Kerja Paksa Garmen

Kerja Paksa di Garmen

KERJA PAKSA GARMEN

  1. Apa yang dimaksud dengan kerja paksa?
  2. Apa faktor penyebab adanya kerja paksa?
  3. Apa saja tindakan yang dapat dikategorikan sebagai kerja paksa di sektor garmen?
  4. Apakah UU melarang praktik kerja paksa di sektor garmen?
  5. Apakah ada sanksi yang dikenakan apabila pengusaha menerapkan kerja paksa?

BENTUK KERJA PAKSA DI INDUSTRI GARMEN 

  1. Apakah jam kerja panjang yang sering terjadi di sektor garmen tergolong kerja paksa?
  2. Apakah praktik kerja outsourcing juga termasuk bentuk kerja paksa?
  3. Apa yang dimaksud dengan kerja paksa terkait hutang?
  4. Apa yang dapat dilakukan oleh pekerja apabila pengusaha melakukan praktik kerja paksa?

 

KERJA PAKSA GARMEN 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN KERJA PAKSA?

Dalam Konvensi Kerja Paksa Nomor 29 tahun 1930, yang dimaksudkan dengan Kerja Paksa ialah semua pekerjaan atau jasa yang dipaksakan pada setiap orang dengan ancaman hukuman, dimana pekerja tidak memiliki kebebasan untuk menyepakati pelaksanaan pekerjaan.

 

APA FAKTOR PENYEBAB ADANYA KERJA PAKSA?

Ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus kerja paksa terjadi di Indonesia, di antaranya adalah :

  1. Tingkat pengangguran yang tinggi membuat calon tenaga kerja menjadi “pasrah” dengan apapun peluang kerja maupun kondisi kerja yang ada
  2. Kurang sadarnya sebagian pengusaha mengenai hak-hak pekerja yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
  3. Kurangnya pengawasan dari dinas ketenagakerjaan dan kurangnya perlindungan hukum bagi pekerja.

 

APA SAJA TINDAKAN YANG DAPAT DIKATEGORIKAN SEBAGAI KERJA PAKSA DI SEKTOR GARMEN?

Berikut adalah contoh kerja paksa yang dapat terjadi/dilakukan oleh pengusaha di sektor garmen :

  1. Membatasi pergerakan pekerja dan mencegah pekerja keluar dari tempat kerja
  2. Ancaman kekerasan terhadap pekerja
  3. Kerja paksa terkait hutang - memberikan pinjaman berlebih sehingga membuat pekerja terus berhutang dan membuat pekerja menjalankan kerja paksa, tanpa bayaran, atau tidak bebas untuk meninggalkan pekerjaan.
  4. Pembayaran uang jaminan oleh pekerja atau pembayaran upah ditunda.
  5. Penyitaan atau menahan dokumen pribadi pekerja, seperti akte kelahiran, ijazah sekolah atau kartu tanda penduduk juga dapat mengindikasikan kerja paksa karena pekerja mungkin tidak bebas untuk meninggalkan pekerjaan mereka ataupun untuk mencari pekerjaan di tempat lain.
  6. Memaksa pekerja untuk bekerja lembur di luar batas yang diatur oleh UU Ketenagakerjaan dengan ancaman pemberhentian kerja.
  7. Sebagai hukuman karena keikutsertaan pekerja dalam keserikatburuhan atau pemogokan. 

 

APAKAH UU MELARANG PRAKTIK KERJA PAKSA DI SEKTOR GARMEN?

Kerja paksa dilarang dan dinyatakan tidak sah oleh hukum ketenagakerjaan. Di samping itu, Indonesia telah meratifikasi dua konvensi International Labour Organization (ILO) mengenai larangan kerja paksa, yakni: Konvensi ILO Nomor 29 tahun 1930 tentang Kerja Paksa dan Konvensi ILO Nomor 105 tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja Paksa. Konvensi ini telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 105 Mengenai Penghapusan Kerja Paksa

Larangan kerja paksa juga ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

 

APAKAH ADA SANKSI YANG DIKENAKAN APABILA PENGUSAHA MENERAPKAN KERJA PAKSA?

