Cuti Tahunan & Akhir Pekan

This page was last updated on: 2023-02-15

Cuti Tahunan Berbayar

Undang-undang Ketenagakerjaan memberikan cuti tahunan yang dibayar penuh kepada semua pekerja setelah melewati 1 (satu) tahun masa kerja. Pekerja berhak mendapatkan cuti tahunan minimal 12 (dua belas) hari kerja per tahun (jika pekerja telah bekerja terus menerus). Upah penuh diberikan kepada pekerja yang menggunakan haknya untuk mengambil masa istirahat tahunan.

Setelah melewati 6 (enam) tahun berturut-turut bekerja di perusahaan yang sama, pekerja dapat diberikan cuti panjang yang dapat diambil pada tahun ketujuh dan kedelapan (masing-masing satu bulan) dengan ketentuan bahwa pekerja tidak berhak atas cuti tahunan seperti biasa selama waktu tersebut. Keputusan ini berlaku untuk instansi-instansi tertentu yang ditetapkan dan ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pelaksanaan ketentuan cuti tahunan dapat ditetapkan secara khusus dalam suatu perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Selain cuti, ketentuan pelaksanaan cuti tahunan maupun cuti panjang diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perusahaan. Peraturan Pemerintah No.35/2021 menyebutkan bahwa perusahaan tertentu yang dapat memberikan cuti jangka panjang adalah perusahaan yang dapat memberikan cuti jangka panjang tersebut.

Sumber : §79 & 84 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 11/2020); Peraturan Pemerintah Tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alihdaya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP No. 35/2021); Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 untuk Pekerja/Buruh di Perusahaan (SE Menaker No. 6/2021).

Upah di Hari Libur

Hari libur nasional ditentukan dengan keputusan bersama tahunan. Keputusan bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia menetapkan jumlah dan tanggal hari libur nasional dan cuti bersama. Tanggal liburan ini dapat bervariasi dari tahun ke tahun.

Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Tenaga Kerja, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 855 Tahun 2023, Nomor 3 Tahun 2023 dan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2024, terdapat 17 hari libur nasional seperti dibawah ini :

Tahun Baru Masehi (1 Januari); Isra Mi'raj (8 Februari); Tahun Baru Imlek (10 Februari); Hari Raya Nyepi (11 Maret); Wafatnya Isa Al Masih (29 Maret); Hari Paskah (31 Maret); Hari Raya Idul Fitri (10 – 11 April); Hari Buruh Internasional (1 Mei); Hari Kenaikan Isa Al Masih (9 Mei); Hari Waisak Buddha (23 Mei); Hari Pancasila (1 Juni); Hari Raya Idul Adha (17 Juni); Tahun Baru Islam 1 Muharam (7 Juli); Hari Kemerdekaan (17 Agustus); Maulid Nabi Muhammad (16 September); Hari Natal (25 Desember).

Hari libur Muslim tergantung pada penampakan bulan (kalender lunar) dan dengan demikian dapat berubah.

Apabila hari libur nasional jatuh pada akhir pekan, maka tidak dipindahkan ke hari kerja terdekat. Pemerintah mengumumkan hari libur jembatan tertentu, atau juga dikenal sebagai cuti bersama, untuk memperpanjang hari libur yang jatuh pada akhir pekan.

Cuti bersama tidak wajib. Namun, kantor pemerintah memberlakukan cuti bersama sebagai kewajiban dan akibatnya mengurangi hak cuti tahunan pekerja. Namun, sebagian besar perusahaan sektor swasta tidak mengikuti aturan ini. Undang-undang ketenagakerjaan Indonesia tidak memberlakukan atau mengakui cuti bersama di swasta. Mengambil cuti bersama harus bersifat sukarela.

Pengusaha wajib membayar Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang disebut “TUNJANGAN HARI RAYA/THR” (Hari Raya Idul Fitri, Hari Natal, Hari Waisak) kepada pekerjanya setahun sekali, sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 6/2016. Besarnya THR tergantung masa kerja pekerja. apabila pekerja telah bekerja lebih dari 1 (satu) tahun, maka pekerja tersebut mendapatkan THR sebesar 1 bulan gaji. Namun, apabila pekerja tersebut telah bekerja kurang dari 1 (satu) tahun, besarnya THR dihitung secara prorata.

Contoh:

Pak A telah bekerja selama 6 bulan, dan gaji/bulannya adalah Rp. 5.000.000, maka perhitungan THR adalah: 6/12 x Rp. 5.000.000  = Rp 2.500.000,-. Tetapi apabila Pak A sudah bekerja lebih dari 1 tahun, besaran THRnya adalah Rp 5.000.000,- (gaji 1 bulan).

Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 Tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2021 Bagi Pekerja di Perusahaan mengatur bahwa perusahaan yang masih terdampak pandemi Covid-19 dan akibatnya tidak dapat memberikan tunjangan hari raya keagamaan tahun 2021 sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, maka Gubernur dan Bupati/Walikota harus melakukan tindakan yang mensyaratkan adanya dialog antara pengusaha dan pekerja. apabila terjadi kesepakatan, maka harus ada pernyataan tertulis yang menyebutkan batas waktu pembayaran THR sebelum hari raya keagamaan pekerja. Selain itu, Surat Edaran juga meminta perusahaan untuk menunjukkan bukti ketidakmampuan membayar THR 2021 secara tepat waktu berdasarkan data laporan keuangan internal perusahaan yang dibuat secara transparan. Selain itu, Gubernur, Bupati/Walikota harus memastikan bahwa perjanjian pembayaran THR harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan melaporkan perjanjian tersebut kepada dinas tenaga kerja selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum hari raya keagamaan.

Sumber : §85 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 11/2020); Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, dan Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021 (SKB 3 Menteri No. 281 Tahun 2021);  Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (SE Menaker No. 6/2021); Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (Permenaker No. 6/2021).

Istirahat di akhir pekan

Pekerja berhak atas istirahat mingguan 1 (satu) hari setelah 6 (enam) hari kerja dalam seminggu. Istirahat selama sedikitnya setengah jam antara jam kerja setelah bekerja selama 4 (empat) jam berturut-turut juga telah diatur oleh Undang-ndang ketenagakerjaan dan waktu istirahat itu tidak termasuk jam kerja. Pihak pengusaha juga harus memberikan kesempatan kepada pekerja untuk beribadah pada jam kerja sesuai dengan agamanya masing-masing.

Sumber : §79(2) & 80 Undang-Undang Tentang Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Tentang Cipta Kerja (UU No. 11/2020); Peraturan Pemerintah Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP No. 35/2021).

Peraturan mengenai Kerja dan Hari Libur

  • Kepmenakertrans tentang No. Kep. 187/MEN/X/2004 tentang Iuran Anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh / Decree No. Kep. 187/MEN/X/2004 Regarding Member of Labour Union Contribution Fees Decree No. Kep-16/MEN/2001 /
  • Keputusan Menteri No. Kep-16/MEN/2001 tentang Tata Cara Pencatatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh / Ministerial Decree No. Kep-16 / MEN / 2001 concerning Procedures for Registration of Trade Unions / Labor Unions
 
Loading...