Tanggung Jawab Keluarga
Taukah Anda bahwa Anda berhak atas cuti saat anak sakit ataupun saat istri melahirkan? Apakah perusahaan sudah memberikan cuti tersebut kepada Anda?
Taukah Anda bahwa Anda berhak atas cuti saat anak sakit ataupun saat istri melahirkan? Apakah perusahaan sudah memberikan cuti tersebut kepada Anda?
CUTI UNTUK KEPERLUAN KELUARGA BAGI PEKERJA GARMEN
CUTI ORANG TUA DI SEKTOR GARMEN
Ya, Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) dalam pasal 93 ayat (4) serta Undang-undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) menegaskan bahwa pekerja berhak atas cuti tidak masuk kerja karena alasan/keperluan penting dan tetap dibayar penuh (upah pokok + tunjangan tetap). Alasan/keperluan penting tersebut mencakup keperluan keluarga, yakni:
Yang termasuk dalam cuti ayah adalah cuti ketika istri melahirkan diberikan selama 2 (dua) hari dan dapat diberikan paling lama 3 (tiga) hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan. Demikian pula bila istri mengalami keguguran cuti ayah diberikan selama 2 (dua) hari. Alasan dibalik penyebutan cuti ayah karena hanya ditujukan untuk ayah/suami yang istrinya melahirkan/mengalami keguguran. Banyak perusahaan yang memiliki peraturan tersendiri dengan menerapkan cuti ayah lebih dar aturan UU Ketenagakerjaan dan UU KIA.
Ya. UU KIA menegaskan hal ini dengan aturan, suami diberikan waktu cuti yang cukup selain cuti mendampingi istri melahirkan/gugur kandungan, dalam hal istri yang melahirkan meninggal dunia.
Ketentuan mengenai cuti khusus seperti diatas, sebenarnya telah lama direkomendasikan oleh 2 (dua) Konvensi ILO yang sama-sama belum diratifikasi oleh negara Indonesia, yakni:
1. Konvensi ILO No. 156 tahun 1981 tentang Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga
Konvensi ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan kesempatan dan perlakuan yang efektif bagi pekerja laki-laki dan perempuan, dengan tanggung jawab keluarga, untuk menggunakan hak mereka melakukan tanggung jawab tersebut tanpa didiskriminasikan dan, sejauh memungkinkan dilindungi, tanpa ada konflik antara pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
2. Rekomendasi ILO No. 191 tahun 2000 sebagai Ketentuan Tambahan Konvensi ILO 183 tentang Hak Maternitas
Menyebutkan apabila ibu meninggal dunia sebelum masa cuti setelah persalinan berakhir atau ibu sakit atau diopname setelah bersalin dan sebelum masa cuti setelah persalinannya berakhir dan tidak dapat merawat bayinya, maka ayah (pekerja) dari si bayi berhak memperoleh cuti dengan jangka waktu yang sama dengan sisa masa cuti ibu setelah persalinan untuk merawat anaknya.
Ya. Dalam pasal 93 ayat (4) UU 13/2003 disebutkan bahwa pekerja dapat mengambil cuti berbayar untuk keperluan penting, diantaranya adalah untuk keperluan anak seperti:
UU KIA yang baru saja disahkan di tahun 2024 menyebut ketentuan di dalam UU ini, termasuk terkait cuti maternitas, ditujukan bagi Ibu dan Ayah pekerja yang mengangkat/mengadopsi anak.
Ketentuan ini telah lama didorong oleh Rekomendasi ILO No. 191 tahun 2000 sebagai Ketentuan Tambahan Konvensi ILO 183 tentang Hak Maternitas yang dengan sangat lugas pada angka 10 menyebut “Dalam hal pekerja mengadopsi anak, maka orang tua angkat harus mendapat akses yang sama ke sistem perlindungan yang ditawarkan oleh Konvensi ini, khususnya yang terkait dengan cuti, tunjangan dan perlindungan kerja.”
Sayangnya baik Rekomendasi maupun Konvensi Maternitas hingga saat ini belum diratifikasi oleh Negara.
Pekerja berhak atas cuti dan tetap dibayar secara penuh untuk keperluan anak seperti anak dari pekerja tersebut menjalani khitanan, baptisan, menikah, atau meninggal dunia. Akan tetapi UU Ketenagakerjaan tidak mengatur mengenai cuti karena anak sakit. Apabila anak pekerja sakit maka pekerja dapat menggunakan hak cuti tahunannya untuk keperluan tersebut.
Adapun begitu, kami menemukan bahwa ada Perjanjian Kerja Bersama (PKB) di beberapa perusahaan yang mengatur mengenai hak cuti karena anak sakit. Pekerja dapat memeriksa kembali isi dari perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama apakah di dalamnya mengatur mengenai cuti karena anak sakit.