Ketentuan Seputar Perjanjian Kerja

Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja dan pengusaha secara lisan dan/atau tulisan, baik untuk waktu tertentu maupun untuk waktu tidak tertentu yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban pekerja dan perusahaan

Jika Anda diterima kerja di suatu perusahaan, Anda pasti akan diberikan surat perjanjian kerja.  Sebelum Anda menandatangani perjanjian, baca dan pelajari perjanjian kerja Anda terlebih dahulu. Dalam perjanjian kerja, kita dapat mengetahui syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban bagi pekerja dan pemberi kerja/pengusaha yang sesuai dengan Undang- undang ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia, selain itu kita juga dapat mengetahui status kerja, apakah kita berstatus pekerja tetap atau pekerja kontrak.

 

 

 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN PERJANJIAN KERJA?

Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU 13/2003) adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

 

APA SAJA ISI PERJANJIAN KERJA?

Menurut pasal 54 UU 13/2003, Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya harus memuat:

  1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha 
  2. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh
  3. Jabatan atau jenis pekerjaan
  4. Tempat pekerjaan
  5. Besarnya upah dan cara pembayarannya
  6. Syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh
  7. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja
  8. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
  9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

 

APA SAJA SYARAT PERJANJIAN KERJA HINGGA DIANGGAP SAH?

Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah atau tidak maka wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;

  1. Kesepakatan para pihak yang mengikatkan dirinya
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
  3. Suatu pokok persoalan tertentu
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Sejalan dengan itu, Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa:

Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

  1. Kesepakatan kedua belah pihak
  2. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
  3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
  4. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.

 

APA SAJA JENIS PERJANJIAN KERJA MENURUT BENTUKNYA?

1. Lisan/ Tidak tertulis

Meskipun perjanjian kerja dibuat secara tidak tertulis, namun perjanjian kerja jenis ini tetap bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi perjanjian kerja tersebut.

Tentu saja perjanjian kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa isi perjanjian kerja yang disepakati namun tidak dilaksanakan oleh pengusaha, tidak dapat dibuktikan adanya pelanggaran terhadap kesepakatan karena tidak pernah dituangkan secara tertulis. Hal ini tentu sangat merugikan pekerja.

2. Tertulis

Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat dijadikan pegangan terutama bagi pekerja apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan pekerja. Dalam hal perjanjian kerja dibuat tertulis, maka dibuat dalam 2 rangkap yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing untuk pegangan pekerja dan pengusaha (Pasal 54 ayat (3) UU 13/2003).

 

APA SAJA JENIS PERJANJIAN KERJA MENURUT WAKTU BERAKHIRNYA?

1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian kerja. Pekerjanya sering disebut sebagai pekerja kontrak. 

Selengkapnya mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dapat dibaca di artikel PKWT 

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Adalah perjanjian kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan hubungan Kerja yang bersifat tetap. Hubungan kerja yang bersifat tetap ini, tidak ada batasan waktu (bisa sampai usia pensiun atau bila pekerja meninggal dunia). Pekerjanya sering disebut sebagai pekerja tetap. 

Selengkapnya mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu dapat dibaca di artikel PKWTT 

 

APA PERBEDAAN DARI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT), PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU (PKWTT), DAN OUTSOURCING?

Perbedaan antara perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), Perjanjian Kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan Outsourcing dapat dijelaskan dalam tabel perbandingan berikut ini: 

PKWT

PKWTT

Outsourcing

Para Pihak

Pekerja dan Pengusaha Pemberi Kerja

 

Para Pihak

Pekerja dan Pengusaha Pemberi Kerja

 

Para Pihak

Pekerja dan Perusahaan outsourcing/alih daya. Sementara untuk pelaksanaan pekerjaannya perusahaan alih daya membuat perjanjian kerja dengan perusahaan pemberi kerja.

Hubungan dan Masa Kerja

Hubungan kerja pekerja PKWT didasarkan dalam jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. 

Masa Kerja PKWT serta perpanjangannya paling lama 5 (lima) tahun

Hubungan dan Masa Kerja

Hubungan kerja pekerja PKWTT bersifat tetap. 

Masa Kerja pekerja PKWTT, tidak ada batasan waktu (bisa sampai pekerja mencapai usia pensiun atau meninggal dunia).

Hubungan dan Masa Kerja

Hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan alih daya dapat berupa PKWT atau PKWTT.

Bentuk Perjanjian Kerja

PKWT dapat dibuat secara tertulis atau lisan.

Bentuk Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Meski demikian untuk PKWTT yang dibuat secara lisan terdapat ketentuan wajib bagi pengusaha yakni untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 ayat (1) UU 13/2003)

Bentuk Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja baik PKWT maupun PKWTT harus dibuat secara tertulis

Jenis Pekerjaan

Tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu 

Jenis Pekerjaan

Dapat diadakan untuk segala jenis pekerjaan

Jenis Pekerjaan

Dapat diadakan untuk segala jenis pekerjaan, dengan ketentuan untuk PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Masa Percobaan Kerja 

Tidak ada masa percobaan kerja

Masa Percobaan Kerja

Diperkenankan ada masa percobaan kerja selama 3 bulan dan persyaratan tersebut harus dicantumkan dalam perjanjian kerja atau diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan dan dicantumkan dalam surat pengangkatan apabila perjanjian kerja dibuat secara lisan.

