian: → Tidak ditentukan
      Tanggal berakhirnya perjanjian: → Tidak ditentukan
      Sektor publik/swasta: → 
      Disimpulkan oleh:
      Loading...