Kerja Paksa
Apakah Anda dipaksa untuk bekerja lembur atau tidak diperbolehkan untuk mengundurkan diri?
Apakah Anda dipaksa untuk bekerja lembur atau tidak diperbolehkan untuk mengundurkan diri?
KERJA PAKSA GARMEN
BENTUK KERJA PAKSA DI INDUSTRI GARMEN
Dalam Konvensi Kerja Paksa Nomor 29 tahun 1930, yang dimaksudkan dengan Kerja Paksa ialah semua pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang dengan ancaman hukuman, dimana pekerja tidak memiliki kebebasan untuk menyepakati pelaksanaan pekerjaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus kerja paksa terjadi di Indonesia, di antaranya adalah :
Berikut adalah contoh kerja paksa yang dapat terjadi/dilakukan oleh pengusaha di sektor garmen :
Kerja paksa dilarang dan dinyatakan tidak sah oleh hukum ketenagakerjaan. Di samping itu, Indonesia telah meratifikasi dua konvensi International Labour Organization (ILO) mengenai larangan kerja paksa, yakni: Konvensi ILO Nomor 29 tahun 1930 tentang Kerja Paksa dan Konvensi ILO Nomor 105 tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa. Konvensi ini telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 105 Mengenai Penghapusan Kerja Paksa.
Larangan kerja paksa juga ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
Ya. Tindakan menerapkan kerja paksa di tempat kerja dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan tindakan yang dikenakan, misalnya tidak membayarkan upah dikenakan sanksi sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan, demikian pula dengan menerapkan kerja lembur paksa. Sementara penahanan dokumen oleh perusahaan dapat dikenakan tindak pidana penggelapan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Aturan perundang-undangan memberi batas maksimum jam kerja yakni 40 jam/minggu. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tersebut, wajib membayar upah kerja lembur, dengan ketentuan kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu (Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja).
Lebih lanjut peraturan perundang-undangan menegaskan bahwa pada dasarnya pekerjaan lembur bersifat sukarela, artinya jika pekerja tidak ingin melakukan lembur, maka perusahaan tidak dapat memaksa pekerjanya. Apabila pengusaha mewajibkan pekerja untuk melakukan lembur tanpa persetujuan dari pekerja dan tidak ada kesepakatan mengenai pembayaran upah lembur, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kerja paksa.
Sistem kerja outsourcing atau alih daya diartikan sebagai pengalihan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati antara perusahaan alih daya dengan Perusahaan pemberi pekerjaan. Praktik outsourcing memperbolehkan perusahaan untuk mengambil tenaga kerja melalui pihak ketiga atau perantara. Sehingga pekerja tidak bekerja secara langsung kepada perusahaan, tetapi melalui perantara sebuah perusahaan penyedia jasa.
Meski sistem kerja ini dilegalkan oleh aturan perundang-undangan, namun faktanya pekerja outsourcing mengalami sejumlah diskriminasi atau perlakuan yang berbeda dengan pekerja lain serta pelanggaran hak kerja terkait tunjangan, pesangon, cuti, dsb. Para pekerja outsourcing ini terpaksa bekerja dengan status pekerja kontrak walau dengan kondisi kerja yang memprihatinkan, upah yang sedikit, karena daya tawar mereka yang lemah karena mereka tidak dapat bergabung dengan serikat pekerja. Banyak pihak menyebut sistem kerja outsourcing sebagai ‘precarious work’ atau pekerjaan rentan bahaya terjadi di berbagai belahan dunia, pekerja mendapati dirinya dalam kondisi kerja yang tidak tentu, tidak aman, tidak pasti dan tanpa perlindungan.
Kerja paksa terkait hutang adalah kerja paksa yang dilakukan pekerja karena sejumlah jeratan utang dan bunga tinggi yang diterapkan oleh pemberi kerja tanpa kesepakatan dengan pekerjanya. Karena tidak mampu membayar utang pekerja tidak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat kerja, bekerja melebihi kapasitasnya, tidak menerima upah atau menerima upah yang dipotong, tidak memiliki pilihan untuk pindah kerja tanpa batas waktu. Pemaksaan kerja terkait hutang adalah salah satu contoh dari kerja paksa, dan hal tersebut dilarang oleh aturan perundang-undangan.
Jika sebuah perusahaan garmen melakukan praktik kerja paksa, maka praktik ini dapat dilaporkan kepada bagian Pengawasan Ketenagakerjaan yang ada di Dinas Provinsi/Kota/Kabupaten setempat.