Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) PP 37/2021

JKP diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh kehilangan pekerjaan.

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan aturan resmi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bagi pekerja/buruh yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 22 Februari 2021.

Ketentuan yang dimaksud adalah program terbaru dalam BPJS Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang telah tertuang dan disahkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan kebijakan ini, pemerintah memberikan jaminan sosial kepada pekerja/buruh yang mengalami PHK dalam bentuk uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja melalui program JKP yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan (Pasal 2 ayat 1 PP 37/2021).

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

1. Apa Saja Syarat Kepesertaan JKP?

2. Bagaimana Cara Daftar JKP?

3. Berapa Iuran JKP?

4. Bagaimana Cara Membayar Iuran JKP?

5. Apa Saja Manfaat JKP?

6. Bagaimana Bila Pengusaha Tidak Mendaftarkan Pekerja/Buruh ke Program JKP, Tapi Melakukan PHK?

7. Apa yang Terjadi Jika Pengusaha Menunggak Iuran JKP Sampai 3 bulan Berturut-Turut?

8. Berapa Lama JKP Harus Dicairkan Sejak Pekerja/Buruh di-PHK?

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

 

1. APA SAJA SYARAT KEPESERTAAN JKP?

Kepesertaan pekerja/buruh di program JKP terdiri dari yang sudah diikutsertakan maupun yang baru didaftarkan. Syaratnya, pekerja/buruh merupakan warga negara Indonesia (WNI), belum mencapai 54 tahun saat mendaftar, dan punya hubungan kerja dengan pengusaha.

Syarat tambahannya, pekerja/buruh pada usaha besar dan menengah juga harus mengikuti program JKN, JKK, JHT, JP, dan JKM dari BPJS Ketenagakerjaan. Sementara, pekerja/buruh di usaha mikro dan kecil sekurang-kurangnya ikut program JKN, JKK, JHT, dan JKM.

 

2. BAGAIMANA CARA DAFTAR JKP?

Pekerja/buruh yang telah ikut berbagai program jaminan dari BPJS Ketenagakerjaan akan secara otomatis menjadi peserta program JKP begitu PP 37/2021 diundangkan dan berlaku. BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan bukti kepesertaan ke pekerja/buruh dan sertifikat kepesertaan ke pengusaha.

Sementara perusahaan yang baru mendaftarkan pekerja/buruhnya, wajib mengisi formulir pendaftaran paling lama 30 hari sejak pekerja/buruh mulai bekerja. Formulir mencakup nomor induk kependudukan (NIK), tanggal lahir, nomor/tanggal mulai dan berakhirnya perjanjian kerja.

BPJS Ketenagakerjaan akan memberi nomor kepesertaan satu hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan iuran pertama dibayar lunas. Setelah itu, pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing menerima bukti dan sertifikat kepesertaan.

"Bukti kepesertaan program JKP bagi pekerja/buruh terintegrasi dalam satu kartu kepesertaan program jaminan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan," terang Pasal 7.

Pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja lebih dari satu pengusaha wajib diikutisertakan dalam program JKP oleh masing-masing pengusaha. Setelah terdaftar sebagai peserta barulah pekerja/buruh memilih salah satu perusahaan sebagai tempat pekerjaan yang didaftarkan ke program JKP.

 

3. BERAPA IURAN JKP?

Iuran program JKP wajib dibayar setiap bulan sebesar 0,46 persen dari upah bulanan pekerja/buruh. Sekitar 0,22 persen dari jumlah iuran akan dibayar oleh pemerintah. Sisanya, dibayar oleh sumber pendanaan JKP yang merupakan rekomposisi dari iuran program JKK dan JKM yang sebelumnya sudah ada dan berlaku di BPJS Ketenagakerjaan. Iuran JKK direkomposisi 0,14 persen dan iuran JKM 0,1 persen dari upah sebulan.

Rekomposisi iuran JKK merujuk pada tingkat risiko yang terdiri dari lima kategori. Pertama, tingkat risiko sangat rendah 0,1 persen dari upah. Kedua, risiko rendah 0,4 persen. Ketiga, risiko sedang 0,75 persen. Keempat, risiko tinggi 1,13 persen. Kelima, risiko sangat tinggi 1,6 persen dari upah sebulan. Sementara, rekomposisi iuran JKM direkomposisi sebesar 0,1 persen menjadi 0,2 persen.

"Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran merupakan upah terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas upah. Batas atas upah untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp 5 juta," tulis Pasal 11 ayat 6 dan ayat 7.

Bila upah di atas batas atas, maka standar penghitungan upah yang digunakan tetap sebesar batas atasnya, yaitu Rp 5 juta. Upah yang jadi perhitungan terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Namun bila perusahaan tidak menyertakan perhitungan tunjangan, maka cuma upah pokok yang jadi perhitungan iuran.