Masa Percobaan Kerja

Diperkenankan ada masa percobaan kerja untuk PKWTT

Kompensasi PHK

Pekerja PKWT yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus-menerus berhak atas uang kompensasi saat berakhirnya hubungan kerja.

Kompensasi PHK

Pekerja dengan status PKWTT berhak untuk mendapatkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) yang besarannya berbeda-beda tergantung pada masa kerja dan alasan terjadinya pemutusan hubungan kerja.

Kompensasi PHK

Bagi pekerja dengan status PKWT berhak atas uang kompensasi, dan bagi PKWTT berhak atas uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentuan perundang-undangan.

 

APAKAH ADA ATURAN HUKUM MENGENAI PENAHANAN SURAT-SURAT BERHARGA MILIK PEKERJA SETELAH PENANDATANGANAN PERJANJIAN KERJA?

Peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, yakni UU 13/2003 maupun yang terbaru yakni Cipta  UU Kerja  11/2020 maupun peraturan pelaksana turunannya tidak mengatur boleh-tidaknya perusahaan menahan surat-surat berharga milik pekerja, seperti misalnya ijazah. Mengenai hal ini dikembalikan kepada prinsip perikatan/perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata mengatur bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, maka secara hukum para pihak wajib memenuhi isi perjanjian yang telah disepakati. Bila penahanan ijazah pekerja oleh perusahaan sepanjang memang menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka tindakan ini tidak dilarang. Namun demikian kami sarankan pekerja sebelum membuat kesepakatan mempertanyakan tujuan penahanan, hingga sampai kapan ijazah tersebut akan ditahan, bagaimana bila kemudian hari pekerja memerlukan, dan penting untuk meminta tanda bukti penyerahan ijazah tersebut. 

Apabila ijazah Anda tetap ditahan dan tidak dikembalikan setelah Anda berhenti bekerja, Anda dapat mengupayakan cara-cara kekeluargaan terlebih dahulu. Misalnya, dengan mendatangi perusahaan tersebut untuk meminta kembali ijazah Anda. Namun, apabila memang pihak perusahaan tidak mau mengembalikan ijazah Anda, Anda dapat menggugat perusahaan tersebut atas dasar perbuatan melawan hukum atau melaporkan ke polisi atas tuduhan penggelapan.

Sedangkan, penggelapan diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Yang termasuk penggelapan adalah perbuatan mengambil barang milik orang lain sebagian atau seluruhnya) di mana penguasaan atas barang itu sudah ada pada pelaku, tapi penguasaan itu terjadi secara sah. Misalnya, penguasaan suatu barang oleh pelaku terjadi karena pemiliknya menitipkan barang tersebut. Atau penguasaan barang oleh pelaku terjadi karena tugas atau jabatannya, misalnya petugas penitipan barang. Tujuan dari penggelapan adalah memiliki barang atau uang yang ada dalam penguasaannya yang mana barang/uang tersebut pada dasarnya adalah milik orang lain.

 

BAGAIMANA STATUS HUBUNGAN KERJA BAGI PEKERJA YANG TIDAK MEMILIKI PERJANJIAN KERJA SECARA TERTULIS?

Status hubungan kerja bagi pekerja yang tidak memiliki perjanjian kerja secara tertulis juga dapat dikatakan “SAH” apabila hal-hal yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja lisan tersebut telahdisepakati oleh kedua belah pihak (pekerja dan pengusaha). Perjanjian Kerja yang terjadi secara lisan  dikatakan “SAH”, selama memenuhi syarat sahnya perikatan/perjanjian sebagai berikut:

  1. Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
  2. Adanya Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
  3. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
  4. Pekerjaan yang di perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

BAGAIMANAKAH BILA TIDAK ADA PERJANJIAN KERJA YANG TERTULIS ANTARA PEKERJA DENGAN PERUSAHAAN DIKARENAKAN PERUSAHAAN MASIH BARU BEROPERASI?

Pasal 51 ayat (1) UU 13/2003 dan pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PP 35/2021) menyebut perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan baik untuk perjanjian kerja waktu tertentu ataupun waktu tidak tertentu. Meski demikian untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) yang dibuat secara lisan terdapat ketentuan wajib bagi pengusaha yakni untuk membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan (Pasal 63 ayat (1) UU 13/2003). Surat pengangkatan tersebut sekurang-kurangnya memuat keterangan:

  1. Nama dan alamat pekerja/buruh,
  2. Tanggal mulai bekerja, 
  3. Jenis pekerjaan, dan
  4. Besarnya upah.

 

APA YANG HARUS DILAKUKAN PEKERJA APABILA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN PERJANJIAN KERJA TERTULIS?

