Akademi Pekerja Perempuan, Tahap 3
Advokasi Kekerasan Berbasis Gender dalam Kerangka Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Jakarta, 16-18 September 2022
Saat ini, marak diadakan pelatihan bagi serikat pekerja/serikat buruh dengan peserta yang seluruhnya adalah perempuan. Upaya afirmatif semacam ini diperlukan mengingat minimnya keterlibatan perempuan dalam organisasi SP/SB. Dari jumlah yang terbatas tersebut, kesempatan bagi mereka untuk mengakses peningkatan kapasitas juga rendah. Oleh karenanya Data Academy merancang pelatihan khusus bertajuk Akademi Pekerja Perempuan (APP). APP bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pekerja perempuan terutama dalam memahami, menganalisis, dan melakukan advokasi isu pekerja perempuan di pabrik, membangun komite perempuan bersama lintas SP/SB sebagai wadah berbagai informasi dan pengetahuan, dan mendorong adanya divisi pekerja perempuan di level struktur kepengurusan serikat pekerja di level pabrik.
APP dengan peserta perempuan pengurus SP/SB di Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah telah berlangsung dalam 2 tahap. Dengan peserta yang sama, tahap pertama mengangkat mengenai kepemimpinan dan pengorganisirian perempuan dalam SP/SB. Tahap kedua belajar meningkatkan kapasitas berunding pengurus SP/SB perempuan dan merumuskan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berbasis gender.
Melanjutkan upaya mencetak perempuan pengurus SP/SB yang andal, peningkatan kapasitas kembali diadakan di Jakarta pada tanggal 16 sampai 18 September 2022 yang lalu. Sebanyak 28 perempuan dari 15 pabrik hadir. Mereka adalah peserta yang sama yang hadir pada tahap pertama dan kedua. APP tahap tiga membahas tentang substansi KILO 190, ekonomi politik pekerja perempuan, Hak Asasi Perempuan, serta advokasi kekerasan berbasis gender dalam kerangka K3.
Di hari pertama, pada awal pembukaan kegiatan, beberapa peserta menceritakan pengalaman terkait dengan dirinya setelah mengikuti pelatihan sebelumnya. Antusias peserta yang mengikuti pelatihan sangat tinggi, peserta merasa kegiatan pelatihan ini sangat berpengaruh dengan pembentukan diri sebagai pekerja perempuan yang bisa lebih berani, mandiri dan berwawasan luas dan membawa dampak positif bagi diri mereka sendiri baik di tempat kerja, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal.
Selanjutnya pada hari pertama hingga kedua pelatihan, hadir 3 aktivis perempuan sebagai narasumber yakni Ruth Indiah Rahayu, Yuni Asrianti, dan Ratna Batara Munti. Ruth membawakan materi ekonomi politik buruh Perempuan. Dalam materinya, ia mengajak pekerja perempuan untuk memahami posisinya dalam ranah ekonomi dan politik, rantai pasok tenaga kerja, dan industri manufaktur yang mengalami feminisasi. Dimana sejak dini perempuan diciptakan tunduk pada hirarki gender yakni pada umumnya dibebankan pekerjaan domestik, reproduksi, dengan pendidikan dan keterampilan rendah. Sehingga ketika masuk ke dalam dunia kerja, ia hanya dianggap cocok pada industri manufaktur, usaha padat karya, dengan upah murah dan tanpa jaminan kerja yang memadai. Pemateri Yuni menyampaikan materi HAM, Hak Asasi Perempuan dalam bidang sipil politik serta ekonomi, sosial, dan budaya. Serta pengetahuan baru yakni perempuan pengurus SP/SB sebagai Perempuan Pembela HAM (Women Human Rights Defender/WHRD) atau semua perempuan maupun orang-orang dari semua jenis gender yang bekerja untuk memajukan hak-hak perempuan dan hak-hak yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Pemateri terakhir yang namanya sering disebut dengan RBM menjelaskan seluk-beluk Konvensi ILO 190 tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja. Ia menjelaskan latar belakang lahirnya KILO 190 dan pentingnya pengesahan dokumen ini oleh Pemerintah Indonesia, sebagai perwujudan komitmen mewujudkan dunia kerja yang layak dan bermartabat. Di akhir sesinya, RBM juga mengajak peserta dalam kelompok untuk merefleksikan pengalaman ketidakadilan yang mereka alami sebagai seorang pekerja di dunia kerja.
Setelah sesi pemaparan yang membantu peserta memahami posisinya sebagai pekerja perempuan dalam ekonomi politik dan peluang perlindungan hak asasi perempuan terutama di dunia kerja melalui Konvensi ILO 190, hingga akhir pelatihan, peserta terlibat dalam bengkel kerja untuk merumuskan K3 secara spesifik bagi perlindungan pekerja perempuan. Baik yang ditimbulkan akibat kerja maupun dalam ranah domestik perempuan/ di luar lingkungan kerja. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini faktor K3 mengalami perubahan yang sangat signifikan, dahulu hanya dikenal kecelakaan kerja, alat pelindung diri, sanitasi, dan higienitas, saat ini faktor K3 turut memperhatikan faktor psikologis dan kesehatan mental pekerja. Oleh karenanya isu K3 pekerja perempuan dapat pula diadvokasi agar melingkupi berbagai isu yang masih bermasalah yakni isu maternitas, pengasuhan, diskriminasi, beban ganda di rumah tangga, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), kekerasan seksual, dan masalah kekerasan berbasis gender lainnya.
Selama diskusi berlangsung hak maternitas, beban pengasuhan anak dan keluarga, kekerasan seksual, serta KDRT merupakan permasalahan yang mengemuka. Sejumlah rumusan lingkup K3 yang harus diadvokasi telah menjadi rekomendasi dan rencana tindak lanjut yang akan dibawa oleh masing-masing peserta dalam kerja-kerja SP/SB nya masing-masing.***
Tertarik mengikuti pelatihan Data Academy? Atau ingin menggunakan kurikulum pelatihan kami? Hubungi tim Data Academy di gajimu@wageindicator.org untuk mengetahui lebih jauh syarat dan ketentuannya.