Nantinya, besaran iuran dan batas atas upah akan dievaluasi berkala setiap dua tahun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria. Evaluasi oleh pemerintah di bidang ketenagakerjaan, keuangan, dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), lalu ditetapkan di peraturan pemerintah.

 

4. BAGAIMANA CARA MEMBAYAR IURAN JKP?

Pembayaran dilakukan ke BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan data kepesertaan yang terintegrasi dengan data BPJS Kesehatan. Pembayaran dilakukan sesuai bulan pelunasan iuran. Bila proses rekomposisi iuran mengalami keterlambatan, maka pemerintah pusat tidak membayarkan iuran.

 

5. APA SAJA MANFAAT JKP?

Manfaat diberikan ke peserta yang mengalami PHK untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu maupun tidak tertentu asal peserta mau bekerja lagi di tempat lain setelah pemutusan. Manfaat bisa diambil bila peserta sudah menyelesaikan iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan atau setidaknya sudah membayar iuran enam bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK. Manfaat JKP tak bisa diterima pekerja/buruh bila yang bersangkutan mengundurkan diri sendiri, cacat total tetap, pensiun, hingga meninggal dunia. Pekerja/buruh akan langsung menerima manfaat program bila sudah di-PHK sebelum kontrak perjanjian kerja selesai.

Syarat pencairan manfaat, yaitu bukti diterimanya PHK oleh pekerja/buruh, tanda terima lapor PHK dari dinas ketenagakerjaan kabupaten/kota, perjanjian bersama yang telah didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial, akta bukti pendaftaran perjanjian bersama, hingga petikan putusan pengadilan.

Selanjutnya, manfaat diberikan dalam tiga bentuk. Pertama, uang tunai paling banyak enam bulan yang diberikan setiap bulan. Terbagi atas 45 persen dari upah untuk tiga bulan pertama dan 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.

Bila upah yang diterima tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga ada kekurangan pembayaran manfaat uang tunai, maka pengusaha wajib membayar kekurangan manfaat uang tunai ke pekerja/buruh secara sekaligus.

Kedua, manfaat dalam bentuk akses informasi pasar kerja berupa informasi dan bimbingan jabatan oleh petugas antarkerja melalui sistem informasi ketenagakerjaan. Informasi pasar kerja berupa lowongan, sedangkan bimbingan dalam bentuk asesmen atau konseling karir. Ketiga, manfaat pelatihan kerja. Manfaat diberikan secara online maupun offline melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan yang sudah terverifikasi oleh sistem informasi ketenagakerjaan.

Lembaga pelatihan dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi profesi untuk uji kompetensi yang berlisensi dari badan nasional sertifikasi profesi. Manfaat ini dilaksanakan oleh pemerintah di bidang ketenagakerjaan.

 

6. BAGAIMANA BILA PENGUSAHA TIDAK MENDAFTARKAN PEKERJA/BURUH KE PROGRAM JKP, TAPI MELAKUKAN PHK?

Bila pengusaha tidak mendaftarkan pekerja/buruh ke program JKP tapi melakukan PHK, maka pengusaha wajib memenuhi hak manfaat uang tunai sesuai perhitungan program JKP secara sekaligus. Begitu juga dengan memberi manfaat pelatihan kerja. Aturan ini bisa dikecualikan bila pengusaha merupakan usaha mikro. Hak atas manfaat JKP tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita. Aturan lain menyebutkan pengusaha yang menunggak iuran sampai tiga bulan berturut-turut lalu terjadi PHK, maka BPJS Ketenagakerjaan tetap wajib membayar manfaat uang tunai kepada pekerja/buruh. Ketika pembayaran manfaat selesai, pengusaha wajib lunasi tunggakan iurannya.

 

7. APA YANG TERJADI JIKA PENGUSAHA MENUNGGAK IURAN JKP SAMPAI 3 BULAN BERTURUT-TURUT?

Bila iuran yang seharusnya dibayar pengusaha sudah ditunggak lebih dari tiga bulan, maka pengusaha wajib membayar terlebih dahulu manfaat uang tunai ke pekerja/buruh. Ketika kewajiban sudah dibayar semua, baru pengusaha bisa meminta penggantian manfaat ke BPJS Ketenagakerjaan yang dibayarkan paling lama tiga bulan setelah pengusaha melunasi hak pekerja/buruh.

 

8. BERAPA LAMA JKP HARUS DICAIRKAN SEJAK PEKERJA/BURUH DI-PHK?

Hak atas manfaat JKP hilang bila pekerja/buruh tidak mengajukan permohonan klaim manfaat selama tiga bulan sejak PHK, telah mendapatkan pekerjaan, atau meninggal dunia.

 

 

 

Sumber :

Loading...