Sejak adanya perubahan dalam aturan yang menyebut perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan, memang tidak ada kewajiban pengusaha untuk memberikan perjanjian kerja secara tertulis. Namun demi kepastian hukum akan ditaatinya perjanjian kerja baik oleh pekerja maupun pengusaha, maka pekerja dapat mengingatkan dan meminta perjanjian kerja dibuat secara tertulis. Harus dipahami kembali bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Artinya kepastian hukum bukan hanya kepentingan pekerja tetapi juga pengusaha.

 

APABILA TERJADI PERSELISIHAN ATAU PEKERJA TIDAK MENDAPATKAN HAK YANG DIPERJANJIKAN DALAM PERJANJIAN KERJA, BAGAIMANA CARA PEKERJA MEMPERJUANGKAN HAKNYA?

Apabila hak yang diperjanjikan tersebut adalah hak normatif atau hak yang timbul dari Undang-undang misalnya: pembayaran upah lebih rendah dari upah minimum setempat, THR, hak cuti haid, melahirkan, dsb, pekerja dapat melakukan pengaduan ke bidang pengawasan ketenagakerjaan yang ada di Kantor Ketenagakerjaan di tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.

Atau bila ingin diperselisihkan, maka harus menempuh mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 2 tahun 2004.  PPHI mengenai salah satu jenis perselisihan yakni perselisihan mengenai hak atau perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama (pasal 1 angka 2 UU 2/2004).

Sesuai ketentuan yang berlaku dalam PPHI, penyelesaian pertama kali dilakukan dengan perundingan bipartit yang diwakilkan dari manajemen perusahaan dan juga perwakilan pekerja untuk membahas permasalahan yang ada. Tahap perundingan Bipartit yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu pengusaha/pemberi kerja dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh secara musyawarah untuk mencapai mufakat dan harus diselesaikan paling lama 30 hari sejak tanggal dimulainya perundingan. Bila tidak mencapai mufakat, proses dapat diselesaikan dengan tahap mediasi di Dinas Ketenagakerjaan setempat dan kemudian bila tidak juga mencapai kesepakatan harus menempuh proses hukum di Pengadilan Hubungan Industrial.

 

BAGAIMANA HUKUMNYA JIKA PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DIBUAT DALAM BAHASA INGGRIS DAN PARA PIHAK YANG BERTANDA TANGAN ADALAH ORANG ASING?

Pasal 57 UU No. 13/2003 pasca perubahan dengan UU Cipta Kerja menyebut perjanjian kerja dibuat secara tertulis harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa asing harus dicantumkan pula terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, yang berlaku adalah perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Lebih lanjut mengenai siapa yang dapat bertanda tangan mewakili perusahaan dalam perjanjian kerja, pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing (PP 34/2021) menyebut Tenaga Kerja Asing (TKA) dilarang dipekerjakan pada jabatan yang mengurusi personalia. PP 34/2021 menyebut jabatan Direktur Utama merupakan salah satu jabatan diperbolehkan untuk diisi oleh TKA tetapi jabatan Direktur Personalia merupakan salah satu jabatan yang dilarang untuk diisi oleh TKA. Itu artinya yang dapat bertanda tangan mewakili perusahaan dalam perjanjian kerja haruslah WNI selaku direktur personalia. 

Hal ini penting untuk diperhatikan karena dalam ketentuan syarat sahnya sebuah perjanjian (pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) salah satunya ialah kecakapan para pihak untuk membuat perikatan/perjanjian. Maka pihak yang membuat perjanjian dalam hal ini perusahaan haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat perjanjian kerja tersebut.

 

APA YANG MENJADI ACUAN UNTUK TENAGA KERJA ASING YANG BEKERJA DI REPRESENTATIVE OFFICE JIKA INGIN HAK-HAKNYA  BISA DIAKOMODIR MENURUT HUKUM INDONESIA?

Penggunaan tenaga kerja asing pada representative office juga wajib tunduk pada peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Oleh karena itu, apabila ketentuan ketenagakerjaan mengatur mengenai suatu hak bagi pekerja yang wajib dipatuhi oleh pemberi kerja, maka hak-hak tersebut wajib diberikan juga bagi tenaga kerja asing tersebut. Contohnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 PP 34/2021 yang mengatur pemberi Kerja TKA wajib mendaftarkan TKA dalam program jaminan sosial nasional bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan atau program asuransi pada perusahaan asuransi bagi TKA yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan. Program asuransi tersebut paling sedikit harus menjamin perlindungan untuk jenis risiko kecelakaan kerja. Bagi perusahaan yang melalaikan kewajiban tersebut dapat dikenakan sanksi penghentian sementara proses permohonan pengesahan penggunaan TKA (pasal 39 ayat (1) huruf b).

 

 

Baca Juga

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Outsourcing/ Alih Daya

Pemutusan Hubungan kerja

Pesangon

 

 

Sumber

Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Indonesia. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Indonesia. Undang-undang Nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Indonesia. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja

Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2021 tentang Tenaga Kerja Asing

 
Loading...