Ya. Tindakan menerapkan kerja paksa di tempat kerja dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan tindakan yang dikenakan, misalnya tidak membayarkan upah dikenakan sanksi sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan, demikian pula dengan menerapkan kerja lembur paksa. Sementara penahanan dokumen oleh perusahaan dapat dikenakan tindak pidana penggelapan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

 

BENTUK KERJA PAKSA DI INDUSTRI GARMEN

APAKAH JAM KERJA PANJANG YANG SERING TERJADI DI SEKTOR GARMEN TERGOLONG KERJA PAKSA?

Aturan perundang-undangan memberi batas maksimum jam kerja yakni 40 jam/minggu. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja tersebut, wajib membayar upah kerja lembur, dengan ketentuan kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu (Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja).

Lebih lanjut peraturan perundang-undangan menegaskan bahwa pada dasarnya pekerjaan lembur bersifat sukarela, artinya jika pekerja tidak ingin melakukan lembur, maka perusahaan tidak dapat memaksa pekerjanya. Apabila pengusaha mewajibkan pekerja untuk melakukan lembur tanpa persetujuan dari pekerja dan tidak ada kesepakatan mengenai pembayaran upah lembur, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai kerja paksa.

 

APAKAH PRAKTIK KERJA OUTSOURCING JUGA TERMASUK BENTUK KERJA PAKSA?

Sistem kerja outsourcing atau alih daya diartikan sebagai pengalihan pekerjaan tertentu berdasarkan perjanjian yang disepakati antara perusahaan alih daya dengan Perusahaan pemberi pekerjaan. Praktik outsourcing memperbolehkan perusahaan untuk mengambil tenaga kerja melalui pihak ketiga atau perantara. Sehingga pekerja tidak bekerja secara langsung kepada perusahaan, tetapi melalui perantara sebuah perusahaan penyedia jasa.

Meski sistem kerja ini dilegalkan oleh aturan perundang-undangan, namun faktanya pekerja outsourcing mengalami sejumlah diskriminasi atau perlakuan yang berbeda dengan pekerja lain serta pelanggaran hak kerja terkait tunjangan, pesangon, cuti, dsb. Para pekerja outsourcing ini terpaksa bekerja dengan status pekerja kontrak walau dengan kondisi kerja yang memprihatinkan, upah yang sedikit, karena daya tawar mereka yang lemah karena mereka tidak dapat bergabung dengan serikat pekerja. Banyak pihak menyebut sistem kerja outsourcing sebagai ‘precarious work’ atau pekerjaan rentan bahaya terjadi di berbagai belahan dunia, pekerja mendapati dirinya dalam kondisi kerja yang tidak tentu, tidak aman, tidak pasti dan tanpa perlindungan.

 

APA YANG DIMAKSUD DENGAN KERJA PAKSA TERKAIT HUTANG?

Kerja paksa terkait hutang adalah kerja paksa yang dilakukan pekerja karena sejumlah jeratan utang dan bunga tinggi yang diterapkan oleh pemberi kerja tanpa kesepakatan dengan pekerjanya. Karena tidak mampu membayar utang pekerja tidak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat kerja, bekerja melebihi kapasitasnya, tidak menerima upah atau menerima upah yang dipotong, tidak memiliki pilihan untuk pindah kerja tanpa batas waktu. Pemaksaan kerja terkait hutang adalah salah satu contoh dari kerja paksa, dan hal tersebut dilarang oleh aturan perundang-undangan.

 

APA YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEKERJA APABILA PENGUSAHA MELAKUKAN PRAKTIK KERJA PAKSA?

Jika sebuah perusahaan garmen melakukan praktik kerja paksa, maka praktik ini dapat dilaporkan kepada bagian Pengawasan Ketenagakerjaan yang ada di Dinas Provinsi/Kota/Kabupaten setempat. 

Loading...